Pancasila dan Revolusi Industri 4.0

redaksi bakaba

Seperti gurita, revolusi industri menurut Soerjono Soekanto telah menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain

~ Dr. Wendra Yunaldi, SH, MH.

Revolusi industri tahun 1776 sebagai awal titik balik sejarah peradaban manusia. Penemuan James Watt terhadap mesin uap telah mengubah paradigma masyarakat dari serba fisik, tenaga, dan manual berpindah kepada penggunaan uap sebagai sumber energi untuk menggerakkan kapal, kereta api, serta penemuan-penemuan baru yang menggantikan fungsi alam dan tenaga manusia.

Pasca diperolehnya keuntungan besar dengan tidak lagi menggantungkan fungsi kehidupan kepada alam dan tenaga manusia.

Konsep lini produksi yang dimulai tahun 1913, manusia tidak lagi bekerja sebagai buruh mengerjakan semua jenis pekerjaan, akan tetapi, setiap orang sudah ditempatkan berdasarkan spesialis kerja dibantu oleh ban berjalan dan listrik.

Ketika ban berjalan dan listrik menempati fungsi strategis, peran manusia semakin berkurang dengan ditemukannya mesin, robot dan komputer untuk mengerjakan banyak hal. Perang merupakan alasan penting ditemukannya komputer Z.3 oleh Konrad Zuse dan Colossus tahun 1945 oleh Inggris.

Perkembangan teknologi yang demikian pesat dengan beragam inovasi yang spektakuler. Pada tahun 2011 dalam acara Hannover Trade Fair Jerman memulai untuk menyusun langkah-langkah strategis untuk menerapkan industri 4.0. Kemudian dilanjutkan oleh Angela Markel pada tahun 2015 di acara World Economic Forum (WEF).

Paska pertemuan HTF tahun 2011 dan WEF tahun 2015, negara-negara penghasil industri besar menggelontorkan banyak dana untuk melakukan riset-riset teknologi baru guna meningkatkan temuan-temuan baru yang bermanfaat untuk peningkatan kualitas hidup umat manusia. Machine learning menjadi puncak dari revolusi industri 4.0.

Dari tahapan perkembangan peradaban umat manusia, yang dimulai dengan revolusi industri 1.0 sampai dengan revolusi industri 4.0. Peningkatan dalam bidang ekonomi, pertahanan negara, kesejahteraan, dan pola hidup umat manusia.

Seperti gurita, revolusi industri menurut Soerjono Soekanto telah menjalar dengan cepat ke bagian-bagian dunia lain.

Perkembangan ini oleh Roger dan Shoemaker disebut sebagai hasil dari pembangunan yang telah mengubah dinamika sosial masyarakat melalui desakan ide-ide baru yang terus menerus dibawa oleh teknologi. Mesin yang memiliki kemampuan untuk belajar memiliki keahlian luar biasa untuk menyelesaikan problem umat manusia.

Di sisi lain, August Comte telah memetakan arah perkembangan tahapan pemikiran manusia dari theologis, metafisis dan positifis. Pikiran-pikiran yang bermuatan nilai digantikan dengan fakta, data, dan aspek-aspek yang objektif realistis.

Kombinasi mesin yang berpikir dengan pemikiran yang serba nyata dan kongkrit realistis, telah berhasil menggeser perhatian manusia kepada tatanan nilai baru yang tidak lagi dibangun di atas budaya theologis dan metafisis. Rasionalisme telah menjadi segala-galanya menggantikan kesadaran Ketuhanan, Kemanusiaan, dan nilai-nilai pada masyarakat.

Pancasila yang tersusun berdasarkan nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, dan nilai-nilai yang hidup pada masyarakat, dengan sendirinya terdistorsi oleh muatan kebutuhan dan gaya hidup yang diproduksi oleh teknologi, dan maupun cara pandang positifistik.

Sebagai weltanschauung atau pandangan hidup dunia, Pancasila berhadapan dengan tatanan pandangan hidup dunia baru yang ditawarkan oleh produk revolusi industri. Kemampuan mesin menggantikan peran manusia, dan perubahan paradigma berpikir dari nilai kepada fakta objektif, pada akhirnya menghilangkan daya tarik Pancasila.

Contradictory ideas Pancasila yang berkepentingan terhadap manusia dengan mesin yang dapat belajar (machine learning) serta rasionalisme yang didukung oleh negara melalui produk hukum, politik, ekonomi, dan pendidikan menghilangkan peran substansial Pancasila sebagai pandangan hidup berbangsa.

Banyak negara pasca revolusi industri 3.0 telah mengalami keguguran virtue pandangan dunia mereka. Tema welfare state dan globalisasi semakin menguatkan keyakinan manusia di berbagai belahan dunia tentang arti penting pemenuhan kebutuhan hidup daripada sekedar nasionalisme dan maupun humanisme.

Pasca revolusi industri 4.0, kondisi ini tentu menjadi perhatian untuk mencarikan model serta pendekatan yang lebih prospektif agar Pancasila tidak hanya sekedar menjadi “bacaan wajib” dengan mengabaikan urgensinya menjadi cara pandang manusia Indonesia berkehidupan dalam era revolusi industri 4.0.

Konsistensi pendiri bangsa dalam memperkuat tatanan nilai ke-Indonesiaan dengan tidak terpengaruh oleh dinamika revolusi industri 3.0 menjadi catatanan penting makna kehadiran
sebagai nilai yang tidak mudah tergerus oleh produk-produk industri.

Kuatnya arus globalisasi dan positifistik pasca perang dunia 1 dan 2, melalui against the dominant current pendiri bangsa tetap memperkokoh semangat ke-Tuhanan, kemanusiaan dan budaya bangsa dalam Pancasila.

Artikulasi itu menjadi penting dalam rangka formulasi tafsir otentik Pancasila dalam menghadapi era revolusi industri 4.0. Sehingga Pancasila benar-benar hadir untuk menjawab tantangan masa depan bangsa Indonesia.**

*Penulis, Dosen pada Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
**Gambar oleh prettysleepy1 dari Pixabay 

Next Post

Marfendi: Heboh Prostitusi Online, Andre Cuci Tangan

Charles Simabura bertanya, kalau video di akun Instagram Andre yang terkait dengan hal ini bisa dijerat dengan UU ITE? Roni dengan tegas menyatakan: "Bisa. Kalau pihak hotel mau menggunakan itu dalam hal pencemaran nama baik," kata Roni.
Diskusi di Kopi Seduh - bakaba.co

bakaba terkait