bakaba.co | Masyarakat adat Papua konsisten, taat menjalankan hukum adat mereka. Begitu juga masyarakat adat Bali dan Lombok. “Sementara Sumatera Barat dengan dominasi masyarakat adat Minangkabau, terus dilanda keraguan untuk menerapkan hukum adatnya.’
Demikian salah satu poin menarik disampaikan Dr. Wendra Yunaldi, SH, MH dalam diskusi dan sosialisasi ‘Penguatan adat dan Ekonomi Kenagarian Situjuh Batua’, Kabupaten Limapuluh Kota, 27 November 2019.
Diskusi yang berlangsung di Aula Pertemuan Nagari itu, dihadiri seluruh perangkat Nagari, Anggota KAN, LAN, BAMUS, Bundo Kanduang, kepala jorong, dan Kamtibmas Kenagarian Situjuh Batua. Diskusi menghadirkan dua orang nara sumber: Dr. Wendra Yunaldi, SH, MH dan Irwan, SHI, MH.
Wali Nagari Situjuh Batua, Don Veski Dt. Tan Marajo dalam sambutannya mengatakan, acara sosialisasi ini dilaksanakan untuk memperkuat identitas asli Nagari Situjuh Batua, agar ke depan, generasi muda kita tidak kehilangan nilai-nilai asli adat Nagari Situjuh Batua.
Lebih jauh Dt. Tan Marajo mengatakan, dengan keluarnya UU 6 Tahun 2014 tentang Desa dan Perda Sumatera Barat Nomor 7 Tahun 2018 tentang Nagari, peluang bagi Kesatuan Masyarakat Hukum Adat (KMHA) Nagari sangat besar untuk mewujudkan tatanan kepemimpinan adat berdasarkan filosofi adat Minangkabau.
Pada kesempatan itu, Wali Nagari Situjuah Batua sekaligus menyampaikan ke hadirin, tentang diangkatnya Dr. Wendra Yunaldi, SH, MH sebagai Tim Ahli Kenagarian Situjuh Batua membidang masalah Hukum, Pernag dan Kelembagaan Adat.
Konsisten
Dalam paparan soal hukum adat, Wendra mengatakan betapa Papua konsisten menyelesaikan pidana adatnya dengan Bakar Batu, Bali dengan peran Pecalangnya, serta Lombok dengan Perda Nomor 4 Tahun 2019 tentang mediasi melalui sistem hukum adat Lombok.
“Sumatera Barat semestinya dengan fungsi kelembagaan adat yang sudah ada, yang sudah tertata, mestinya mampu memperkuat pelaksanaan adat di seluruh kenagarian di Sumatera Barat,” kata Wendra yang meneliti dan membandingkan sistem hukum adat di Nusantara dalam tesis Doktoral-nya
Masyarakat adat Minangkabau sejak dulu telah punya Undang Adat Nan Ampek, Undang Luhak dan Rantau, Undang Duo Puluh, Undang Nagari, Undang-Undang Dalam Nagari yang didasari oleh cupak usali, cupak buatan, cupak tiruan, dan cupak nan piawai.
Beberapa studi yang dilakukan Wendra terkait pelaksanaan sistem ber-nagari di Sumatera Barat, terlihat kerancuan dalam memposisikan kelembagaan adat dalam nagari. Seperti manti yang dihapuskan dalam Perda Provinsi dan kedudukan bundo kanduang dalam limbago adat.
Perda Nagari Nomor 7 Tahun 2019 kata Wendra, mesti memperjelas dasar “adat basandi syara’, syara’ basandi kitabullah”, agar tidak lagi diperdebatkan anak nagari terkait dengan memposisikan hukum adatkah atau hukum syarak kah yang mesti dilaksanakan.
“Dalam konsepsi adat Minangkabau, persoalan ini telah selesai, dengan kesimpulan semakin kuat syara’, maka otomatis adat akan menjadi kuat. sebaliknya, jika adat runtuh, maka syara’ juga akan ikut runtuh. Oleh karena itu, pengaturan ini semestinya semakin memperkuat orisinilitas sistem kelembagaan adat Minangkabau, bukan malah merancukannya,” tegas Wendra Yunaldi.
Ketidakpahaman
Ada yang menarik temuan Wendra, munculnya istilah Nagari Adat di Perda Propinsi. Jelas, itu memperlihatkan bagaimana DPRD Provinsi Sumatera Barat tidak mengerti dengan konsep Kesatuan Masyarakat Hukum Adat Nagari.
“Nagari itu adalah salah satu dari infrastruktur adat Minangkabau. Jika muncul pula istilah Nagari Adat, tentu maknanya akan berbeda,” ujar Wendra.
Pada diskusi itu, Dr. Wendra Yunaldi, SH, MH mengajak seluruh pimpinan kelembagaan adat untuk terus mendalami falsafah nama nagari, sistem nilai, sistem hukum dan peran masing-masing lembaga yang adat agar ke depan Nagari Situjuh Batua dapat menjadi nagari yang benar-benar sesuai dengan susbtansi nagari di Minangkabau.
Pranata Adat
Nagari Situjuh Batua dalam dialog peserta dengan Dr. Wendra Yunaldi, SH, MH, diketahui berhasil mempertahankan pranata dan sistem kelembagaan adatnya. Hal itu terlihat dari penempatan posisi pucuk adat, pucuk kaum, ninik mamak, penghulu dan bundo kanduang.
Bahkan dengan hadirnya lembaga seperti
Peradilan Adat Nagari sebagai Badan Penyelesai Persengketaan dan Perselisihan Adat dan Sako (BP3AS) sebagai jaksanya Nagari, telah berperan aktif dalam menyelesaikan sengketa yang terjadi di Kenagarian Situjuh Batua.
Dalam sesi kedua, narasumber Irwan, SHI, MH, memaparkan terkait undang-undang dalam nagari mengenai peranan nagari mengembangkan potensi nagari terkait dengan tanah ulayat dan potensi lainnya dikembangkan untuk kepentingan anak nagari.
Nagari kata Irwan, harus menciptakan kelompok-kelompok ekonomi kreatif di rumah tangga dan kelompok, agar ketahanan ekonomi nagari dapat menciptakan kesejaterahan bagi kepentingan anak nagari.
“Nagari juga mesti bekerja sama dengan perantau. Kerja sama bukan dalam bentuk bantuan apalagi sumbangan. Kerjasama dapat dilaksanakan dalam model kerja sama ekonomi kreatif yang didanai perantau dan dilaksanakan bundo kanduang di nagari. Jika itu terwujud, bakal tidak ada lagi bundo kanduang yang tidak produktif, sekalipun sudah berusia tua,” kata Irwan.
~iRB/bakaba