Paspor rasa Ijazah

redaksi bakaba

Di India atau Filipina, semua warga negara berhak dapat Paspor, tanpa ditanya macam-macam jika ijazahnya di atas SMA. Sangat mudah. Paspor itu ‘kan sama dengan KTP, hanya saja beda kegunaan. Mestinya, saat ini kepemilikan paspor itu bukan sesuatu yang istimewa.

Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay
Gambar oleh mohamed Hassan dari Pixabay
Syaifoel Hardy
Syaifoel Hardy

Sudah tujuh kali saya gonta-ganti paspor. Tiga kali di antaranya di Indonesia. Empat kali di luar negeri.Di luar negeri, urusan ganti paspor sangat gampang dibanding di negeri sendiri. Mengurus paspor di KBRI Kuwait, Dubai, Qatar, sangat simple. Hari ini apply, besok jadi. Pelayanan ramah, murah.

Sama-sama orang kita, ternyata beda banget dengan apa yang dialami oleh teman-teman yang ingin kerja di luar negeri. Ada saja prosedur yang membuat teman-teman merasa dipersulit.

Ada yang minta kontrak kerja-lah, ada yang minta rekomendasi PPTKIS-lah, ada yang minta surat dari Depnaker-lah, ada pula yang minta tiket.

Memang tidak semua Kantor Imigrasi memperlakukan hal yang sama. Tetapi tidak sedikit teman-teman mendapatkan perlakuan seperti itu, yang terkesan dipersulit.

Lucunya, pihak Imigrasi selalu tanya: “Untuk apa?”. Ya, tentu aja untuk ke luar negeri-lah. Andai keluar negeri bisa gunakan KTP, teman-teman perawat pasti tidak ada yang ngurus Paspor.

Padahal, teman-teman ini rata-rata masih sedang dalam proses mencari kerja. Jadi, jangankan kontrak kerja, melamar saja belum. Ujung-ujungnya, permohonan mereka ditolak. Akhirnya, tidak sedikit yang akhirnya gunakan jalan pintas: nyogok. Ada yang nyogok 2 juta rupiah, ada yang 3 juta rupiah. Nah!

Dan yang kasihan lagi apabila teman-teman berada di pelosok desa terpencil di luar Pulau Jawa, di Pulau Alor, Nias, pelosok Sulawesi Tengah. Seperti pengalaman Arif, jauh-jauh datang ke Palu dari daerahnya, butuh waktu 5 jam perjalanan darat. Ternyata tidak bisa dapat paspor, katanya karena tidak ada rekomendasi. Lha, rekomendasi dari mana jika dia masih mau berangkat ke Jawa untuk mengadu keberuntungan?

Ada juga pengalaman si Ilham dari Sumbawa yang ditolak karena Imigrasi minta surat rekomendasi dari Kantor Dinas Kesehatan jika untuk melamar kerja sebagai Homecare di Jakarta.

Karena itu, teman-teman perawat yang sedang ngurus paspor terkadang malang nasibnya. Meski tidak semuanya. Harusnya, ada keseragaman aturan di Kantor Imigrasi.

Di India atau Filipina, semua warga negara berhak dapat Paspor, tanpa ditanya macam-macam jika ijazahnya di atas SMA. Sangat mudah. Paspor itu ‘kan sama dengan KTP, hanya saja beda kegunaan. Mestinya, saat ini kepemilikan paspor itu bukan sesuatu yang istimewa.

Melancong saja saat ini sudah bukan kemewahan jika harus ke luar Indonesia. Pokoknya, mestinya sudah tidak zamannya lagi ngurus paspor masih ditanya untuk apa. Kecuali tampangnya ‘mencurigakan’ sih. Atau identitasnya tidak jelas.

Lha teman-teman perawat ini rata-rata mulus, innocent, ijazah minimal D3, punya KTP, Kartu Keluarga, hingga Akte Kenal Lahir. Semua dokumen lengkap, lho koq masih sulit dapat paspor untuk kepentingan cari kerja? Mau homecare, di Singapore, kerja Saudi, Jerman, USA, itu kan hak setiap warga negara untuk bisa hidup sejahtera? Katanya zaman HAM. Toh, duit-duit mereka sendiri juga.

Makanya, tidak sedikit teman-teman yang saat Paspor sudah di tangan, rasanya menerima Ijazah saat wisuda.

Oh, paspor, nilaimu ternyata luar biasa besar.(*)

*)Penulis – Syaifoel Hardy, Dosen tidak tetap, Trainer, Pengasuh Indonesian Nursing Trainers di Malang
**)Gambar fitur oleh mohamed Hassan dari Pixabay

Next Post

Dilema Mengloning Sistem Khilafah

Khilafah merupakan produk tafakkur, tazakkur, ta’aqqul dan ta’lamun

bakaba terkait