bakaba.co | Bukittinggi | Pedagang pemilik/pemegang kartu kuning toko-toko pada Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi, cemas dan resah bakal kehilangan hak atas toko mereka. Penyebab kondisi itu adalah ketentuan yang ditetapkan Kadis Koperasi, UKM dan Perdagangan Pemkot Bukittinggi atas nama pemerintah kota.
“Pedagang pemegang hak kartu kuning yang mendaftar bakal dianggap setuju dengan semua ketentuan dan ketetapan sepihak Pemkot melalui Dinas Koperasi. Ini pembodohan, penipuan yang dilakukan kepada pedagang pemegang kartu kuning sebagai tanda hak atas toko.”
Demikian ditegaskan Yulius Rustam, Ketua Perhimpunan Pemilik Toko Korban Bencana Kebakaran Pasar Atas Bukittinggi, dalam pertemuan dengan Ketua dan anggota DPRD Bukittinggi, Senin, 22 Oktober 2019.
Ratusan pedagang pemegang hak atas toko pada Pusat Pertokoan Pasar Atas yang terbakar 30 Oktober 2017 dan kini sedang dibangun dengan dana APBN Pusat, mendatangi kantor DPRD Bukittinggi. Ketua DPRD Bukittinggi, Herman Syofyan memimpin pertemuan didampingi delapan anggota DPRD. Pada pertemuan itu juga nampak hadir Kepala Dinas Koperasi; Muhammad Idris.
Tanpa Musyawarah
Rasa resah dan cemas pedagang pemilik toko yang berjumlah 763 orang dipicu surat berjudul ‘pengumuman’ yang dikeluarkan Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Pemkot Bukittinggi. Surat dengan nomor 511.2/677/DKUKMdP/X/2019, bertanggal 11 Oktober 2019. Surat tersebut ditandatangani Kepala Dinas Koperasi Muhammad Idris, S.Sos.
Surat tersebut isinya terdiri dari 3 poin. Pada poin 3 terbagi atas empat huruf: A sampai D. Surat itu berupa pemberitahuan pedagang kebakaran Pasar Atas untuk mendaftar kembali. Waktu pendaftaran dibatasi: 14 sampai 30 Oktober 2019 (poin 2). Jika tidak mendaftar dalam batas waktu itu dianggap tidak berminat dan tidak akan dilayani lagi.
Baca juga : Pedagang Pemegang Kartu Kuning Berjihad Perjuangkan Hak
Selain itu, dalam surat pengumuman itu juga ditulis pada poin D: sistem pemakaian Pasa Ateh adalah sistem sewa murni/untuk dipakai sendiri (tidak boleh dipindahtangankan).
Menurut Yulius dalam pertemuan itu, jika tidak mendaftar sesuai batas waktu yang ditentukan, pedagang dianggap tidak berniat dan tidak akan dilayani lagi. Artinya, hak pedagang akan hilang begitu saja. Selain itu, pengumuman itu juga buat ketetapan secara sepihak bahwa toko sistem sewa murni.
“Judulnya pengumuman, tetapi mereka buat sanksi dan ketetapan sendiri tanpa melalui musyawarah dengan para pedagang pemilik hak toko yang terbakar itu. Apa dasar semua ketentuan semua itu. Mereka pikir kami para pedagang ini bodoh dan bisa mereka bodoh-bodohi begitu saja,” kata Yulius Rustam.
Peraturan Presiden
Perwakilan pedagang lain, Young Happy mengatakan, cara Kepala Dinas Koperasi terhadap pedagang pemilik kartu kuning adalah bentuk kesewenang-wenangan. Pedagang diposisikan sebagai pihak yang bisa diatur semaunya. Tidak pernah diajak bermusyawarah.
Pertokoan Pasar Atas itu, sebelumnya dibangun tidak dengan dana pemerintah. Pedagang yang 763 orang mengeluarkan dana Rp 4 juta/toko. Lalu, hangus terbakar. Itu musibah. Pedagang telah menderita kerugian yang besar. Lalu pemerintah pusat turun tangan membantu, membangunkan kembali toko-toko yang terbakar dengan dana APBN.
“Pemerintah pusat membantu masyarakat pedagang yang kena musibah, yang tokonya terbakar, dan untuk mengembalikan fungsi pasar sebagai sarana kegiatan ekonomi, masyarakat,” kata Young Happy.
Young Happy mengutip Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2018, tanggal 13 Agustus 2018, tentang bantuan pemerintah pusat terhadap pembangunan pasar di beberapa daerah di Indonesia, termasuk Pasar Bukittinggi yang terbakar. Dalam Perpres itu, setelah selesai dibangun, pengaturannya diserahkan pada Pemkot. Pada pasal 7 Perpres itu ada dua ayat yang perlu diperhatikan:
Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi, pemerintah Daerah Kota Medan, dan Pemerintah Daerah Kota Yograkarta, wajib memberikan prioritas kepada koperasi dan usaha mikro-kecil, dan menengah yang sebelumnya telah terdaftar sebagai pedagang lama di Pasar Atas Bukittinggi, Pasar Aksara, dan pasar Prawirotaman untuk mendapatkan kios, los, atau toko yang telah direhabilitasi. (ayat satu)
Pemerintah Daerah Kota Bukittinggi, Pemerintah Daerah Medan, dan Pemerintah Daerah Kota Yogyakarta, dalam memberikan prioritas kepada koperasi dan usaha mikro, kecil, dan menengah sebagaimana dimaksud pada ayat satu, sesuai dengan tugas dan fungsinya menetapkan harga pemanfaatan yang terjangkau (ayat dua)
Pada Perpres itu dinyatakan, Pemkot wajib memberikan prioritas kepada pedagang lama yang sebelumnya sudah terdaftar sebagai pedagang lama di Pasar Atas. Nah, semua nama itu sudah ada pada Pemkot dan Dinas Koperasi, yang telah diberikan pedagang saat pendataan paska kebakaran dan pembagian kios penampungan.
“Sekarang diminta lagi pedagang mendaftar, dan ada pula sanksi jika tidak mendaftar. Perpres sudah jelas-jelas menyatakan wajib diberikan kepada pedagang lama, ya berikan saja. Tidak perlu didaftar-daftar lagi,” kata Young Happy.
Untuk pedagang bisa mendapatkan toko, Dinas Koperasi telah menetapkan dengan cara sewa murni. Padahal di Perpres ayat dua itu, tidak ada disebut ‘sewa murni’. Pemkot ditugaskan, sesuai dengan tugas dan fungsinya menetapkan harga pemanfaatan yang terjangkau.
“Pemkot menetapkan harga, apakah itu harga sewa atau harga jual? Lalu, berapa harga akan ditetapkan untuk pilihan yang mana, dan bagaimana sistem pembayaran? Lihat amanat Perpres, harga pemanfaatan yang terjangkau. Itu berapa dan apa ukurannya? Untuk mendudukkan masalah ini, apakah tidak patut dimusyawarahkan dengan pedagang?” ujar Young Happy.
Minta Dicabut
Setelah menyampaikan berbagai masalah yang dihadapi pedagang pemegang hak kartu kuning Pasar Atas, perwakilan pedagang melalui Ketua DPRD meminta agar Kepala Dinas Koperasi mencabut atau membatalkan surat pengumuman yang berisi jebakan itu.
Kepala Dinas Koperasi, Muhammad Idris menolak mencabut surat yang dikeluarkan dinas yang dipimpinnya itu. “Saya tidak bisa mencabut surat itu karena itu bukan keputusan saya sendiri. Tetapi tim,” kata Idris.
Tetapi pedagang pemilik toko pemegang kartu kuning tetap meminta, DPRD sebagai lembaga yang mewakili masyarakat untuk membantu masyarakat pedagang yang sedang cemas kehilangan hak atas tindakan sepihak Pemkot.
“Selain dicabutnya ketentuan pendaftaran kembali yang berisi ‘jebakan’ itu, kami juga meminta legislatif proaktif mengontrol pihak eksekutif yang terus bertindak sepihak. Tidak mau bermusyawarah dengan masyarakat pedagang,” kata Yulius Rustam.
Pimpinan sidang Herman Sofyan menyatakan, persoalan yang dihadapi pedagang segera dirumuskan DPRD. “Aspirasi yang sudah kami dengar, kami tampung, kami catat akan kami tindaklanjuti,” kata Herman Sofyan sebelum menutup pertemuan.
> afs/bakaba