~ Hudaya Indra Bakti
Dunia pendidikan Indonesia menjadi pusat perhatian di awal kepemimpinan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nadiem Makarim. Gagasan tentang belajar merdeka yang dilontarkan Nadiem jadi perhatian para praktisi akademik. Keputusan Mendikbud baru tentang penghapusan UN, dan mempersingkat RPP menimbulkan banyak perdebatan di kalangan praktisi akademik. Kabar penghapusan Ujian Nasional sudah lama terdengar, namun di era Nadiem Makarim seperti gagasan baru di tengah-tengah carut-marutnya kondisi regulasi pendidikan di Indonesia.
Belajar merdeka merupakan simplifikasi dalam dunia pendidikan.
Simplifikasi dengan mereduksi komponen-komponen yang dianggap tidak memberikan implikasi yang signifikan dalam perkembangan dunia pendidikan. Dengan mereduksi komponen tersebut harapannya dapat memaksimalkan kualitas pendidikan terutama dari sektor guru selaku praktisi dalam dunia pendidikan. Simplifikasi yang terjadi adalah dengan menghapus Ujian Nasional dan mempersingkat RPP.
- Baca juga: Pendidikan dengan Sudut Pandang 90°
Kapitalisme merambah ke dalam dunia pendidikan dengan kepentingan-kepentingan elit memunculkan berbagai kooptasi pihak-pihak tertentu untuk mengambil keuntungan. Kepentingan tersebut mencemari ekosistem Pendidikan Nasional. Pernyataan pemerintah sejak lama yang ingin mensejahterakan guru selalu menjadi kontradiksi dalam realita yang ada.
Para elit yang berada pada lingkaran penguasa lebih mudah duduk pada kursi yang telah disiapkan dibandingkan dengan masyarakat yang termarjinalkan dan jauh dari lingkaran penguasa. Kita lihat realitas para pendidik ditapal batas dengan kondisi yang terbatas namun tidak pernah membatasi panggilan jiwanya dalam mendidik generasi penerus bangsa.
Mereka mengajar dengan fasilitas yang jauh dari dikatakan layak. Jangankan berpikir tentang kelayakan fasilitas bahkan kesejahteraan merekapun jauh dari kata layak.
Mengapa kesenjangan dalam dunia pendidikan di Indonesia sangat jauh antara daerah terpencil dengan daerah yang menjadi sentralisasi pemerintahan. Ketidakmampuan pemerintah dalam mengatur regulasi pendidikan Indonesia semakin menambah kesenjangan tersebut menjadi jarak yang amat jauh. Kesenjangan itu yang menjadi masalah paling urgensi dalam pendidikan kita. Tidak hanya berbicara tentang kualitas melainkan tentang kuantitas guru yang banyak di bawah garis kesejahteraan. Sejatinya merdeka belajar harus mengajarkan kepada semua pihak untuk belajar merdeka.
Pendidikan bersifat sistemik dan holistik yang artinya banyak pihak yang terlibat dari dunia pendidikan yang secara vertikal dari atas ke bawah menjadi suatu hubungan yang saling berkaitan satu sama lainnya dan saling memberikan pengaruh dan menyeluruh kepada semua yang terlibat di dalamnya.
Mengurai permasalahan yang bersifat sistemik kita harus memberikan perubahan dalam struktural pendidikan dengan menyadarkan esensi dari merdeka belajar dengan belajar merdeka. Belajar merdeka dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Belajar menghargai para pejuang pendidikan dengan memberikan kekuatan hukum sehingga harga diri guru tidak tertindas oleh seorang siswa yang keluarganya berada pada lingkaran kekuasaan. Belajar bertanggung jawab sebagai komitmen dalam profesi yang menjadi tolak ukur profesional dalam dunia pendidikan.
Mewujudkan makna merdeka belajar yang sesungguhnya adalah dengan mengajarkan belajar merdeka kepada semua pihak dan menghapus dunia pendidikan dari sistem kapitalis yang memberikan simbiosis komensalisme atau bahkan parasitisme.
Sudah saatnya pendidikan Indonesia menjadi hubungan yang saling bersimbiosis secara mutualisme. Hubungan yang terkooptasi dengan kepentingan yang berorientasi kepada kepentingan semua pihak.
Sejatinya pendidikan adalah mata angin yang memberikan arah peradaban suatu bangsa. Pendidikan dapat mengubah paradigma seseorang bahkan mengubah paradigma bangsa menjadi lebih baik. Pendidikan menuntut perubahan pada knowledge dari tidak tahu menjadi tahu, kemudian attitude yang baik dan skill yang dapat digunakan di masyarakat.
Dengan belajar merdeka kita dapat mengubah suatu sistem pendidikan yang kapitalis menjadi pendidikan yang demokrasi. Pendidikan yang datang dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat. Pendidikan yang merdeka dengan banyaknya kaum intelektual yang memberikan gagasan, bukan pendidikan membungkam gagasan dengan aturan.
Dengan belajar merdeka dari sekarang kita dapat mengubah bangsa dan meregenerasi bakal penerus bangsa yang bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme. Sadar atau tidak sebenarnya kita sedang dijajah melalui pemikiran. Pemikiran yang individual dan mengenyampingkan sosial merasa dirinya yang tinggi. Egosentrisme yang tumbuh akan menyebar ke seluruh lapisan masyarakat tanpa memikirkan masyarakat luas.
Sekarang banyak orang yang berpendidikan namun seperti tidak terdidik. Empati mereka hilang ditelan lingkaran kekuasan kapitalisme. Lemahnya pendidikan kita untuk menumbuhkan masyarakat yang ideal akhirnya meluas ke berbagai aspek lapisan masyarakat, salah satu yang berdampak adalah ekonomi.
Kegagalan pendidikan dalam mengubah paradigma akan benar-benar mempengaruhi keseimbangan bangsa kita. Sebaiknya pemerintah berfokus kepada pendidikan, karena pendidikan merupakan sebuah pondasi. Ketika pondasi sebuah bangunan lemah maka suatu saat pondasi itu tidak akan kuat menopang bangunan tersebut dan akhirnya runtuh. Jangan sampai indonesia runtuh karena lemahnya pendidikan sebagai pondasi membangun paradigma bangsa.
Belajar merdeka harus dimulai dari sekarang. Tidak terkecuali baik dari kalangan eksekutif, yudikatif, legislatif, praktisi pendidikan maupun akademisi harus belajar untuk merdeka bersama-sama. Merdeka secara moral maupun merdeka secara struktural. Bangsa yang hebat adalah bangsa yang mengutamakan pendidikan karena pendidikan merupakan sebuah estafet yang tidak akan terhenti saat ini, melainkan suatu warisan yang akan terwariskan kepada generasi selanjutnya.**
*Penulis, Guru Honorer pada SMPIT Subulussalam Lampung dan Mahasiswa Pascasarjana Pendidikan Biologi Universitas Muhammadiyah Lampung
**Gambar oleh Ruddin Ardzi dari Pixabay