bakaba.co | Agam | Rancangan Perda tentang Lembaga Kemasyarakatan Nagari dan Lembaga Kerapatan Nagari dan Lembaga Adat Nagari (disingkat: Ranperda LKN dan KAN) Kabupaten Agam memiliki banyak kelemahan dan perlu disempurnakan, dikaji ulang.
Bahkan jika materi aturan terkait Lembaga Adat Nagari akan melemahkan tatanan adat Minangkabau di nagari, Ranperda LKN dan LAN terbuka juga untuk tidak diteruskan menjadi Peraturan Daerah Kabupaten Agam.
Demikian mengemuka dalam diskusi Ranperda LKN dan LAN Kabupaten Agam yang diadakan Karapatan Niniak Mamak Minangkabau – Luhak Agam di ruang pertemuan RM Simpang Raya, Jambu Aia, Sabtu, 15 Januari 2022.
Diskusi terkait Ranperda LKN dan LAN menghadirkan Bupati Agam yang diwakili Asisten III Setda Agam Junaidi Dt. Gampo Alam nan Hitam, Ketua Komisi I Syaflin, beberapa orang anggota Komisi I DPRD Agam antara lain Feri Adrianto. Ketua DPRD Agam diwakili Zulhendrif Dt. Bagindo Labiah. Juga hadir dalam diskusi Kabag. Hukum Setda Agam Oyong Liza, serta Plt. Kadinas PMPN Pemkab Agam.
Karapatan Niniak Mamak Minangkabau – Luhak Agam yang menggagas diskusi menghadirkan Ketua Karapatan Niniak Mamak Minangkabau Mishar Dt. Mangkuto Sapuluah. Diskusi yang diikuti tiga puluhan niniak mamak pemangku adat dari berbagai nagari di Agam tersebut dipimpin Ketua Niniak Mamak Minangkabau – Luhak Agam Hz. Dt. Ambasa.
Masalah Ranperda
Raperda LKN dan LAN Agam yang membuat Karapatan Niniak Mamak Minangkabau – Luhak Agam menggelar diskusi karena dalam Ranperda bagian LAN (BAB III, pasal 45) menyatakan bahwa Lembaga Adat Nagari terdiri dari 3 lembaga yakni: 1. Kerapatan Adat Nagari, 2. Bundo Kanduang, 3. Parik Paga.
Mishar Dt. Mangkuto Sapuluah dalam kata pembuka mengatakan, peraturan apapun yang dibuat pemerintah terkait nagari di Minangkabau, juga di Agam penting memperhatikan nilai-nilai sosial adat.
“Aturan yang dibuat pemerintahan jangan sampai semakin melemahkan adat dan tatanan sosial nagari. Wakil masyarakat yang ada di DPRD Agam diharapkan ikut menjaga agar jalan tidak dialiah, cupak tidak dipapek,” kata Dt. Mangkuto Sapuluah.
Di bagian lain dalam diskusi yang dipimpin Az. Dt. Ambasa, Ketua Karapatan Niniak Mamak Minangkabau – Luhak Agam, Asbir Latief Dt. Rajo Mangkuto mengatakan, sistem sosial adat Minang itu berjalan dan diterapkan di nagari. Semua aturan dan ketentuan di nagari harus merujuk pada Bai’ah Marapalam tahun 804 H/1403 M. Bai’ah Marapalam atau Sumpah Sati Bukik Marapalam yang diikuti niniak mamak dan tokoh masyarakat dari seluruh kaum dari nagari-nagari di Luhak nan Tigo menetapkan landasan hidup masyarakat dan adat Minangkabau yaitu Adaik Basandi Syara’, Syara’ Basandi Kitabullah (Ain Ba Sin, Sin Ba Kaf, dikenal sekarang dengan ABS-SBK).
Bai’ah Marapalam kata Dt. Rajo Mangkuto juga menetapkan sistem pengelolaan masyarakat di nagari berdasarkan undang adat Minangkabau. Di mana, ada tiga institusi di nagari yakni Badan Ulil Amri (eksekutif), Majelis Amar Ma’ruf (legeslatif) dan Mahkamah Nahi Mungkar (yudikatif).
Ketiga institusi di nagari tersebut diisi dengan sumber daya manusia niniak mamak, alim ulama dan cadiak pandai. “Kita mengenal dan selalu menyebut pemimpin di nagari itu tungku tigo sajarangan yakni niniak mamak, alim ulama dan cadiak pandai,” ujar Asbir Dt. Rajo Mangkuto.
Tungku tigo sajarangan di nagari tambah Dt. Rajo Mangkuto berhimpun di lembaga adat yakni Karapatan Niniak Mamak, Karapatan Alim Ulama dan Karapatan Cadiak Pandai. “Di tingkat Minangkabau, tiga lembaga itu kita kenal dengan Rajo Tigo Selo yaitu Rajo Alam, Rajo Adat dan Rajo Ibadat. Harus diketahui, Rajo Tigo Selo itu bukan tiga orang raja tapi tiga lembaga yang keberadaannya ditetapkan waktu Bai’ah Marapalam,” papar Dt. Rajo Mangkuto.
Asbir Dt. Rajo Mangkuto pernah menjabat Walinagari di Nagari Simarasok, Baso dua kali. Pertama tahun 1950an, dan kedua tahun 2001-2006. Nagari awal merdeka kata Asbir Dt. Rajo Mangkuto dengan nagari setelah orde baru runtuh, sangat berbeda. “Banyak saja sekarang yang aneh-aneh di nagari. Lembaga baru dibuat seakan itu adalah lembaga adat, padahal tidak,” kata Dt. Rajo Mangkuto.
Komisi Satu DPRD
Ketua Komisi I DPRD Agam Syaflin dalam diskusi menyampaikan, Ranperda LKN dan LAN merupakan inisiatif DPRD Agam. Ranperda telah melalui tahapan kajian akademis dan penyusunan legal drafting. Tujuan Ranperda LKN dan LAN sebagai payung hukum agar lembaga atau organisasi masyarakat di nagari yang tidak diperhatikan, ke depan dapat dibiayai dengan anggaran pemerintah.
“Ranperda inisiatif dewan ini belum sempurna. Saran dan masukan dari niniak mamak terkait materi yang diatur Ranperda sangat kami butuhkan,” ujar Syaflin, Ketua Komisi I DPRD Agam.
Di bagian lain, anggota Komisi I Feri Adrianto mengatakan, Ranperda LKN dan LAN dibuat mengacu pada Permendagri 8 Tahun 2018 tentang Lembaga Kemasyarakatan Desa dan Lembaga Adat Desa. Persoalan yang kini dihadapi, Nagari di Sumbar dalam perspektif pemerintah adalah desa sebagaimana yang ada di Indonesia. Bukan nagari sebagaimana sistem pengelolaan masyarakat nagari di Minangkabau. Istilah nagari di Ranperda LKN dan LAN adalah kesatuan masyarakat hukum, bukan hukum adat, itu mengacu pada UU Desa.
“Jika dalam Ranperda ditulis nagari merupakan kesatuan masyarakat hukum adat, nanti Ranperda ini akan ditolak propinsi karena tidak sesuai dengan konsideran naturan lebih tinggi,” ujar Feri Adrianto.
Terkait materi LKN dan LAN di bagian Lembaga Adat Nagari yang dinilai niniak mamak tidak sesuai tatanan dan eksistensi lembaga adat ‘usali’ di nagari Minangkabau, Feri Adrianto sependapat perlu dikaji ulang lembaga adat yang dicantumkan para Ranperda yang sedang diproses.
“Masih terbuka ruang untuk menyempurnakan Ranperda ini. Dengan berbagai masukan dan saran untuk menyempurnakan, nantinya Ranperda ini dapat menguatkan kelembagaan masyarakat yang ada di nagari,” kata Feri Adrianto.
Terus Dimonitor
Karapatan Niniak Mamak Minangkabau – Luhak Agam yang memprakarsai diskusi, akan terus mengikuti perkembangan pembahasan Ranperda LKN dan LAN Kabupaten Agam.
“Berbagai pendapat dan pemikiran yang berkembang dalam diskusi memberikan gambaran bahwa pemahaman tentang nagari di Minangkabau umumnya, di Agam khususnya sedang menghadapi masalah. Kondisi tersebut menjadi perhatian Karapatan Niniak Mamak Minangkabau,” ujar Dt. Ambasa.
afs | bakaba