Mudharat Medium Informasi – Kita hanyalah penikmat sejati kemajuan teknologi dan dibuai-buai oleh pemain produsen hoax untuk kepentingan politik dan ekonomi. Lalu merasa lebih tahu dari yang lain dan mengabarkan dengan jumawa. Padahal sebenarnya kebodohan sedang dipupuk supaya tetap bebal dalam menghadapi keadaan.
Agar tidak terjerembab lebih jauh, kuasai teknologi informasi dan gunakan dengan cara yang baik dan benar menurut aturan pakai, aturan main, pemahaman spiritual. Inilah jalan supaya kedaulatan personal tidak terlalu jauh hanyut karena informasi yang datang tanpa terklarifikasi secara baik.
Memasuki minggu kedua sebagai peserta Training of Trainer (ToT) Google News Initiative Training for Academics, masih begitu terasa teknologi informasi yang telah banyak kita gunakan beberapa tahun terakhir membawa mudharat bila mana pengguna (user) tunduk dan patuh dengan segala informasi yang aktif datang kepadanya melalui berbagai medium.
Disrupsi medium informasi ini terjadi karena digerakkan oleh kelompok-kelompok yang ingin membolak-balik pemahaman publik terhadap berbagai hal. Selama ini pemahaman itu sudah tertanam dicoba untuk dicabut dengan pemahaman baru. Misal kisah bumi datar yang mendobrak tentang bumi yang bulat.
Pada pelatihan untuk menelusuri foto dan video dengan muatan hoax dan fake news, begitu banyak cara canggih untuk menipu publik dilakukan oleh kelompok-kelompok kepentingan. Kepentingan politik kekuasaan paling sering memperburuk citra lawan politik. Kepentingan politik ekonomi sering memburuk produk lawan di pasaran. Semua itu manjur di beberapa sisi tetapi perlu dana yang tidak sedikit untuk memulihkannya.
Pada skala tertentu, orang bisa sukses menipu seperti diingatkan Niccolo Machiavelli; seorang penipu akan selalu punya jalan untuk bertemu dengan orang yang suka kena tipu. Juga berlaku sebaliknya. Namun dapatkah publik tertipu secara massal? Bisa saja jika tidak ada satu pun yang ingin membangun sikap kritis terhadap sesuatu yang diajukan ke tengah publik. Pada sisi lain, kebenaran sesungguhnya tidak akan pernah dapat dikalahkan hanya saja penipu selalu hadir di barisan pertama. Oleh karenanya, jangan pernah langsung percaya pada informasi yang datang pertama sebelum tahu sumber awalnya. Klarifikasi itu penting!
Baca juga: Cara Baik Melawan Gempuran Informasi
Pada dasarnya teknologi informasi itu netral. Seperti netralnya sebuah benda. Tetapi ia dimainkan oleh seseorang. Ini disebut behind the gun. Karena itu rumus jurnalistik klasik masih perlu dipakai; Siapa yang menggunakannya, untuk apa ia menggunakannya, bagaimana cara ia menggunakannya, kapan ia menggunakannya. Terapkanlah ini selalu dalam mengonsumsi informasi yang datang melalui teknologi di tanganmu!
Pesta Informasi
Pesta android murah, datangnya pesta demokrasi melalui pilkada, mendukung seluruh persoalan banjir informasi yang mendatangkan mudharat jika tidak hati-hati. Kampanye politik dengan polesan paling mutakhir akan datang kepada siapapun untuk meminta legitimasi agar terpilih dan merengkuh jabatan politik kekuasaan. Melalui teknologi informasi dengan berbagai medium, kreativitas untuk menjelek lawan politik, mencitrakan kebaikan dan keshalehan, digerakkan sedemikian rupa sehingga publik diminta percaya.
Publik yang mudah percaya dengan informasi pertama acap tergelincir lebih dahulu. Sedangkan yang mampu mengendalikan emosi akan mencoba menganalisis buruk baiknya pilihan. Seiring waktu pemahaman yang baik akan didapatkan untuk menjatuhkan pilihan. Inilah waktunya belajar untuk kritis ketika datang musim kampanye tak mudah menjadi partisan murahan.
Kedaulatan Personal
Era banjir informasi ini kedaulatan personal sangat mudah direbut oleh kelompok kepentingan. Setidaknya kita bisa diseret masuk ke ruang groups percakapan yang tak memberi manfaat tetapi kita tak bisa mengelaknya. Kita juga sulit menolak pengiriman-pengiriman yang aktif untuk berbagai kepentingan. Sesekali perlu sikap abai untuk menjaga kedaulatan personal.
Mudah terbawa arus informasi yang datang lalu hanyut ikut-ikutan hanya menghabiskan energi. Kecuali memiliki manfaat bagi kedaulatan personal. Pada konteks ini, mungkin saja sedikit egois demi menjaga diri tidak terbawa arus informasi yang digerakkan oleh kepentingan politik kekuasaan dan ekonomi. Bisa jadi, ratusan tawaran setiap hari datang, kedaulatan untuk memilih dan memutuskan tak boleh digunakan dengan kalap. “Sesal dahulu pendapat, sesal kemudian tak berguna. Pikir itu pelita hati,” demikian kata pepatah menasehati.
Kini kita bisa melihat dengan mudah orang-orang yang terlanjur happy dengan keadaan yang sedang menghanyut diri. Kehilangan kedaulatan diri dan ikut-ikutan dalam kancah besar wacana yang sedang dimainkan. Galib terjadi pada mereka yang baru memiliki smartphone lalu bermedia sosial. Tanpa ia sadari memerlihatkan jalan pikiran yang jauh di bawah kemampuan smartphone. Itulah membuat mudharat medium informasi di negeri Via Vallen ini.
~ Dr. Abdullah Khusairi, MA. Dosen Pengkajian Islam dan Komunikasi Massa di Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI), Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang.
~Image by memyselfaneye from Pixabay