bakaba.co | Bukittinggi | Udara Bukittinggi cukup bersahabat ketika acara seremonial itu digelar di satu bagian lahan seluas 3,4 hektar yang terletak di pinggir jalan by pass Bukittinggi. Ada beberapa tenda dipasang. Para undangan: pejabat, pimpinan lembaga vertikal, pegawai, dan tokoh masyarakat tampatan dihadirkan.
“..[…] RSUD Bukittinggi sebagai rumah sakit spesial jantung, kita telah koordinasikan dengan rumah sakit Harapan Kita. Kami ingin diakhir 2019 sudah selesai pekerjaannya. Kualitasnya harus baik. Meskipun tipe C namun bangunan dibuat dengan type A.”
Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias berpidato di hadapan hadirin undangan. Hari itu, Kamis, 9 September 2018, Walikota Bukittinggi tampil dengan wajah sumringah. RSUD Bukittinggi bakal dimulai pembangunannya.
Di salah satu kursi tamu terlihat seseorang yang sosoknya agak berbeda dari undangan kebanyakan. Sosok berbaju putih, berkulit kuning khas itu, luput dari perhatian. Bahkan saat Walikota meletakkan batu pertama pembangunan RSUD, sosok berbaju putih itu berdiri di bagian depan.
“Orang itu kontraktor yang dimenangkan pada tender proyek rumah sakit ini. Ya, orang chaines, dari Jakarta,” seorang kawan wartawan memberitahu.
Proyek Besar
Sejak Walikota Bukittinggi dijabat Ramlan Nurmatias dengan Wakil Walikota Irwandi, proyek RSUD Bukittinggi adalah proyek terbesar. Dana pembangunan fisik saja, yang dianggarkan di APBD jumlahnya Rp 102,267 miliar. Proyek multiyear RSUD Bukittinggi (2018, 2019, 2020) itu pemenang tendernya PT. Bangun Kharisma Prima (PT BKP) dari Jakarta. Perusahaan PT BKP, yang dimiliki keturunan Cina itu, sesuai kontrak kerja bernomor: 64/SP/DKK-BKT/VIII/2018, diberi waktu 660 hari kerja. Pekerjaan dimulai 7 Agustus 2018 sampai 28 Mei 2020.
Rencana pembangunan RSUD Kota Bukittinggi sudah diniatkan Ismet Amzis ketika menjabat Walikota Bukittinggi periode 2009-2015. Program pembangunan RSUD tercantum dalam RPJMD. Ismet memulai mencadangkan dana di APBD tahun 2014, 2015 dan 2016. Tiga tahun dana dicadangkan di APBD sampai berjumlah Rp 70 miliar.
Dalam Pilkada Bukittinggi 2015, Ismet Amzis kembali maju. Tetapi Ismet kalah. Ramlan Nurmatias dengan wakil Irwandi unggul dan dilantik jadi Walikota Bukittinggi, 17 Februari 2016, untuk masa jabatan 2016-2021.
Pada APBD 2017, saat Ramlan baru jadi walikota, dia menambah dana yang sudah dicadangan Rp 40 miliar lagi. Total dana terhimpun Rp 110 miliar. Pada tahun anggaran 2018, pembangunan RSUD ditenderkan.
Alasan utama Walikota Ramlan membangun RSUD karena Pemko Bukittinggi tidak memiliki rumah sakit sendiri. Pemda Sumbar punya RSAM (RS. Ahmad Mochtar) dan Pemerintah Pusat punya RSUP di Bukittinggi. Tentara punya Rumkit TNI. Dalam kampanye waktu mencari suara warga, Ramlan selalu menyebut: orang dari mana-mana berobat ke Bukittinggi, yang dapat untung RSAM. Setiap tahun belasan miliar rupiah RSAM untung. Kita, Bukittinggi tidak dapat apa-apa. Jadi, kita harus bangun rumah sakit daerah, milik kota, itu bisa jadi sumber PAD, Pendapatan Asli Daerah
Pernyataan itu seperti terbawa nafas tanpa berpikir bahwa RS. Ahmad Mochtar itu sudah berumur 111 tahun, didirikan tahun 1908. Dan profit atau keuntungan RSAM tidak diperoleh dalam waktu setahun-dua. Tetapi puluhan tahun dengan investasi yang tidak sedikit. Baru beberapa tahun terakhir ada profit, yang dicatat sebagai PAD propinsi Sumbar. Tetapi setiap tahun Pemda Sumbar menambah investasi untuk meningkatkan fasilitas RSAM Bukittinggi.
Kembali ke RSUD Bukittinggi, dalam rencana dan sudah dibuat desainnya saat Ismet Amzis menjabat Walikota, RSUD Kota yang akan dibangun tipe D. Pertimbangannya, bangunan dan fasilitas serta tenaga medis tidak akan begitu berat syarat-syaratnya jika tipe D.
Dalam faktanya, Walikota Ramlan mengubah rencana. RSUD Kota Bukittinggi jadinya, dibangun tipe C. Untuk pembangun fisik saja menghabiskan dana APBD Bukittinggi Rp 102 miliar lebih. Waktu berpidato saat seremonial meletakkan batu pertama, Ramlan di mimbar berkata: “Ini rumah sakit tipe C tapi bangunannya tipe A,” kata Ramlan.
Rumah sakit tipe C tapi bangunan yang dibuat tipe A? Tidak ada pihak yang heran atau mempertanyakan soal itu. Tidakkah itu suatu cara me-mark-up anggaran proyek?
Belum lagi akan muncul resiko anggaran untuk pengadaan fasilitas rumah sakit serta peralatan medis yang harganya mahal. Setiap tahun berapa besar uang APBD Bukittinggi akan disiapkan untuk membiayai RSUD. Belasan tahun RSUD akan menyedot uang APBD Bukittinggi. Sebuah program yang ambisius, memang.
Mulai Kerja dan Lelet
Bulan Oktober 2018 proyek RSUD Bukittinggi mulai dikerjakan. Dengung rumor miring tentang proyek beranggaran sangat besar itu mengapung. Mulai dari bisik-bisik bahwa para kolega dan anggota keluarga pejabat tinggi kota memaksa rekanan agar menunjuk mereka jadi supplier material.
Bulan November rekanan/kontraktor RSUD Bukittinggi memperoleh uang muka proyek sebesar Rp 15 miliar. Sebelum tutup tahun 2018, Desember, kontraktor RSUD mencairkan dana termin pertama Rp 17 miliar. Total dana sudah di tangan kontraktor sebesar Rp 32 miliar.
Tidak lama kemudian rumor baru keras terdengar. Cerita pertama, salah seorang anggota keluarga petinggi kota mendadak tampil dengan mobil Pajero baru. Juga berhembus bisikan bahwa kontraktor mengirim dua unit Mercedes-Benz seri baru ke sebuah alamat di Jakarta, yang terkait dengan petinggi kota.
Cerita kedua, kontraktor mulai mengeluh kesulitan keuangan. Beberapa supplier material dikumpulkan kontraktor, dan meminta agar dibantu bahan material dengan pembayaran lebih longgar. Sang kontraktual ‘mambana’, tidak bisa membayar tunai setiap kali material sampai di proyek. Para supplier heran, tidak masuk akal kontraktor dari Jakarta tidak punya modal.
Jawaban dari mambana-nya kontraktor terjawab ketika para supplier mendesak alasan minta kelonggaran. “Kontraktor itu membuka kartu, dia kesulitan keuangan. Baru mulai saja kerja, dia sudah rugi lima miliar rupiah,” kata seorang supplier yang ikut mamasok material ke proyek RSUD Bukittinggi ke bakaba.co.
Bisik-bisik yang beredar di kedai-kedai di Bukittinggi, terhubung-hubung antara cerita mendadak kolega petinggi kota punya Pajero baru dan kiriman Mercedes-Benz ke keluarga pejabat kota dengan kesulitan keuangannya kontraktor RSUD ketika proyek baru berjalan dua bulan.
Pada tanggal 11 Juni 2019, anggota DPRD Bukittinggi meninjau proyek RSUD Bukittinggi ke lapangan. Tidak biasanya anggota DPRD Bukittinggi lihat-lihat proyek kecuali ada sesuatu. Ternyata benar, proyek RSUD berjalan lelet. Ditemukan fakta: bobot pekerjaan RSUD yang dikerjakan PT BKP minus (deviasi) 11 persen. Mestinya pekerjaan pembangunan yang masuk minggu ke-44 sudah 32 persen. Dalam kenyataannya baru 21 persen
Dari titik kunjungan DPRD itu semua bermula. Satu-satu mulai terlihat, banyak mata mulai terbuka, telinga nyaring mendengar masalah proyek ambisius RSUD terancam masalah. Bau tak sedap yang awalnya sayup-sayup semakin tercium, menyengat. Di media sosial netizen heboh berminggu-minggu. (bersambung)
| asraferi sabri