bakaba.co | Pemilu Legislatif 2019 sudah usai. Sudah berlalu enam bulan. Anggota DPRD Bukittinggi pun sudah dilantik dan aktif sebagai wakil rakyat. Tetapi, anggota KPU dan Bawaslu Bukittinggi belum lepas dari hal-hal terkait pemilu legislatif.
Lima anggota KPU dan tiga anggota Bawaslu Kota Bukittinggi diadukan ke Dewan Kehormatan Penyelenggaraan Pemilu (DKPP).
“Para teradu, anggota KPU dan Bawaslu diduga bersikap kurang adil terhadap konflik internal yang terjadi di DPD PAN Kota Bukittinggi pada masa tahapan pendaftaran peserta Pemilu 2019.”
Demikian pokok aduan yang dijadikan dalil pengaduan Fauzan Haviz, Ketua Partai Amanat Nasional (PAN) Kota Bukittinggi terhadap anggota KPU dan Bawaslu Bukittinggi kepada DKPP.
Atas pengaduan Fauzan itu, DKPP menggelar sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara pemilu tersebut, Kamis, 24 Oktober 2019.
Sidang dilakukan melalui sambungan video. Kecuali Ketua Majelis, para pihak yakni anggota majelis DKPP, para pengadu, dan teradu berada di Mapolda Sumbar, di Padang. Sidang berlangsung antara Mabes Polri di Jakarta dengan Mapolda Sumbar. Sidang pemeriksaan dugaan pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu Nomor Perkara 294-PKE-DKPP/IX/2019.
Informasi yang dikutip bakaba.co dari Humas DKPP, hadir pada sidang tersebut lima orang Teradu KPU Kota Bukittinggi yakni Beni Aziz (Ketua), Donny Syahputra, Zulwida Rahmayeni, Yasrul dan Heldo Aura sebagai Teradu I, II, III, IV dan V. Sementara tiga Teradu dari Bawaslu Kota Bukittinggi: Ruzi Haryadi, Eri Vatria dan Asneli Warni. Ketiganya Teradu VI, VII dan VIII.
Proses Sidang
Dalam sidang, Fauzan Haviz mengurai, bahwa dirinya berdasarkan putusan Mahkamah PAN, 5 Juli 2018, adalah Ketua DPP PAN Kota Bukittinggi yang sah. Hal itu diberitahukannya kepada KPU dan Bawaslu RI serta KPU dan Bawaslu Provinsi Sumatera Barat.
“KPU Kota Bukittinggi justru menerima pendaftaran dari pengurus DPD PAN Kota Bukittinggi yang tidak memiliki dasar hukum,” kata Fauzan Haviz.
Menurut Fauzan, kepengurusan partainya mengalami konflik dualisme di tingkat internal. Saat dirinya mendaftar, KPU Bukittinggi menolak. KPU Kota Bukittinggi tidak memiliki sifat pelayanan yang adil dan setara dalam kondisi konflik internal. “Mestinya KPU Kota Bukittinggi tidak menerima pendaftaran dari salah satu pihak saja. Bukankah KPU mesti independen sebagaimana sumpah dan janjinya,” ujar Fauzan.
Terhadap tiga anggota Bawaslu Bukittinggi sebagai Teradu VI-VIII, Fauzan mengatakan, Bawaslu menyatakan bahwa KPU Kota Bukittinggi tidak bersalah berdasarkan putusan akhir Nomor: 001/ADM/BWSL Prov.SB.03.02/PEMILU/VII/2018 tanggal 3 Agustus 2018.
“Bawaslu juga tidak menjadikan putusan Mahkamah PAN sebagai sumber hukum dalam mengambil putusan,” ujar Fauzan.
Setelah Bawaslu Kota Bukittinggi menyatakan keputusan KPU tidak salah, Fauzan terus berupaya mencari keadilan. Fauzan memasukkan gugatan ke Pengadilan Negeri Padang, 24 Agustus 2018. Persidangan berjalan hingga tingkat kasasi. Akhirnya, Fauzan memenangkan gugatan di tingkat Mahkamah Agung.
Argumentasi KPU
Dalam sidang etik DKPP, Ketua KPU Kota Bukittinggi, Benny Aziz mengatakan, pihaknya mengabaikan putusan Mahkamah PAN karena berpedoman pada Pasal 32 ayat (5) UU Nomor 2 Tahun 2011 tentang Perubahan Atas UU Nomor 2 Tahun 2008 tentang Partai Politik (UU Parpol) yang berbunyi: “Putusan mahkamah Partai Politik atau sebutan lain bersifat final dan mengikat secara internal dalam hal perselisihan yang berkenaan dengan kepengurusan”.
Di samping itu, tahapan pendaftaran Pemilu 2019 bersifat sentralistik atau terpusat. KPU Kota Bukittinggi tidak dapat mengeksekusi putusan Mahkamah PAN.
Benny Aziz mengatakan, sesuai UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu dan PKPU Nomor 20 Tahun 2018, pendaftaran Calon Anggota Legislatif itu sentralistik, bukan lagi ke daerah. “Itu yang kami pedomani,” kata Benny.
Pada sidang yang sama, Ketua Bawaslu Kota Bukittinggi Ruzi Haryadi mengakui, dalam putusan Nomor: 001/ADM/BWSL-Prov.SB.03.02/PEMILU/VII/2018, Bawaslu memang menyatakan KPU Kota Bukittinggi tidak bersalah.
“Putusan Mahkamah Partai PAN merupakan hukum positif yang hanya berlaku final dan mengikat untuk internal Partai PAN,” kata Ruzi, dan menambahkan, hal itu sesuai dengan tembusan Putusan Mahkamah Partai PAN yang hanya ditujukan kepada pihak-pihak terkait, yaitu DPP PAN, DPW PAN Sumatera Barat.
Ruzi juga mengatakan, dalam memutus perkara Pelanggaran Administrasi Pemilu, Putusan Mahkamah PAN hanya dijadikan sebagai bukti-bukti untuk mengungkap peristiwa dan fakta di persidangan adjudikasi.
Putusan Mahkamah PAN kata Ruzi, tidak mengikat pihak-pihak tertentu khususnya Teradu VI, VII, dan VIII yang merupakan Penyelenggara Pemilu.
Sidang etik DKPP, Majelis sidang terdiri dari Anggota DKPP, Dr. Ida Budhiati selaku Ketua majelis, Tim Pemeriksa Daerah Provinsi Sumatera Barat sebagai Anggota majelis, Gabriel Daulai dari unsur KPU, Vifner dari unsur Bawaslu dan Aermadepa dari unsur Masyarakat.
#afs
*Foto fitur dan sisip courtesy of DKPP