Masalah Pasar Atas: Jebakan Batman untuk Pedagang

redaksi bakaba

“Begitu diteken, isi perjanjian toko sewa murni, dan kartu kuning ditarik Pemda, semuanya langsung berubah. Hak dasar pedagang lama hilang selamanya. Jadilah pedagang biasa, yang menyewa toko saja lagi.”

Jebakan Batman, Pedagang Pasar Atas di DPRD Bukittinggi
Pedagang Pasar Atas di DPRD Bukittinggi

bakaba.co | Bukittinggi | Jebakan Batman kembali dilakukan Pemda Bukittinggi terhadap pedagang pemilik toko pemegang kartu kuning Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi.

“Pemilik toko yang tidak kunjung paham permainan Pemda akan  kehilangan hak atas toko untuk selamanya. Hak dasar pedagang sebagai pemegang kartu kuning toko, diubah Pemda menjadi sewa murni, kontrak tahunan. Padahal selama ini pedagang membayar retribusi toko sesuai aturan.”

Peringatan itu disampaikan Yulius Rustam, Ketua Perhimpunan Pemilik Toko Korban Kebakaran Pasar Atas (PPTKKPA) Bukittinggi dalam percakapan dengan bakaba.co, kemarin, 10 Juli 2020.

Masalah antara pedagang pemegang hak kartu kuning atas 763 toko dengan Pemda Bukittinggi tidak kunjung bertemu. Pemda tetap dengan pendirian, setelah dibangun kembali dengan dana APBN, pusat pertokoan Pasar Atas berada di bawah kekuasaan Pemda. Pemda menghilangkan hak dasar pemegang kartu kuning yang sejak 1974 membayar retribusi toko. Pemda memberlakukan ketentuan baru, toko Pasar Atas yang baru diubah jadi sewa murni.

Para pedagang pemegang hak kartu kuning menolak perlakuan Pemda yang menghilangkan hak dasar pedagang. Pertokoan Pasar Atas yang terbakar 30 Oktober 2017 mendapat perhatian Pemerintah Pusat dengan menurunkan dana Rp292 miliar untuk merehabilitasi pasar yang terbakar. Ketegasan rehabilitasi Pasar Atas itu tertulis jelas dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2018, pasal 5 (ayat 1) sebagai dasar turunnya dana APBN.

“Dengan direhabilitasinya pertokoan yang terbakar oleh pemerintah, semua hak yang melekat pada pedagang pemegang kartu kuning yang lama  tidak boleh dihilangkan Pemda,” ujar Yulius Rustam.

Perbedaan pandangan itu tidak kunjung selesai karena Pemda tidak membuka ruang musyawarah. Pedagang pemilik kartu kuning mengadu ke DPRD Kota Bukittinggi. Sudah 6 kali menyampaikan aspirasi, pedagang meminta DPRD menjembatani perbedaan prinsip antara pedagang dengan Pemda Bukittinggi pasca selesainya rehabilitasi pasar, tidak ada hasilnya. DPRD yang tidak pernah dilibatkan Pemda soal Pasar Atas, tidak berdaya setiap kali pedagang mendatangi kantor DPRD.

“DPRD hanya bisa menampung aspirasi, tidak bisa melunakkan sikap Pemda agar mau bermusyawarah dengan pedagang dalam mencari titik temu untuk kebaikan bersama,” kata Yulius Rustam.

Tanpa Ketetapan Jelas

Dalam menindaklanjuti pengisian dan pengoperasian toko-toko Pasar Atas, Pemda Bukittinggi, dalam hal ini Walikota sebagai pimpinan eksekutif kota, tidak pernah mengeluarkan ketetapan resmi yang jelas. Tidak ada sebuah surat keputusan berupa Peraturan Walikota atau Surat Keputusan Walikota yang bisa dilihat  sebagai dokumen resmi administrasi kerja pemerintah. Pedagang, juga masyarakat tidak bisa melihat apa yang menjadi dasar aturan, ketentuan Pemda Bukittinggi bahwa toko Pasar Atas tidak lagi sistem retribusi tapi sistem sewa murni. Siapa yang berhak mendapatkan petak-petak toko, apa yang menjadi dasar besaran sewa yang setiap lantainya berbeda, bagaimana sistem pembagian petak toko dan penetapan jenis usaha, bagaimana cara dan dasar loting dilakukan dan hal-hal lain aturan dan ketentuan sebagai bentuk administrasi suatu pemerintah. Bahkan, apa aturan dan ketentuan yang menjadi dasar toko-toko digratiskan dari kewajiban sewa selama 6 bulan, tidak pernah dikeluarkan surat ketetapan Pemda atau Walikota.

Baca juga: Hak Pedagang Hilang Saat Setujui Sistem Sewa

Semua ditetapkan dan diatur dengan pengumuman berkala Kepala Dinas Koperasi dan Perdagangan Pemda. Mulai pengumuman bahwa toko Pasar Atas sistem sewa murni, pedagang lama harus mendaftar ulang, meski Perpres tidak mengatur demikian. Juga waktu loting, penyerahan kunci toko, semua secara berkala diumumkan dengan ditempel di dinding mesjid raya.

“Begitulah cara Pemda Bukittinggi mengurus pasar, seenak sendiri, selalu merasa benar sendiri dan selalu mencari pembenaran sendiri, bukan mencari suatu kebenaran untuk kepentingan bersama,” kata Yulius Rustam dalam suatu pertemuan dengan DPRD Bukittinggi, 6 Juli 2020.

Loting Toko

Pemda dengan memakai Dinas Koperasi-nya sebagai ujung tombak, terus dengan prinsip. Tidak hiraukan pengaduan aspirasi pedagang kepada DPRD. Pembagian toko dengan cara loting dilakukan Dinas Koperasi. Perhimpunan pedagang mencoba mengingatkan para pedagang akan kena ‘jebakan Batman’. Saat pedagang pemegang kartu kuning ikut loting, meneken perjanjian menerima digratiskannya sewa toko 6 bulan, saat itulah semua hak dasar pemegang kartu kuning hilang untuk selamanya.

Pemda segera berkelit, menyiasati pesan perhimpunan pedagang dengan terus melakukan loting tanpa meminta pedagang peserta loting meneken apapun. Pedagang pun ikut loting, merasa tidak berjanji atau setuju sistem sewa murni. Antara tanggal 7 sampai 9 Juli 2020, loting dilakukan. Para pedagang pun dapat toko. Tetapi di dalam surat yang dibuat Dinas Koperasi berjudul ‘Kartu Daftar Ulang’, berisi nama pedagang, nomor petak toko yang diperoleh, dan lokasi/lantai toko, tercantum juga tulisannyo: Toko Pasa Ateh adalah dengan sistem sewa murni, untuk dipakai sendiri (tidak boleh dipindahtangankan), jenis usaha yang sudah dipilih tidak bisa ditukar dengan jenis lainnya.

Pengumuman Dinas Koperasi,UKM & Perdagangan, doc. ist
Pengumuman Dinas Koperasi,UKM & Perdagangan, Pemko Bukittinggi doc. ist

Setelah loting, mulai besok, Senin, 13 Juli 2020, Dinas Koperasi kembali membuat pengumuman. Pedagang diminta untuk mengambil kunci toko. Ada 10 syarat dan ketentuan: 1. Lunas retribusi toko sampai Oktober 2017, 2. Membawa surat izin pemakaian/kartu kuning dan kartu pembayaran, 3. Membawa kartu daftar ulang dan nomor loting, 4. Membawa materai 6 ribu 3 buah, 5. Membawa pasfoto 3×4 sebanyak 3 buah, 6. Membawa fotokopi KTP, 7. Membawa fotokopi KK, 8. Membawa ballpoint tinta hitam, 9. Membawa stopmap dua buah, 10. Pengambil kunci tidak bisa diwakilkan.

Salah seorang pedagang yang sedang berjuang mempertahankan hak dasar pedagang korban kebakaran Young Happy mangatakan, sekarang dengan alasan membagikan kunci toko, pedagang akan diminta meneken surat perjanjian.

Waktu loting kata Young Happy, memang tidak ada surat yang diteken, sekarang saat kunci akan diberikan perjanjian ditandatangani. Pedagang disuruh membawa materai, biasanya itu untuk syarat surat perjanjian.

“Begitu diteken, isi perjanjian toko sewa murni, dan kartu kuning ditarik Pemda, semuanya langsung berubah. Hak dasar pedagang lama hilang selamanya. Jadilah pedagang biasa, yang menyewa toko saja lagi. Kesusahan, jerih payah orangtua kita dulu mendapatkan toko, yang diwariskan ke anaknya sekarang, tidak ada artinya lagi,” ujar Young Happy.

~ Asraferi Sabri/bakaba

Next Post

Menyigi Legislasi DPR Saat Pandemi

DPR memutuskan untuk menurunkan target penyelesaian Rancangan Undang-Undang (RUU) dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) tahun 2020.
dpr - Image by 3D Animation Production Company from Pixabay

bakaba terkait