Tipologi Informasi Pandemi Covid-19

redaksi bakaba

Dalam konteks literasi informasi, pemerintah dan para profesional media perlu mendidik masyarakat untuk mengenal tipologi informasi saat menghadapi krisis pandemi ini.

Tipologi Informasi - question -Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay
Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay
Buya Irwandi
Buya Irwandi

Tipologi Informasi – Pandemi virus Corona: Covid-19 tak hanya melahirkan tantangan pada bidang kesehatan, ekonomi, sosial, dan politik. Namun secara langsung atau tidak langsung juga mendatangkan tantangan di bidang informasi.

Ada lebih seribu informasi bohong seputar Covid-19 muncul di tengah masyarakat. Selain itu, informasi yang dipersepsikan benar meski belum ada kepastian kebenarannya juga terus menggelinding tanpa henti.

Disamping itu, survei terhadap 1.586 responden usia 17 tahun ke atas menunjukkan bahwa orang tua usia 45 tahun ke atas cenderung lebih percaya dan meneruskan (forward) pesan yang berasal dari WhatsApp. Kondisi ini kian memprihantikan jika tidak diimbangi kerja keras berbagai media dan lembaga penyiaran untuk menyuguhkan informasi yang valid ke tengah masyarakat.

Tipologi Informasi

Sebenarnya penyebaran informasi yang tepat, pada waktu yang tepat dan kepada audiens yang tepat, dapat memecahkan atau mengurangi beberapa tantangan terkait informasi Covid-19. Namun, karena berbagai individu dan organisasi mulai memproduksi dan menyebarkan informasi saat darurat Covid-19 ini, akhirnya muncul persoalan serius di bidang informasi di tengah pandemi yang mematikan ini. Kondisi ini membutuhkan kemampuan penerima informasi untuk mampu menempatkan informasi yang diterima sesuai tipologinya.

Pertama, informasi valid (valid information).

Informasi tipe ini adalah informasi yang didasarkan pada bukti ilmiah terbaru dan dapat diterima serta berlaku untuk orang lain. Misalnya, mencuci tangan dengan protokol tertentu dapat mencegah penularan virus korona. Karenanya, informasi valid ini harus terus menerus di informasikan kepada masyarakat hingga ke akar rumput.

Kedua, informasi yang membingungkan (perplexing information).

Jenis informasi ini adalah informasi ilmiah yang dibuat untuk meningkatkan pengetahuan orang lain, tetapi dikirim ke audiens yang tidak tepat. Misalnya, beberapa informasi ilmiah tingkat tinggi tentang Covid-19 dikirimkan kepada masyarakat umum atau remaja yang tidak memiliki pengetahuan yang cukup dan tidak dapat memahaminya sehingga dapat memperburuk kekuatiran mereka.

Baca juga: Memahami Hyperreality Informasi Pandemi

Ketiga, informasi yang salah (misinformation).

Jenis informasi ini tidak akurat dan tidak dapat diandalkan, tetapi orang yang menyebarkannya mempercayai bahwa informasi itu benar. WHO meminta semua pihak tidak mempercayai bahwa cuaca dingin dapat membunuh virus corona atau penyakit lainnya. Selain tidak ada dasar, WHO menyatakan bahwa suhu tubuh manusia normal adalah tetap 36,5 hingga 37 derajat celcius, terlepas dari suhu eksternal atau cuaca. WHO menyampaikan cara paling efektif untuk melindungi diri dari Covid-19 adalah sering membersihkan tangan dengan alkohol atau mencuci tangan dengan sabun dan air.

Keempat, disinformasi (disinformation).

Ini adalah jenis informasi yang tidak akurat yang produsen dan distributornya hanya mengejar tujuan politik, ekonomi, budaya, atau lainnya. Jenis informasi ini disengaja, ditempa, bersifat manipulatif, serta mengubah realitas. Informasi seperti ini biasanya diproduksi dan disebarluaskan oleh orang-orang yang dendam.

Kelima, informasi yang mengejutkan (shocking information). Membaca atau mendengar informasi seperti ini membuat penerima resah, kaget, dan cemas.

Keenam, informasi kontradiktif (contradictory information). Jenis informasi ini diproduksi dan disebarluaskan karena perbedaan pendapat antara para ahli tentang suatu topik. Misalnya, WHO menyatakan Covid-19 tidak menular lewat udara, namun menular lewat cipratan (droplet) yang dihasilkan ketika orang yang terinfeksi batuk, bersin, atau berbicara.

WHO mengatakan seseorang dapat terinfeksi Covid-19 dengan menghirup virus jika berada dalam jarak 1 meter dari seseorang yang menderita Covid-19 atau dengan menyentuh permukaan yang terkontaminasi dan kemudian menyentuh mata, hidung atau mulut sebelum mencuci tangan. Bersihkan tangan secara teratur dan hindari menyentuh mata, mulut, dan hidung juga menjadi opsi pencegahan. Pernyataan ini dilontarkan untuk mengklarifikasi pemberitaan sebelumnya yang menyatakan bahwa Covid-19 bisa bertahan di udara.

Ketujuh, informasi diragukan (doubtful information).

Jenis informasi ini tidak dapat divalidasi atau didiskreditkan karena bukti ilmiah yang tidak memadai. Misalnya tentang klaim bahwa minum susu dari hewan tertentu, dan konsumsi bawang putih atau makanan lain sangat membantu dalam pencegahan Covid-19. Untuk membuktikan khasiat minuman dan makanan tertentu untuk pencegahan Covid-19 mesti melewati uji laboratorium.

Kedelapan, informasi yang ditunda (postponed information).

Informasi ini disajikan kepada orang lain dengan penundaan. Sebagai contoh, beberapa negara pada awalnya tidak bersedia mengungkapkan jumlah kasus yang terinfeksi virus corona, tetapi dengan meningkatnya jumlah pasien, mereka dipaksa untuk memberikan informasi.

Kesembilan, informasi progresif (Progressive Information). Jenis informasi ini mendorong atau mengarah pada inovasi, dan kreativitas untuk masa depan. Sebagai contoh, informasi yang diperoleh oleh peneliti kesehatan tentang sifat dan fungsi virus selama krisis Covid-19. Informasi ini dapat menjadi acuan untuk penelitian selanjutnya tentang virus

Terakhir, informasi rahasia (confidential information). Jenis informasi ini tidak pernah diungkapkan ke publik karena berbagai alasan dan pertimbangan. Contoh informasi ini adalah ketika ada ketidakpastian jumlah kasus orang yang terinfeksi dan meninggal karena Covid-19 ini. Penyembunyian informasi terjadi disebabkan oleh anggapan bahwa jumlah korban yang lebih besar menunjukkan kelemahan pemerintah dan struktur kesehatan mereka.

Catatan Akhir

Dalam konteks literasi informasi, pemerintah dan para profesional media perlu mendidik masyarakat untuk mengenal tipologi informasi saat menghadapi krisis pandemi ini. Tipologi informasi yang dikemukakan di atas dapat dikembangkan lagi secara lebih rinci.

Ketika informasi berperan penting dalam mengambil keputusan, maka kecerdasan menempatkan informasi sesuai tipologinya adalah keterampilan mutlak dimiliki di tengah informasi yang terus membanjiri ruang baca kita saat pandemi ini.**

~ Penulis, Irwandi, Dosen IAIN Bukittinggi, E-mail: irwandimalin@gmail.com
~ Gambar oleh Gerd Altmann dari Pixabay 

Next Post

Bupati Agam Jadi Saksi Terlapor Pelanggar UU ITE

"Sebagai warga negara yang baik saya memenuhi panggilan Polda Sumbar. Adapun pertanyaan yang disampaikan penyidik saat pemeriksaan saya tadi, tidak begitu banyak," ujar Indra Catri kepada bakaba.co
Bupati Agam, Indra Catri di Mapolda Sumbar, foto fadhly reza - bakaba.co

bakaba terkait