Memperlakukan Agama

redaksi bakaba

Agama bukanlah simbol, tapi untuk memelihara kehidupan kita yang diciptakan oleh Yang Maha Hidup. Kenikmatan hidup dirasakan ketika keyakinan kepada agama diiringi dengan menjalani hidup di bawah aturan agama.

Memperlakukan - agama - Al qur'an - Gambar oleh Fauzan My dari Pixabay
Gambar oleh Fauzan My dari Pixabay
Buya Irwandi
Buya Irwandi

Memperlakukan Agama –  RIAZ HASSAN, peneliti dari University Adelaide, Australia, pada tahun 2006 menerbitkan hasil penelitiannya tentang kesadaran keagamaan dan sosial umat Islam di empat negara yang penduduknya mayoritas muslim, yaitu Indonesia, Pakistan, Mesir, dan Kazakhstan.

Sebanyak 4.500 orang ditanya tentang kepercayaan mereka kepada Allah dan komitmen menjalankan ibadah. Hasilnya, mereka yang ditanya di Indonesia, Pakistan, dan Mesir sebanyak 97 persen setuju dengan pernyataan bahwa ‘saya yakin Allah benar-benar ada dan saya tidak ragu tentang hal itu’.

Berbeda dengan kaum muslimin di Kazakhstan. Dari 970 orang, hanya sepertiga (31 persen) yang percaya bahwa Allah benar-benar ada tanpa ragu.

Lalu, dari 1.472 orang Indonesia yang ditanya, 96 persen mengaku melaksanakan shalat lima waktu secara rutin. Posisi kedua ditempati Mesir (90 persen), dan yang mengejutkan hanya 57 persen dari 1.185 orang Pakistan melaksanakan shalat. Umat Islam di Kazakhstan paling jarang shalat lima waktu. Hanya 5 persen dari 1.000 orang yang mengatakan bahwa mereka shalat lima waktu.

Untuk berpuasa, muslim Indonesia, Mesir, dan Pakistan mayoritas melaksanakannya dengan ketat. Sementara hanya 19 persen umat Islam Kazakhstan yang berpuasa di bulan ramadhan.

Bersyahadat dan Bersyariat

Kesalehan seseorang ternyata tak selamanya berbanding lurus dengan wilayah tempat mereka berdiam. Pakistan yang secara nyata menyatakan diri sebagai negara Islam tak menjadi jaminan untuk mencerminkan kesalehan rakyatnya. Dari sisi keyakinan terhadap perkara yang wajib diimani mereka cukup menonjol, tapi jauh kalah dari sisi pengamalan dibanding Mesir dan Indonesia.

Begitu juga dengan Kazakhstan. Sebagai sebuah negeri di Asia Tengah dengan penduduk sekitar 18 juta orang dan lebih sepertiga adalah muslim, umat Islam di Kazakhstan jauh kalah dibanding muslim di tiga negara lainnya dalam pola keyakinan dan pelaksanaan ibadah.

Bersyahadat dan bersyariat adalah dua hal yang tak boleh dipisahkan. Syahadatain adalah sumpah di hadapan Allah untuk menjadikan-Nya sebagai Rabb dan beriman bahwa Nabi Muhammad Shallallaahu ‘alaihi wa Sallam sebagai Rasul-Nya.

Sisi berikutnya adalah bersyariat, yaitu mau beribadah hanya kepada-Nya. Ibadah tak hanya dalam wujud ritual, tapi menjalankan syariat (aturan hidup) yang diwahyukan-Nya.

Penggabungan syahadat dan syariat dijelaskan Allah melalui wahyu-Nya: Maka ketahuilah bahwa tidak ada Tuhan yang patut disembah selain Allah. Mohonlah ampun kepada Allah atas dosamu sendiri dan dosa orang mukmin laki-laki dan perempuan. Allah mengetahui tempat kembali dan tempat tinggal kalian di akhirat kelak (Surah Muhammad, 47:19)

Dalam ayat itu, perintah untuk mengetahui dan meyakini bahwa tidak ada Tuhan selain Allah diiringi dengan perintah untuk memohon ampun kepada-Nya. Artinya, ayat ini mengisyaratkan bahwa bersyahadat wajib diiringi dengan bersyariat.

Di samping ayat-ayat tentang iman dan ibadah, al-Qur’an juga mengandung ayat-ayat tentang hidup kekeluargaan, perkawinan, perceraian, hak waris dan sebagainya sebanyak 70 ayat. Juga, terdapat 70 ayat tentang perdagangan, gadai, perekenomian, jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, perseroan, kontrak, dan sebagainya.

Selain itu, perkara yang terkait dengan pidana sebanyak 30 ayat, 25 ayat tentang hubungan muslim dan non-muslim, 13 ayat tentang peradilan, 10 ayat tentang pola relasi antara orang kaya dan miskin, dan 10 ayat tentang ketatanegaraan.

Ayat-ayat tentang hukum seperti dikemukakan di atas memang sedikit. Dari ayat-ayat hukum yang sedikit itu, Rasulullah menganjurkan para sahabat untuk mengambil kaidah-kaidah atau prinsip-prinsip umum. Karenanya, Islam membuka pintu untuk berijtihad sebagai upaya untuk mengerahkan segala daya dan upaya untuk merumuskan jawaban hukum atas berbagai persoalan.

Baca juga: Jiwa-Jiwa yang Kembali

Ijtihad itu – sehingga ajaran Islam dapat merespon sesuai dengan segala lintasan waktu dan zaman. Hikmah lainnya, antara keimanan kepada Allah Ta’ala dan cara menjalani hidup dengan segala kompleksitasnya tetap berjalin erat.

Islam Kaffah

Ada orang mengaku bertuhan, tapi tak mau beragama. Barangkali, kita sulit mengenali mereka, karena terkadang mereka tak mau memberi pengakuan. Namun, dari ucapan, pikiran, dan tindakan mereka identitas bertuhan tapi tak beragama dapat dibaca.

Ada seorang pebisnis yang berucap; “Saya tetap shalat, tapi kalau cara berbisnis tak mungkin dikaitkan dengan ajaran agama.” Ada pula wanita yang berkilah, “Saya tetap beriman kepada Allah, tapi cara saya menutup aurat tak ada hubungannya dengan keimanan saya kepada Allah.”

Agama bukanlah simbol, tapi untuk memelihara kehidupan kita yang diciptakan oleh Yang Maha Hidup. Kenikmatan hidup dirasakan ketika keyakinan kepada agama diiringi dengan menjalani hidup di bawah aturan agama.

Semua itu hanya terwujud manakala beragama sepenuh hati melalui pengamalan ajaran Islam secara kaffah (keseluruhan): Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu (QS. Al Baqarah: 208).

Ketika menafsirkan ayat ini, Imam Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan: Allah ta’ala berfirman menyeru para hamba-Nya yang beriman kepada-Nya serta membenarkan rasul-Nya. Untuk mengambil seluruh ajaran dan syari’at; melaksanakan seluruh perintah dan meninggalkan seluruh larangan sesuai kemampuan mereka (Tafsir Ibn Katsir 1/335).

Menurut pemahaman al-Qur’an bahwa Islam kaffah adalah Islam yang terpadu dalam keyakinan, perkataan, dan perbuatan. Islam kaffah tidak hanya mengedepankan aspek spiritual, tapi juga memfasilitasi aspek material, mengutamakan ilmu pengetahuan tanpa memilah dan memilih asal usul ilmu pengetahuan (baca surah az-Zumar: 9). Islam kaffah juga memadukan masa lalu, masa sekarang dan masa depan, serta mengakui dan menghargai tempat di mana umat Islam menjalani kehidupannya.

Islam kaffah juga menjunjung tinggi dan memperjuangkan nilai-nilai universal, seperti keadilan (an-Nahl: 90; an-Nisa: 58), perdamaian (al-Anfal: 61), keamanan (al-Nur: 55), dan kesejahteraan (an-Nisa: 9). Islam kaffah bukan semata-mata dalam bentuk lahiriah, formal, atau aspek-aspek instrumental yang bisa berubah sesuai perkembangan waktu dan tempat. Namun mengutamakan keyakinan dan akhlak atau perilaku yang mengasihi sesama Muslim dan semua umat manusia, tumbuhan, hewan, dan alam semesta.**

*Penulis, Dosen IAIN Bukittinggi, E-mail: irwandimalin@gmail.com
**Gambar fitur oleh Fauzan My dari Pixabay 

Next Post

Gerakan Cinta Sedekah Menolong Warga Nagari

"Masih banyak warga yang tidak tercover program bantuan pemerintah. Kita, meski belum banyak dan mencukupi, berupaya terus ikut membantu warga," kata Dendi.
Gerakan Cinta Sedekah di Nagari Gantung Ciri

bakaba terkait