bakaba.co | Bukittinggi | Proses penyidikan dugaan korupsi proyek RSUD Bukittinggi memasuki babak pengumpulan Barang Bukti (BB). Tim Satuan Khusus (Timsus) Pemberantasan Korupsi Kejaksaan Tinggi Sumbar, hari ini, Kamis, 25 Agustus 2022 turun dan geledah Kantor Dinas Kesehatan (DKK) Kota Bukittinggi. Belasan karung dokumen tertulis juga berupa dokumen digital terkait proyek RSUD Bukittinggi disita Timsus Kejati Sumbar.
“Kami hari ini turun ke DKK Kota Bukittinggi, mengumpulkan dokumen-dokumen terkait pembangunan RSUD Bukittinggi,” kata Ilham Wahyudi, Kasie Tindak Pidana Khusus Kejati Sumbar kepada wartawan saat tim kejaksaan berada di Kantor DKK Bukittinggi, di kawasan Aua kuniang.
Ilham mengatakan, proses hukum terkait dugaan korupsi pembangunan RSUD Bukittinggi masa anggaran APBD 2018-2019 sudah berada dalam tahap penyidikan. “Jadi kami perlu melengkapi beberapa dokumen-dokumen yang dibutuhkan,” ujar Ilham Wahyudi.
Kadis Kesehatan Kota Bukittinggi Linda Faroza, yang hadir saat tim penyidik Kejati Sumbar bekerja mengatakan, “Benar, ada tim dari Kejati yang datang ke DKK. Mereka meminta dan mengumpulkan dokumen-dokumen pembangunan RSUD tahun anggaran 2018-2019,” kata Linda Faroza kepada para wartawan.
Sampai Sore
Timsus Pemberantasan Korupsi Kejaksaan Tinggi Sumbar yang diturunkan ke DKK Bukittinggi berjumlah 9 orang. Tim sudah berada di Bukittinggi menjelang siang. Sebelum konsentrasi di kantor DKK, tim penyidik Kejati ke RSUD Bukittinggi di Jl. Bypass Gulai Bancah. Tim bekerja memilah, memilih dokumen yang terletak di beberapa ruangan DKK sampai sore.
Menanggapi terus berlanjut proses penyidikan dugaan korupsi proyek RSUD Bukittinggi, aktivis LSM Aliansi Rakyat Anti Korupsi (ARAK) Bukittinggi mengatakan, adanya dugaan terjadi korupsi yang merugikan keuangan negara atau daerah segera ditetapkan para tersangkanya, para pelakunya.
“Tim penyidik Kejati tentu kita harap bekerja lebih cepat, spartan, segera menetapkan para tersangka. Dengan begitu, masyarakat Bukittinggi tidak beropini dan berasumsi liar lagi tentang kebenaran fakta adanya korupsi pada proyek pembangunan RSUD Kota,” kata Young Happy, yang menjadi Wakil Ketua di LSM ARAK.
Kronologi Proyek RSUD
Proyek Pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kota Bukittinggi dilaksanakan saat Bukittinggi dipimpin Walikota Ramlan Nurmatias. Proyek multiyear APBD murni tahun 2018, 2019 dan 2020. Proyek RSUD Bukittinggi mulai diproses Juni 2018 dengan rekanan pemenang lelang PT Bangun Kharisma Prima (BKP), Jakarta. Dan Manajemen Konstruksi/MK: PT. Artefak Arkindo. Nilai kontrak Rp. 102.267.533.000, dengan nomor kontrak kerja: 64/SP/DKK-BKT/VIII/2018. Masa pelaksanaan 660 hari. Proyek mulai dikerjakan Oktober 2018.
Masalah RSUD mulai terungkap 11 Juni 2019, saat anggota DPRD Bukittinggi meninjau proyek RSUD ke lapangan. Ternyata ada masalah, ternyata bobot pekerjaan PT BKP minus (deviasi) 11 persen. Pekerjaan pembangunan RSUD Bukittinggi yang sudah berjalan 44 minggu, mestinya sudah 32 persen. Kenyataannya baru 21 persen.
Terbukanya kondisi proyek yang ‘lelet’, tiga hari kemudian, 14 Juni 2019, PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) yang dijabat Andrian Ramli menerbitkan Surat Peringatan pertama (SP-1). Kontraktor diberi waktu 5 minggu untuk mengejar kekurangan bobot pekerjaan (deviasi) 11 persen sekaligus berusaha memenuhi bobot sesuai skedul/waktu.
Setelah SP-1 berjalan 5 pekan, PT BKP tidak bisa memenuhi target menutup deviasi. Kontraktor hanya mampu menambah bobot kerja 1 persen, dari 22 persen jadi 23 persen.
Baca juga: Kejati Sumbar Kejar Dugaan Korupsi Proyek RSUD Bukittinggi
Pada 22 Juli 2019 PPK menerbitkan Surat Peringatan kedua (SP-2). SP-2 diterbitkan dengan memberi waktu selama 7 pekan kepada PT BKP untuk mengejar deviasi yang semakin tinggi yakni 18 persen.
Progres selama SP-2 tidak terpenuhi, pada 3 September 2019 diterbitkan SP-3 dengan tanggung jawab hanya mengerjakan atau menambah bobot kerja 4,3 persen dan mengabaikan deviasi 19 persen. Jika rekanan itu berhasil mengerjakan atau menambah bobot 4,3 persen selama 4 minggu maka pekerjaan akan diteruskan oleh rekanan/PT BKP tanpa diputus kontrak.
Setelah diberi waktu 4 minggu, PT BKP tetap tidak mampu menambah bobot 4,3 persen. PPK akhirnya, 7 Oktober 2019, mengeluarkan Surat Pemutusan Kontrak.
Uang Muka dan Jaminan
Saat putus kontrak, bobot kerja terealisasi hanya 25,9 persen. Sementara pemerintah sudah mencairkan anggaran kepada kontraktor PT BKP Rp 32 miliar, terdiri dari uang muka Rp 15 miliar, dan uang termyn Rp 17 miliar.
Terjadinya putus kontrak, PPK bisa meng-klaim jaminan pelaksanaan senilai Rp 5 miliar dari Bank Bukopin. Sementara jaminan uang muka senilai Rp 15 miliar yang sudah diambil PT BKP dengan penjamin PT Asuransi Rama Satria Wibawa, Jakarta sampai tidak bisa dicairkan PPK.
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 (pasal 30 ayat 4 poin a, b, c): jaminan tidak bersyarat, mudah dicairkan dan waktu pencairan 14 hari kerja setelah disampaikan surat klaim oleh PPK.
Tidak mampunya PT BKP menjalankan pekerjaan proyek pembangunan RSUD Bukittinggi sesuai skedul, ada indikasi kelalaian sejak proses lelang dan pemberian toleransi yang berlebihan dari para pihak.
Pembangunan RSUD Bukittinggi setelah putus kontrak dengan PT BKP, kembali dilanjutkan pengerjaannya. Berdasarkan lelang ulang, lanjutan proyek ditetapkan pemenang tender PT. Mitra Andalan Sakti. Lanjutan pembangunan dengan nilai kontrak Rp 80.547.392.709,- dan selesai 18 Oktober 2020. Pada tanggal 18 Januari 2021, satu bulan sebelum Walikota Bukittinggi yang baru dilantik, RSUD Bukittinggi diresmikan Ramlan Nurmatias
Kerugian Negara Rp 16,5 Miliar
Persoalan proyek RSUD Kota Bukittinggi yang putus kontrak dengan kontraktor awal, PT BKP, masuk dalam pemeriksaan BPK-RI Sumbar. Dalam LHP (Laporan Hasil Pemeriksaan) BKP Sumbar tahun keuangan Pemko Bukittinggi 2019, terkait proyek RSUD Bukittinggi ditemukan terjadinya potensi kerugian keuangan negara sebesar Rp 12.074.676.488. Potensi kerugian negara itu karena tidak bisanya diklaim/dicairkan jaminan uang muka proyek RSUD yang diterima PT BKP dengan penjamin PT Asuransi Rama Satria Wibawa, Jakarta.
Selain indikasi terjadinya kerugian negara Rp 12.074.676.488, juga terkuak adanya pekerjaan yang sudah dikerjakan dan masuk bobot pekerjaan PT BKP, ketika proyek dilanjutkan rekanan baru dimasukkan lagi. Dugaan kerugian negara atas adanya overlapping bagian proyek itu negara terindikasi rugi Rp 4,5 miliar.
Kasie Penkum Kejati Sumbar Fifin Suhendra seperti diekspos banyak media Juli 2022, total indikasi terjadinya kerugian negara pada proyek RSUD Bukittinggi Rp 16,5 miliar lebih.
20 Saksi Diperiksa
Indikasi terjadi dugaan korupsi proyek RSUD Bukittinggi sudah ditangani Kejati Sumbar sejak Maret 2022. Di mana Kejati mengeluarkan Surat Perintah Penyelidikan Nomor: Sprint 03 /L.3/Fd.1//03/2022 tertanggal 23 Maret 2022.
Enam bulan Tim Kejati bekerja, sudah memanggil para pihak, ASN yang terkait dengan proyek RSUD Bukittinggi. Mulai dari pejabat dan mantan pejabat Kepala DKK, PPK, PPTK, kelompok kerja, sekretaris dan mantan sekretaris DKK Bukittinggi.
“Sampai tahap ini, tim penyidik Kejati sudah memanggil dua puluh orang, yang diperiksa sebagai saksi terkait proyek RSUD Bukittinggi,” kata Ilham Wahyudi.
| ken | afs