Pada tahun 1309 M Raden Wijaya Karta Rajasa Jayawardhana wafat. Raden Wijaya digantikan anak lelaki satu satunya; Kalagemet, yang digelari Jaya Negara. Kerajaaan Majapahit, saat itu, baru meliputi Wilayah Tuban, Kediri, Daha, Kahuripan, Lumajang dan Madura.
Bre wilayah Daha diangkat Diyah Gitarya Tungga Dewi. Bre wilayah Kahuripan diangkat Diyah Wiyat Rajadewi. Aji Mantrolot diangkat sebagai Wredda Mentri, Menteri utama dengan gelar Arya Dewa Raja Pu Aditya, dibantu Bathara Sapta Prabu atau Dewan Kerajaan. Sebagai pimpinan kershasny Jaya Negara, anggota lima orang yaitu Bunda Diyah Gayatri Bikhsuni Raja Patni, Arya Dewa Raja Aditya, Dyah Gitarya Tribuana Tunggadewi dan Dyah Wiyat Rajadewi Maharani dan Maha Patih Nambi.
Salah seorang pengawal raja yang dipercaya ditunjuk oleh Pu Aditya yakni Gajah Mada. Gajah Mada orangnya tampan dan cekatan. Pu Aditya menjelaskan gajah artinya orang kuat. Mada artinya ulet, tahan dan setia. Gajah Mada artinya seorang kuat yang ulet dan tahan dan setia. Jaya Negara bersedia memakainya, karena sebelumnya ia telah mengenalnya juga sebagai sepengguruannya yang cakap.
Tidak sampai dua tahun sepeninggal Karta Rajasa Parameswari Dara Pitok meninggal dunia. Dia diperabukan di dekat suaminya.
Tahun 1316 M Adwana Brahma Dewa meninggal dunia. Datang utusan dari Dharmasraya menyampaikan kiranya Pu Aditya dapat pulang karena ayahnya meninggal. Pu Aditya memohon diri permisi ke Prabu Jaya Negara, Dyah Gayatri, Dyah Gitarja dan Dyah Wiyat untuk pulang beberapa lama ke Dharmasraya. Karena tidak ada panggilan tugas dari Majapahit hampir enam tahun Aditya berada di Dharmasraya. Di sana dia mempelajari budaya masyarakat, budaya pemerintahan di Dharmasraya dan negeri asal ibunya Minangkabau. Dalam jiwa Aditya telah berpengaruh budaya Melayu dan Minangkabau. Budaya Melayu dan Minangkabau itu telah di bawah pengaruh Agama Islam.
Seseorang yang bernama Mahapatih Halayuda berasal dari seorang anak pengemis yang ditinggal ibunya, karena kegiatannya yang tinggi mau mengerjakan apa saja untuk mencukupi kebutuhan hidupnya, dia berhasil menjadi seorang berkecukupan, hidup di Majapahit tidak berapa jauh dari istana Negara. Dengan membaca riwayat hidup Ken Arok seorang yang berasal dari orang bawah, dapat menjadi raja. Dia sangat berkeinginan hidup sebagai seorang raja. Dia mencoba mendekati orang orang yang dekat dengan Mahapatih Nambi. Dengan perantaraan Maha Patih dia dapat berkenalan dengan Prabu Jaya Negara.
Baca juga: [11] Minangkabau: Majapahit Berdiri
Mahapatih Nambi berangkat ke Lumajang untuk mengunjungi bapaknya yang telah sangat tua dan sakit sakitan. Halayudha menyampaikan isu kepada Prabu, Mahapatih Nambi pergi ke Lumajang untuk mempersiapkan makar, akan melakukan pemberontakan dengan Wiraraja penguasa Lumajang. Mahapatih Nambi diminta dipanggil ke istana Majapahit untuk dimintakan pertanggung jawabannya.
Kepada Nambi dia kirim utusan agar berhati-hati terhadap panggilan Prabu Jaya Negara. Dia mencurigai Nambi akan melakukan pemberontakan dengan Wiraraja. Prabu Jaya Negara akan memanggilnya ke istana untuk menangkapnya. Panggilan Prabu Jaya Negara tidak dipatuhi Mahapatih Nambi. Pada waktu itu Wiraraja meningal dunia. Halayudha melaporkan kepada Prabu Jaya Negara, Nambi telah memimpin pasukan Lumajang.
Halayudha menyampaikan pada Jaya Negara, dia bersedia memimpin penyerangan ke Lumajang, membinasakan kekuasan Nambi. Jaya Negara memberi titah. Halayudha berhasil mengalahkan Nambi. Beberapa orang yang setia kepada Prabu Jaya Negara dalam peperangan dengan Lumajang juga dibunuh Halayudha. Halayuda diangkat menjadi Maha Patih Majapahit.
Kepada Prabu Jaya Negara Halayudha menyarankan, Pu Aditya jauh berada di Dharmasraya, Dyah Gayatri adalah seorang biksuni berada di pertapaannya, Dyah Gitarya Tribuana dan Dyah Wiyat sebaiknya sering berada di Majapahit untuk dimintakan pendapatnya tentang Pemerintahan. Saran Mahapatih Halayudha ini dapat diterima Gusti Prabu.
Maha Patih Halayudha menyebar luaskan berita bahwa Prabu Jaya Negara telah sering melakukan perbuatan mesum dengan kedua adiknya Dyah Gitarya dan Dyah Wiyat. Dia laporkan telah tersebar luas berita perbuatan mesum Prabu Jaya Negara dengan kedua orang adiknya. Dia janjikan kepada Prabu Jaya Negara dia akan segera menangkap penyebar dan sumber berita itu.
Krewes adalah salah seorang kepercayaan Halayudha di kepatihan Daha. Krewes sering diajak dan hadir pada pertemuan rahasia Halayudha di rumahnya. Krewes tetap setia kepada Majapahit. Halayudha meminta Krewes agar menyampaikan berita perbuatan mesum antara Gusti Parabu dengan kedua adik perempuannya, kepada Patih Daha dan Dyah Gitarya dan Dyah Wiyat. Krewes adalah petugas Patih Daha Aria Tilam.
Halayudha minta agar dapat diatur pertemuannya dengan Dyah Gitarya dan Dyah Wiyat. Dalam pertemuan itu dia sampaikan telah banyak beredar berita, Prabu Jaya Negara sering melakukan perbuatan mesum dengan Dyah Gitarya dan Dyah Wiyat. Dia berusaha sepenuh tenaga akan segera menangkap orang-orang yang mengedarkan dan sumber berita itu.
Krewes sampaikan langsung kepada Dyah Gitarya dan Dyah Wiyat secara enam mata, telah lama berita itu beredar dan makin lama berita itu makin bertambah meruyak. Walaupun Halayudha menjanjikan akan segera menangkap pengedar dan sumber berita itu, tapi tak pernah seorangpun yang tertangkap.
Krewes menceritakan bahwa dia dapat berita langsung dari Halayudha. Sumber berita dan yang menyebarluaskan cerita Halayudha. Krewes meminta, sebaiknya Dyah Gitarya dan Dyah Wiyat membicarakannya langsung dengan prabu dan dilakukan pemantauan secara rahasia dan khusus ke kepatihan.
Diyah Gitarya dan Dyah Wiyat melaporkan langsung berita itu kepada Prabu Jaya Negara. Jaya Negara bersama kedua adiknya dan dua orang pengawal datang ke kepatihan. Dia dapati hanya ada dua orang pengawal. Pengawal melapor bahwa Maha Patih lagi tiduran dalam kamarnya. Prabu mendekati kamar. Terdengar suara Halayuda berbicara: “Persiapan kita telah lengkap, tinggal menunggu waktu yang baik untuk mengambil tindakan. Tidak lama lagi Prabu Jaya Negara akan tiada. Cah Ayu akan menjadi selir utama, kedua anak Karta Rajasa akan menjadi Parameswari. Halayudha akan dinobatkan menjadi Prabu Majapahit. Usaha tidak mungkin gagal karena organisasinya terorganisir baik dan berlapis.”
Baca juga: [10] Minangkabau: Wilwatikta Sebelum Majapahit
Pintu didobrak dan terbuka. Halayuda dan perempuan dalam keadaan tidak berpakaian. Halajudha melompat dengan keris di tangan. Seorang pemuda berbadan tegap melompat ke depan, menolak Prabu Jaya Negara ke samping. Kerisnya langsung menancap pada jantung Halayuda. Bahu Prabu Jaya Negara terluka kena keris Halayudha. Pemuda itu adalah seorang prajurit pengawal istana temannya Pu Aditya.
Atas usul Dyah Gitarya dan Dyah Wiyat Krewes diangkat menjadi Maha Patih dengan gelar Arya Tadah. Gajah Mada dinaikkan pangkatnya menjadi Senopati Bayangkara, Pengawal Istana.
Tahun 1319, dengan alasan menuntut balas atas kematian Mahapatih Halayudha, terjadi pemberontakan besar-besaran di bawah pimpinan Rakyan Kuti. Beberapa rakyan lainnya seperti Rakyan Wedeng, Ra Jayu, Ra Pangsa, Ra Tanca membantu Rakyan Kuti. Mereka dapat menduduki istana Majapahit. Jaya Negara terpaksa disingkirkan ke Badander, pergunungan kapur di Bojonegoro. Aria Tadah didukung Gajah Mada dapat mengalahkan kaum pemberontak dan menduduki kembali tahta Majapahit di Trowulan, Mojokerto.
Setelah pemberontak ditundukkan, Ra Tanca menyerah dan mengucapkan sumpah di hadapan Gajah Mada dan Jaya Negara. Dia akan selalu setia tidak akan melakukan perlawanan terhadap Majapahit dan raja rajanya. Setelah keamanan cukup pulih, Gajah Mada diangkat sebagai Patih Kahuripan. Sebagai Senopati pengawal istana ia digantikan Gajah Enggong.
Dengan beberapa orang pengawal Pu Aditya kembali dari Dharmasraya. Bersama Gajah Mada dia diserahi memimpin pembangunan ibu kota Majapahit. Pada 5 Agustus 1324 M, Pu Aditya diangkat sebagai Duta besar di kerajaan Mongol, Cina dibantu. senopati Naladewa.
Sepeningal Pu Aditya, Jaya Negara membentuk kerajaan Lasem dan Wirabumi. Untuk menjadikan Tumapel dan Wengker di bawah Majapahit, Dyah Gayatri Tri Buana Tungga Dewi dikawinkan dengan Raden Kudhamerta Sri Karta Wardhana, anak Adipati Tumapel. Dyah Wiat Raja Dewi dikawinkan dengan Raden Wijaya, anak Adipati Wengker. Tahun 1328 M diadakan upacara perkawinan keduanya.
~Penulis: Asbir Dt. Rajo Mangkuto
~Editor: Asraferi Sabri
~