Jakarta, Bakaba.co – Rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai PPN 12 persen pada Januari 2025 menuai kritik dari Wakil Ketua Komisi VII DPR, Evita Nursanty. Ia mengingatkan dampak kebijakan ini terhadap sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM), terutama di tengah ekonomi nasional yang masih dalam tahap pemulihan.
“Pemerintah perlu mempertimbangkan alternatif yang lebih inklusif dan mendukung keberlanjutan sektor UMKM. Alih-alih menaikkan PPN, sistem perpajakan yang lebih efektif dapat menjadi solusi,” ujar Evita dalam keterangannya, Rabu (20/11/2024).
Dampak Langsung terhadap Harga dan Daya Beli Masyarakat
Kekhawatiran terhadap Penurunan Daya Beli
Kenaikan PPN ini, meskipun diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), dinilai akan berdampak langsung pada harga barang dan jasa. Evita menjelaskan bahwa kenaikan ini tidak hanya akan memengaruhi pelaku usaha, tetapi juga menurunkan daya beli masyarakat, khususnya kelompok menengah ke bawah.
Baca juga: Kenaikan PPN 12 Persen: Ajakan Frugal Living dan Dampaknya pada Ekonomi
“Saat harga barang naik, daya beli masyarakat pasti turun. UMKM yang bergantung pada stabilitas daya beli akan menghadapi tantangan besar. Produk mereka cenderung tidak terjual, dan ini bisa mengganggu arus kas usaha,” terangnya.
Potensi Risiko bagi UMKM sebagai Tulang Punggung Ekonomi
Ketidakmampuan UMKM dalam Bertahan
Menurut Evita, UMKM yang merupakan tulang punggung ekonomi nasional, berisiko mengalami penurunan penjualan signifikan akibat kenaikan ini. Ketidakmampuan mempertahankan stabilitas keuangan dapat memaksa banyak UMKM menghentikan operasinya.
“Jika kebijakan ini diterapkan pada waktu yang tidak tepat, dampaknya akan semakin buruk. Pertumbuhan ekonomi tahun depan bisa berada di bawah target,” tambah Evita.
Alternatif Solusi: Fokus pada Administrasi Pajak dan Efisiensi Anggaran
Pentingnya Perbaikan Sistem Pajak
Evita menilai pemerintah seharusnya lebih fokus pada pembenahan administrasi pajak dan efisiensi belanja negara daripada membebani UMKM. Hal ini dianggap lebih bermanfaat bagi perekonomian secara keseluruhan.
“Kami memahami ada pengecualian untuk barang kebutuhan pokok, pendidikan, dan layanan kesehatan, tetapi banyak produk UMKM yang akan terdampak. Harga produk lokal akan lebih mahal, membuat daya saing di pasar menurun,” jelasnya.
Dorongan untuk Membuka Pasar Domestik dan Internasional
Akses Pasar bagi Produk UMKM
Evita juga menyoroti perlunya dukungan pemerintah dalam membantu UMKM mendapatkan akses pasar domestik dan global. Produk UMKM perlu dipasarkan tidak hanya di dalam negeri, tetapi juga di kancah internasional untuk meningkatkan daya saing.
“Pemerintah bisa memfasilitasi kerja sama UMKM dengan BUMN atau Pemda untuk membantu memasarkan produk mereka,” ujarnya.
Digitalisasi sebagai Solusi untuk Meningkatkan Daya Saing UMKM
Pentingnya Melek Digital bagi UMKM
Di era globalisasi, Evita menekankan pentingnya pelatihan digitalisasi bagi UMKM. Dengan memanfaatkan pasar digital seperti e-commerce, UMKM dapat meningkatkan penjualan sekaligus menjangkau lebih banyak konsumen.
“UMKM harus melek digital. Jika tidak, mereka akan tertinggal. Pelatihan dan bimbingan teknis dari pemerintah sangat diperlukan untuk mendukung mereka masuk ke pasar digital,” katanya.
Perlu Kebijakan yang Lebih Berpihak pada UMKM
Kenaikan PPN 12 persen yang akan berlaku pada awal tahun depan dinilai berpotensi menambah beban UMKM dan masyarakat. Evita Nursanty mendorong pemerintah untuk mempertimbangkan kebijakan yang lebih inklusif, efisien, dan berpihak pada sektor UMKM demi menjaga stabilitas ekonomi nasional.
rst | bkb