SK Mengurus Sertifikat Sebelum Pasar Terbakar

redaksi bakaba

Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi terbakar 30 Oktober 2017. Tiga bulan sebelumnya, Juli 2017 sudah ada Surat Kuasa (SK) Sekda Pemko Bukittinggi Yuen Karnova kepada Kepala Dinas PU-PR untuk mengurus sertifikat Pertokoan Pasar Atas.

SK - Suasana sidang PTUN Padang, foto fr
Suasana sidang PTUN Padang, foto fr

bakaba.co | Padang | Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi terbakar 30 Oktober 2017. Tiga bulan sebelumnya, Juli 2017 sudah ada Surat Kuasa (SK) Sekda Pemko Bukittinggi Yuen Karnova kepada Kepala Dinas PU-PR untuk mengurus sertifikat Pertokoan Pasar Atas.

“Salah satu fakta yang menarik dalam persidangan, ternyata rencana memproses pembuatan sertifikat tanah pertokoan Pasar Atas eks. tanah Pasar Fonds Serikat Agamtuo sudah dikeluarkan tiga bulan sebelum terjadi kebakaran.”

Hal itu terungkap dalam sidang gugatan niniak mamak AgamTuo terhadap Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kota Bukittinggi di PTUN Padang, Selasa, 29 September 2020, terkait penerbitan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 21 Tahun 2018 atas tanah Pasar Atas eks. Pasar Serikat 40 Nagari AgamTuo di Bukittinggi.

Menurut kuasa hukum niniak mamak 40 Nagari Agamtuo dari Didi Cahyadi Ningrat & Rekan, proses sidang ke-4, Selasa kemarin, menghadirkan dua orang saksi. Saksi pertama Asbir Dt. Rajo Mangkuto sebagai pelaku sejarah yang pernah duduk sebagai Pengurus Pasar Serikat 40 Nagari Agam Tuo di Bukittinggi. Saksi kedua Asraferi Sabri, Sekretaris Tim Inisiator Hak Nagari AgamTuo yang dibentuk niniak mamak untuk memperjuangkan hak 40 Nagari AgamTuo.

“Kita sangat puas dengan kehadiran dua orang saksi di persidangan PTUN Padang ini,” ujar Didi pada bakaba.co

Sidang ke-4 gugatan Niniak Mamak Serikat 40 Nagari Agamtuo terhadap BPN Kota Bukittinggi terkait terbitnya sertifikat hak pakai Nomor 21 tahun 2018. Sidang PTUN yang dipimpin Hakim Ketua Fajri Citra Resmana, SH., MH, dua hakim anggota yaitu Miftqh Sa’ad Chaniago, SH.,MH dan Puan Adria Ikhsan, SH., M.Kn serta Ummy Aslama Darma, SH panitera pengganti. Sidang digelar untuk mendengarkan keterangan dua orang saksi dari penggugat.

Didi Cahyadi Ningrat menerangkan, dalam proses persidangan PTUN Padang seluruh fakta-fakta yang dimiliki oleh penggugat terkonfirmasi semuanya. Untuk proses sidang lanjutannya pada Selasa depan terkait keterangan dari saksi BPN Kota Bukittinggi.

Baca juga: PTUN Sidang Lokasi Gugatan Tanah Pasar Atas

Fakta menarik dalam persidangan adalah pembuatan sertifikat hak pakai Nomor 21 tahun 2018 yang dikeluarkan BPN Bukittinggi telah direncanakan sebelum terjadinya peristiwa kebakaran Pasar Ateh yang terjadi, Senin 30 Oktober 2017.

“Intinya tiga bulan sebelum terjadi kebakaran Pasar Atas sudah ada surat kuasa dari Yuen Karnova selaku Sekda Kota Bukittinggi kepada insinyur Oktavianus yang waktu itu menjabat sebagai Kepala Dinas PU/PR Pemko Bukittinggi. Surat Kuasa tersebut untuk mengurus pensertifikatan tiga objek tanah di Bukittinggi, salah satunya tanah Pasar Atas,” ujar Didi pada bakaba.co

Sejarah Pasar Serikat

Dalam sidang yang berlangsung dari pukul 11.00 WIB sampai pukul 17.30 WIB (disela rehat shalat zhuhur) saksi pertama Asbir Dt. Rajo Mangkuto memaparkan sejarah Pasar Serikat AgamTuo yang terletak di Bukittinggi yang merupakan wilayah Nagari Kurai, satu dari 40 Nagari Agamtuo.

Keberadaan Pasar Serikat AgamTuo (yang berubah nama tahun 1974 jadi Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi) sudah ada jauh sebelum Belanda masuk ke Bukittinggi, Nagari Kurai. Tanah Eks. Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi merupakan tanah ulayat adat 40 Nagari di Luhak Agam, Kabupaten Agam, Sumatera Barat (sekarang). Kepemilikan kolektif tanah tersebut sesuai Adat Minangkabau.

Pasar Serikat 40 Nagari Agam yang berada di Nagari Kurai dibangun secara bergotong-royong oleh masyarakat dari 40 Nagari di Luhak Agam di bawah perintah niniak-mamak pemangku adat dari masing-masing nagari.

Lahan di kawasan Pasar Atas Bukittinggi (sekarang) dulunya berupa bukit-bukit yang rimba dan melalui musyawarah ninik-mamak pemangku adat (sebagaimana adat Minangkabau) 40 Nagari di Luhak Agam, disepakati untuk dijadikan lokasi atau sentral ekonomi masyarakat di pedalaman Minangkabau daratan berupa Pasar Serikat 40 Nagari Agam. Pusat perdagangan atau Pasar Serikat di Bukittinggi itu dikelola dan diurus melalui Syarikat Haq atau Pengurus Pasar yang dibentuk oleh niniak-mamak pemangku adat 40 Nagari di Agam.

Lahan Eks. Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi tersebut merupakan tanah ulayat adat milik bersama 40 Nagari di Agam. Tidak pernah terjadi adanya penyerahan hak atas lahan itu oleh niniak-mamak 40 Nagari di Agam kepada pemerintah, baik pemerintah di zaman Belanda, Jepang maupun pemerintah republik Indonesia.

Pasar Serikat Agam di Bukittinggi itu, setelah Perang Blasting, 1914, dikelola oleh pemerintah kolonial. Setiap tahun Belanda menyetorkan bagi hasil pasar ke Syarikat Haq/Pengurus Pasar dan dibagikan kepada 40 Nagari untuk digunakan sesuai kebutuhan pembangunan infrastruktur nagari-nagari.

Bagi hasil pasar tersebut terus berlangsung setelah kolonial kalah dan Indonesia merdeka. Pasar Serikat Bukittinggi pada tahun 1950 diminta Pemerintah Kota untuk dikelola sebagai sumber pendapatan daerah. Pemerintah Kota tetap memberikan bagi hasil Pasar Serikat untuk nagari-nagari. Pembagian hasil itu berlangsung sampai tahun 1960. Kondisi darurat: agresi militer, peristiwa PRRI dan G 30 S/PKI, bagi hasil Pasar Serikat Agam di Bukittinggi tidak lagi diberikan kepada nagari-nagari karena Syarikat Haq/Komisi Pasar tidak aktif lagi.

Pasar Serikat 40 Nagari Agam di Bukittinggi tersebut terbakar pada tahun 1972. Hampir seluruh bangunan dan los-los yang dibangun sejak zaman Belanda dan menjelang kemerdekaan, habis terbakar.

Atas musibah itu, pemerintah Kota Bukittinggi memfasilitasi untuk dibangun kembali pusat pertokoan.
Pembangunan selesai, diresmikan tahun 1974 dan diubah namanya menjadi Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi. Dana pembangunan berupa talangan dari BNI 46 dan setiap pemilik toko sebelumnya membayar/mencicil sebesar Rp4 juta selama 15 tahun ke BNI 46.

Ketika pusat pertokoan dibangun kembali, status lahan tidak diubah dan tetap sebagai tanah ulayat adat bersama 40 Nagari Agam. Sementara bagi hasil Pasar kepada nagari-nagari juga tidak bisa diaktifkan karena para pedagang pemilik toko dibebaskan dari berbagai kewajiban selama 15 tahun sejak tahun 1975.

Pada tahun 1997, Pusat Pertokoan Pasar Atas kembali terbakar dan direnovasi. Status tanah tidak pernah diubah, tetap sebagai tanah ulayat bersama 40 Nagari di Agam.

Pada tanggal 30 Oktober 2017, Pusat Pertokoan Pasar Atas kembali terbakar. Meski yang terbakar hanya lantai 2 tetapi pemerintah Kota Bukittinggi membongkar dan meruntuhkan sisa bangunan pasar tanpa musyawarah dengan pedagang dan akan dibangun baru.

Sejak zaman Belanda, Jepang, kemerdekaan, orde lama, orde baru, orde reformasi lahan/tanah Pasar Atas Bukittinggi tidak pernah tercatat sebagai asset Pemerintahan Pusat, Provinsi Sumatera Barat maupun asset Pemerintah Kota Bukittinggi karena lahan/tanah bukan tanah negara.

Untuk membangun baru Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi tersebut, Pemerintah Kota Bukittinggi mengurus ke Kantor Agraria/Tata Ruang dan Badan Pertanahan Negara penerbitan sertifikat. Dan akhirnya dikeluarkan atau diterbitkan Sertifikat Hak Pakai (SHP) Nomor 21 tahun 2018 oleh BPN dengan luas lahan 18.740 m2.

Ingatkan BPN

Masalah tanah Pasar Serikat AgamTuo eks. Pasar Fonds di Bukittinggi papar Asraferi Sabri, bermula dengan terbakarnya Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi, 30 Oktober 2017.

Dalam bulan November 2017, diperoleh informasi bahwa Walikota Bukittinggi mengajukan permintaan ke BPN Bukittinggi agar BPN menerbitkan sertifikat tanah eks. Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi yang terbakar.

Mendapat informasi rencana Walikota Bukittinggi untuk mensertifikatkan tanah Pasar Sarikat, niniak-mamak pemangku adat dari 40 Nagari Agam bermusyawarah. Kemudian menyurati BPN Bukittinggi melalui surat No.: 001/Agamtuo/XII-2017, bertanggal 27 Desember 2017.

Isi surat kepada Kepala BPN Bukittinggi, intinya memberitahu tentang status tanah Pasar Serikat Bukittinggi adalah tanah Ulayat adat 40 nagari Agam, yang tidak pernah dipindahtangankan kepada pihak mana pun. Tanah Pasar Serikat Bukittinggi itu juga bukan tanah Belanda maupun Jepang. Juga bukan tanah negara. Dengan kondisi itu, meminta BPN tidak melayani dan mengeluarkan sertifikat dalam bentuk apapun kepada pihak mana pun, termasuk kepada Pemerintah Kota Bukittinggi.

Surat Niniak-mamak Pemangku Adat yang dikirim Tim Inisiator Asset Agamtuo tersebut baru dibalas BPN Bukittinggi dengan surat nomor: 104/13-.13.75/II/2018, bertanggal 23 Februari 2018.

Isi balasan surat BPN Bukittinggi tersebut meminta niniak-manak pemangku adat dari 40 Nagari Agam membuktikan tanda kepemilikan. Kami menjawab melalui surat Tim Inisiator Asset Agamtuo nomor: 05/Agamtuo/III/2018, bertanggal 10 Maret 2018. Sesuai dengan undang adat Minangkabau, niniak mamak AgamTuo memaparkan prinsip-prinsip tanah ulayat secara adat serta sejarah tanah ulayat bersama 40 Nagari di Agam, Minangkabau serta pengakuan negara atas nilai-nilai adat, hak asal usul atau hak tradisional dan hak atas tanah Ulayat sebagaimana tercantum pada UUD 1945 serta UU Pokok Agraria Nomor 5 Tahun 1960.

BPN Bukittinggi tidak pernah lagi menanggapi surat niniak mamak AgamTuo tersebut. Pada awal Maret 2018, BPN Bukittinggi telah menerbitkan saja Sertifikat Hak Pakai Nomor 21 Tahun 2018 atas nama Pemko Bukittinggi.

“Jadi, bukan tidak ada pemberitahuan, dan peringatan dari niniak mamak AgamTuo kepada BPN Bukittinggi,” ujar Asraferi Sabri dalam persidangan PTUN Padang itu.

| Fadhly Reza/bakaba

Next Post

Fauzan Haviz: Terus Mencari Keadilan

Politikus Fauzan Haviz bertekad terus mencari keadilan. Tindakan dan sikap Partai Amanat Nasional (PAN) yang tidak adil terhadap dirinya menyemangati Fauzan menempuh semua jalan dan jalur hukum dan lembaga formal.
Fauzan Haviz di Kantor Bawaslu

bakaba terkait