bakaba.co, Bukittinggi ~ Korupsi yang dilakukan pejabat pemerintah dan penyelenggara negara, efeknya tidak hanya merugikan keuangan negara. Tetapi juga merusak dan mengganggu perekonomian dan kesejahteraan rakyat. “Selain itu, penting diawasi dan diantisipasi adalah pikiran korup pejabat. Ketika pejabat, kepala daerah bersikap tidak adil dalam menjalankan amanah atau wewenangnya, itu merupakan ciri dari pikiran korup pejabat.”
Demikian salah satu pernyataan yang disampaikan Juru Bicara KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) Febri Diansyah, dalam seminar yang diadakan Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat (FH-UMSB) Senin, 12 Februari 2018 di kampus UMSB, Aua Kuniang, Bukittinggi.
Seminar bertajuk ‘Jihad Melawan Korupsi’ dihadiri ratusan mahasiswa dan dosen UMSB, para pegiat antikorupsi, pimpinan lembaga/penegak hukum. Febri Diansyah mengatakan bahwa pemberantasan korupsi tidak bisa diserahkan hanya kepada penegak hukum seperti kejaksaan, kepolisian maupun KPK.
Semua komponen dalam masyarakat, termasuk mahasiswa mesti peduli dan aktif dalam mengantisipasi, mencegah terjadinya korupsi. Dan sikap antikorupsi juga harus ditanamkan mulai dari diri sendiri.
“Mulai dari yang kecil dan sederhana, misalnya mahasiswa jangan memberi hadiah kepada dosen ketika mendapat nilai bagus. Sebab, nilai bagus itu adalah hak mahasiswa karena usahanya, bukan karena belas kasihan dosen,” ujar Febri Diansyah, Jubir KPK yang berasal dari Sumbar, tepatnya Payakumbuh.
Pikiran korup
Korupsi dan pikiran korup yang dilakukan pejabat dan penyelenggara negara, sama-sama buruk akibatnya bagi masyarakat. Febri bercerita, ada pejabat yang menghabiskan uang miliaran untuk merawat wajah dan membeli tas, arloji, dan barang mewah lain sementara warganya masih banyak yang miskin.
“Coba perhatikan, banyak daerah pinggiran tidak mendapat perhatian dalam perencanaan pembangunan di daerah. Sikap tidak berkeadilan itu dipengaruhi pikiran korup sang pejabat,” kata Febri Diansyah.
Baca juga: Mahasiswa Muhammadiyah Demo, Prihatin Atas Pelemahan KPK
Febri Diansyah menggugah mahasiswa untuk tampil dan berkomitmen melawan tindakan korupsi dan sikap korup. “Mencegah terjadinya korupsi dapat diawali dari diri sendiri. Mahasiswa misalnya, jangan memberi uang ketika ditilang petugas karena melanggar aturan lalu-lintas. Ikuti aturan, terima sanksi sesuai ketentuan undang-undang,” ujar Febri Diansyah.
Kepala daerah korupsi
Kehadiran KPK sebagai lembaga hukum hasil reformasi, sejauh itu sepertinya tidak membuat takut kepala daerah untuk melakukan penyalahgunaan wewenang dan korupsi. Menurut Febri Diansyah, sampai sekarang tidak kurang 190 orang kepala daerah sudah ditangkap dan berurusan dengan KPK.
Dari jumlah itu kata Febri, 114 kepala daerah di antaranya kena OTT (Operasi Tangkap Tangan). “Pejabat, kepala daerah melakukan korupsi, juga menerima gratifikasi atau sogokan bisa karena perubahan pola hidup, untuk biaya membangun jaringan agar bisa mempertahankan kekuasaan, dan juga karena kerakusan,” ujar Febri Diansyah, yang aktif di berbagai lembaga sosial antikorupsi sebelum jadi juru-bicara KPK.
Surau Anti Korupsi
Dalam acara seminar tersebut, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah (FH-UMSB) juga meresmikan berdirinya SAKo (Surau Anti Korupsi). Lembaga ini menurut Wendra Yunaldi, Wakil Dekan FH-UMSB sebagai pusat studi dan pendidikan antikorupsi.
“Melalui SAKo ini akan dilakukan studi berkaitan korupsi dan pendidikan antikorupsi di kalangan mahasiswa. Kita akan segera bangun jaringan dengan perguruan tinggi yang ada di Bukittinggi dan kota-kabupaten sekitar,” kata Wendra Yunaldi.
~ asraferi sabri