bakaba.co | Jakarta, – Tangis Nuzmatun Malinah, ibu dari almarhum dokter Aulia Risma Lestari, pecah saat mengadukan kasus perundungan dan pemerasan yang menimpa anaknya ke Komisi III DPR RI pada Senin, 18 November 2024. Aulia Lestari, yang merupakan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) Universitas Diponegoro (Undip), ditemukan meninggal dunia di kamar kosnya di Semarang pada 12 Agustus 2024. Kematian Aulia diduga sebagai akibat dari tekanan perundungan yang ia alami selama masa studi, yang berujung pada keputusan tragis.
Kematian Tragis Aulia Lestari: Perundungan dan Pemerasan dalam Dunia Pendidikan
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) yang berlangsung di Gedung DPR, Nuzmatun dengan penuh kesedihan mengungkapkan beban emosional yang dia rasakan setelah kehilangan dua anggota keluarga dalam waktu yang berdekatan. Selain anaknya, suaminya juga meninggal setelah pemakaman Aulia. “Kami sudah berusaha, tapi akhirnya menyusul juga,” ungkap Nuzmatun kepada anggota Komisi III DPR RI.
Baca juga: Komisi III DPR Sentil Kapolrestabes Semarang, Evaluasi Diminta Terkait Penembakan Siswa SMK
Nuzmatun menceritakan bahwa meskipun Aulia menderita sakit, anaknya tetap bertekad menyelesaikan pendidikannya. Ia mengungkapkan bahwa Aulia sempat mengeluh sakit pada bulan Juni 2024, namun memilih untuk tetap melanjutkan studi dan berobat. Bahkan, pada Juli 2024, Aulia menjalani operasi dan kembali beraktivitas sebelum akhirnya dirawat lagi pada awal Agustus. Pada 12 Agustus 2024, Aulia ditemukan meninggal dunia setelah menghadapi tugas berat yang membuatnya harus menyuntikkan obat untuk meredakan rasa sakitnya.
Nuzmatun Mempertanyakan Sistem Pendidikan di Indonesia
Dalam kesempatan itu, Nuzmatun mempertanyakan sistem pendidikan yang dijalani anaknya. Ia merasa Aulia seharusnya mendapatkan ilmu dan pengalaman, bukan mengalami penderitaan yang berujung pada kematian. “Pendidikan macam apa ini, Bapak? Anak saya seharusnya sekolah untuk mendapatkan ilmu, bukan disiksa,” ujarnya dengan suara terbata-bata. Pihak keluarga berharap agar sistem pendidikan di Indonesia diperbaiki, sehingga kejadian serupa tidak terulang di masa depan.
Reaksi Komisi III DPR terhadap Kasus Aulia Lestari
Menanggapi keluhan ibu almarhum, Ketua Komisi III DPR RI, Habiburokhman, menyampaikan belasungkawa yang mendalam. Ia berjanji akan menindaklanjuti kasus ini dan memastikan oknum yang terlibat dalam perundungan dan pemerasan terhadap Aulia akan dimintai pertanggungjawaban. “Kami turut berduka cita. Insya Allah oknum-oknum yang bertanggung jawab pasti akan diproses secara hukum,” kata Habiburokhman dalam pertemuan tersebut.
Habiburokhman juga menegaskan bahwa DPR akan mendorong perbaikan dalam sistem pendidikan di Indonesia untuk mencegah terjadinya kasus serupa di masa depan. “Kita akan bersama-sama memperbaiki sistem pendidikan agar lebih humanis dan aman bagi semua mahasiswa,” ujarnya.
Dugaan Pemerasan dan Perundungan di Lingkungan Pendidikan
Sebelumnya, Aulia Lestari, mahasiswa PPDS prodi anestesi Universitas Diponegoro, ditemukan meninggal dunia di kosnya setelah diduga mengalami perundungan dari senior-seniornya. Sebagai tindak lanjut, Kemenkes menghentikan sementara program PPDS Prodi Anestesi di RSUP Dr. Kariadi Semarang untuk melakukan penyelidikan. Meskipun demikian, pihak Universitas Diponegoro membantah adanya perundungan terhadap Aulia.
Keluarga korban, melalui ibu Nuzmatun dan adik Aulia, Nadia, bersama dengan tim pengacara, melaporkan sejumlah senior PPDS Anestesi Undip ke Polda Jawa Tengah pada 4 September 2024. Mereka melaporkan adanya dugaan pemerasan, pengancaman, dan intimidasi yang dialami Aulia selama masa studinya, dengan bukti berupa percakapan chat dan rekening korban yang disertakan dalam laporan.
Upaya Kemenkes dan Pihak Terkait Mengatasi Kasus Perundungan
Pihak keluarga berharap agar kasus ini mendapatkan perhatian serius dari pemerintah, terutama Kemenkes dan Universitas Diponegoro. Mereka menuntut agar pelaku perundungan dan pemerasan di lingkungan pendidikan diproses secara hukum, sehingga kejadian serupa tidak terulang lagi di masa depan. Selain itu, mereka juga berharap agar perundungan dalam dunia pendidikan bisa dihentikan, dan sistem pendidikan di Indonesia diperbaiki agar lebih mendukung kesejahteraan mahasiswa.
Dengan perhatian lebih pada kasus ini, diharapkan seluruh pihak terkait dapat berkomitmen untuk menciptakan lingkungan pendidikan yang lebih aman dan manusiawi bagi semua mahasiswa, tanpa adanya tekanan yang membahayakan kesehatan fisik dan mental mereka.
rst | bkb