Di suatu negeri: Negeri Jurai Bajiruek, tersebutlah alek, acara yang selalu dinanti-nanti penduduk negeri. Alek pacu jawi, acara pacu sapi semacam karapan sapi di Madura, demikianlah yang menjadi salah satu tempat anak negeri bersuka-ria.
Pada alek itu hanya ada dua jawi pacu (sapi pacuan) yang paling terkenal dan amat sangat sulit dikalahkan. Katakanlah bahwa dua ekor jawi pacu ini adalah calon-calon juara yang kemampuannya tidak jauh berbeda, tinggi sabanang (hanya berselisih sedikit saja) demikian kata orang banyak.
Kalupak Jawi Balang Pandai dan Kalupak Jawi Balang Puntuang, demikian nama kedua ekor jawi pacu itu. Dua jawi pacu yang amat rancak dan babigu (bagus, memiliki semacam wibawa). Konon kabarnya, menurut cerita Tan Tarulaik, lelaki paruh baya yang sehari-hari menjual kopi dan ketan serta pisang goreng di lepaunya.
Kalupak Jawi Balang Pandai dan Kalupak Jawi Balang Puntuang adalah dua ekor jawi kembar. Dua ekor jawi ini amat menarik hati.
Kalupak Jawi Balang Pandai adalah seekor jawi dengan bulu putih bersih, ada garis hitam membentang dari bagian kepala terus mendaki ke punuknya lalu berakhir di ekor. Dua kaki depan memiliki bulu halus kehitam-hitaman pada bagian lutut dan dua jari diatas kuku. Pahanya gempal, keempat kukunya hitam mengkilat. Ekor Kalupak Jawi Balang Pandai panjang tergerai dengan ujung ekor ditumbuhi bulu halus hitam mengkilap. Dua tanduknya panjang sekira sejengkal kurang, runcing berwarna kecoklatan.
Jika jawi ini berlari, amat merdu bunyi kuku kakinya beradu dengan bebatuan yang ia terjang. Tenaga Kalupak Jawi Balang Pandai amat kuat. Jawi ini mampu menghela sebuah pedati dengan muatan penuh di pendakian Tambuo, sebuah tanjakan terjal dengan bebatuan meruncing.
Seberat apapun beban, tetap saja akan ia hela dengan mudah dan tidaklah nafasnya akan terdengar mendengus sama sekali. Jawi ini amat jinak, jika hidungnya dielus oleh siapapun, matanya hanya akan mengedip sembari kedua kakinya merentak-rentak halus. Tetapi semenjak jawi ini menjadi jawi pacu orang kampung tidak lagi pernah melihat ia menghela pedati.
Sementara itu, Kalupak Jawi Balang Puntuang, yang sebenarnya adalah saudara kembar dari Kalupak Jawi Balang Pandai, juga tak kalah rancak dan manakah (bagus dan memiliki tampilan menarik hati).
Jika dipersandingkan kedua ekor jawi ini, hampir-hampir redup rono (daya tarik) dari Kalupak Jawi Balang Pandai. Perbedaan mereka hanya sedikit, Kalupak Jawi Balang Puntuang memiliki semacam surai halus di kuduk dan punuknya. Surai ini berwarna kemerah-merahan, dua lututnya botak sedikit berbentuk oval dengan bulu merah saga tumbuh di sekitar lutut botak itu, kuku kakinya coklat kemerahan, ekornya gemuk dengan bulu kasar menghitam. Tanduk Kalupak Jawi Balang Puntuang berbentuk lengkung kemerahan.
Tentang tenaga, entah siapalah yang lebih kuat. Kalupak Jawi Balang Puntuang juga pernah dipasangkan pada sebuah pedati. Tetapi apabila beban terasa berat, jawi ini akan mogok. Jika dipaksa berjalan, ia akan merenggutkan hidungnya, berlari mendongkak-dongkak (berlari sambil melejang-lejangkan kaki) ke sana ke mari.
Pernah pada suatu ketika, beban pedati cukup berat, Kalupak Jawi Balang Puntuang ini mendongkak tinggi (melejang tinggi), pedati penuh bermuatan padi itu terbalik, nafasnya mendengus keras, kedua bola matanya seolah memijarkan bara api. Jika jawi ini didekati oleh orang asing, ia akan mendengus-dengus marah, kepalanya digeleng-gelengkan, terkadang ia akan malasuh (mendengus keras sembari mengayunkan tanduknya menyerang orang).
- Baca juga: [2] Jawi Balang Puntuang
Mak Gindo si pemilik sudah mulai bosan melihat perangai si Kalupak Jawi Balang Puntuang. Akhirnya jawi itu dijual kepada Nyiak Ngunguah, seorang lelaki renta dengan semangat yang tak jamaknya orang tua. Lelaki renta yang amat kagum pada Kalupak Jawi Balang Puntuang.
Entah telah berapa kali Nyiak Ngunguah ini menjadi korban kebinalan Kalupak Jawi Balang Puntuang, gaek (orang tua) ini tak jera juga. Sama-sama keras kepala rupanya. Tak sekali dua Nyiak Ngunguah tabik suga, naik pitam atau sampai tabik simbabau, kesetanan menghadapi ulah jawi kebanggaannya. Entah dengan cara apa harusnya menghadapi Kalupak Jawi Balang Puntuang itu.
Coba tuan dan puan bayangkan, jika dihalau ia manyipak (menendang ke belakang dengan kuku mendatar dan menghantam sasaran). Jika ditarik ia akan mangikia (menyusun kedua kaki dengan rapat dan bertahan sekuat tenaga dan posisi kedua kaki belakang terkadang agak merenggang dan tubuh didoyongkan ke belakang).
Jangankan Nyiak Ngunguah yang sudah udzur, bahkan Ampang Limo Angek Garang seorang dubalang (petugas keamanan) yang bertubuh gempal dan bertenaga kuat itu saja tak sanggup menghela Kalupak Jawi Balang Puntuang jika sudah mangikia.
Orang biasa tentu sudah habis akalnya jika harus menghadapi Kalupak Jawi Balang Puntuang, hampir tak ada cara untuk menghadapi jawi katumbuahan (katumbuahan adalah semacam radang, bisul yang terasa ngilu dan mendenyut tanpa henti, katumbuahan juga merupakan semacam kata makian digunakan untuk sesuatu yang hampir selalu membuat seseorang merasa marah, kesal atau tersakiti) ini.
Coba bayangkan, jika terlambat memberi makan, tunggak kandang akan ia sinduak (ditanduk) padahal jika kandang itu runtuh badan buruknya juga yang akan ditimpa kasau dan atap, bukan orang lain. Jika terlambat memberi minum ia menyipak nyipak dan meraung-raung memekakkan telinga.
Jika sedang tabik abahnya (sedang muncul sifat angin-anginannya, muncul sifat yang tak biasa ia miliki) barulah ia akan berjalan dengan baik-baik tatkala dikeluarkan dari kandang atau ketika dihalau menuju padang rumput.
Hal yang amat jarang terjadi, karena lebih sering Kalupak Jawi Balang Puntuang membuat Nyiak Ngunguah menciratai-ciratai (menggerutu) karena apabila jawi ini ditarik, ia mangikia, jika dihalau ia manyipak.
Tak sekali dua pula Nyiak Ngunguah ini terjerembab ketika sedang menghela jawi kesayangannya yang sedang mangikia. Jika habis tenaga gaek ini menghela, akhirnya ia mengalah lalu berpindah ke belakang untuk menghalau. Tetapi apa nyana, Nyiak Ngunguah tertelentang kena sipak. Benar-benar tidak berakal Kalupak Jawi Balang Puntuang ini, amat sangat tak berperasaan………………[bersambung]
~Juaro Gunuang Marapi
**