bakaba.co, Bukittinggi – Terik matahari bercampur debu dan asap tidak menyurutkan semangat ratusan mahasiswa Universitas Muhammadiyah Bukittinggi menggelar demo. Mereka melakukan aksi untuk mengekspresikan kekecewaan dan prihatin atas revisi UU KPK dan pelemahan KPK yang dilakukan DPR-RI dan pemerintah.
“Komisi Pemberantasan Korupsi telah dilemahkan. Aspirasi publik agar UU KPK tidak direvisi diabaikan pemerintah. Oligarki kekuasaan sedang berlangsung di negeri ini ” Demikian seru salah seorang peserta demo yang digelar mahasiswa Muhammadiyah Bukittinggi di depan kampus mereka di kawasan By pass Aur Atas kemarin, Rabu, 18 September 2019.
Demo yang digelar gabungan mahasiswa dari tiga fakultas: hukum, teknik dan pariwisata Universitas Muhammadiyah itu juga menampilkan ‘manusia pocong’. Pocong itu melambangkan terjadinya ‘kematian’ sebuah lembaga pemberantas koruptor sebagai anak kandung Reformasi Indonesia yakni Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
“Kami akan melanjutkan aksi lagi bersama mahasiswa dari perguruan tinggi lain yang ada di Bukittinggi. Tindakan pelemahan KPK tidak bisa kami terima begitu saja. KPK harus tetap kuat untuk bisa menghabiskan koruptor di republik ini,” kata Awiskarni, Ketua BEM Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Bukittinggi didampingi wakilnya Fikri Kurnia kepada bakaba.co
DPR Revisi UU KPK
Sebagaimana diketahui, DPR-RI periode 2014-2019 yang masa aktifnya akan berakhir medio Oktober ini telah mengesahkan revisi UU KPK nomor 30 tahun 2002. Ketuk palu revisi UU KPK dilakukan Selasa, 17 September 2019.
Ada beberapa poin UU KPK yang direvisi, yang dinilai publik dan lembaga masyarakat antikorupsi sebagai tindakan melemahkan KPK secara nyata.
Baca juga: Perppu KPK, Menunggu Hari?
Poin-poin krusial yang direvisi mengubah secara drastis eksistensi KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi yang luar biasa di Indonesia menjadi lembaga yang lazim. Poin-poin tersebut antara lain: satu, KPK dijadikan lembaga yang berada dalam rumpun eksekutif yang tidak sepenuhnya lagi independen. Poin dua, KPK memiliki Dewan Pengawas yang anggotanya dipilih dan ditetapkan presiden serta berfungsi mengawasi KPK. Poin tiga, pegawai KPK ditetapkan sebagai ASN (aparatur sipil negara) di bawah kontrol kementrian PAN-RB. Poin empat, penyadapan yang akan dilakukan KPK terhadap seseorang harus mengajukan izin kepada Dewan Pengawas. Poin lima, KPK mengeluarkan SP3 setelah dua tahun kasus tidak bisa ditingkatkan ke level penuntutan.
KPK dipreteli
Demo yang digelar mahasiswa Muhammadiyah Bukittinggi menurut Wakil Dekan Fakultas Hukum Dr. Wendra Yunaldi, bentuk dari sensitivitas mahasiswa terhadap persoalan bangsa. “Menyampaikan aspirasi, itu sesuatu yang baik. Kita tetap memantau agar aksi berjalan lancar,” kata Wendra Yunaldi.
Terkait konteks demo sebagai reaksi atas direvisinya UU KPK, Wendra menilai dan berpendapat bahwa KPK telah dijadikan lembaga yang tidak lagi bertaring. Kekuatan KPK sebagai penegak hukum yang begitu tangkas menangkapi koruptor telah dilemahkan dengan direvisinya UU KPK.
“Ibarat rumah, jika ada bagian yang bocor atau kurang berfungsi, mestinya itu saja yang diperbaiki. Bukannya membongkar pondasi rumahnya. Nah, KPK sekarang pondasinya yang dibongkar sehingga bangunan rumahnya menunggu rubuh saja,” kata Wendra Yunaldi.
Tindakan anggota DPR-RI yang memaksa diri merevisi UU KPK ketika masa kerjanya tinggal beberapa minggu lagi adalah tindakan yang sangat nyata tidak mencerminkan sikap antikorupsi dan pemerintahan yang baik dan bersih.
“Kita, masyarakat yang menginginkan pemerintahan yang bersih, tidak ada korupsi harus berjuang terus agar KPK tetap kuat. Masih ada waktu sebelum presiden menandatangani UU KPK yang telah direvisi dan disahkan DPR,” kata Wendra Yunaldi, yang aktif dalam gerakan bersama Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi.(*)
| aFs/rDa