bakaba.co, Agam ~ Rizal Ramli, Menjadi petani di negeri ini, Indonesia, sama dengan memasuki jalan menuju kemiskinan. Sepanjang pemerintah tidak mengubah sistem berkaitan dengan produk atau komoditi pangan yang dihasilkan petani, masyarakat petani tidak akan pernah meningkat kesejahteraannya.
“Kita semua tahu, produksi yang dihasilkan petani mulai dari padi, sayur-mayur, bawang, cabe, sebutlah semuanya, harganya diserahkan pada kekuasaan pasar. Begitu petani panen dan membawa hasil ladangnya ke pasar, harga jatuh, murah. Petani tidak bisa berbuat apa-apa.”
Pernyataan yang begitu menyentak disampaikan Dr. Rizal Ramli dalam diskusi dengan masyarakat petani Komunitas Selaras Alam dan para pendidik pesantren di MTI Candung, Agam, Minggu, 5 November 2017.
“Apa yang bisa dilakukan petani? Mestinya petani secara bersama-sama menuntut pemerintah. Minta pemerintah melindungi, menetapkan tarif atau harga pasar produksi petani agar petani bisa untung. Tidak selalu merugi,” kata Rizal Ramli, konsultan ekonomi dan pembangunan yang dikenal dengan ide-ide melawan kemapanan.
Menetapkan harga jual pangan yang diproduksi petani seperti padi/beras dan komoditi lainnya, bukan tidak mungkin. Banyak pemerintah di kawasan Asia seperti Jepang, Malaysia, juga Vietnam melakukannya.
“Jepang menetapkan harga jual produk petani dengan tarif yang membuat petani berlaba sekitar dua puluh persen. Makanya jadi petani di Jepang bisa membuat warganya hidup baik, layak dan tidak miskin,” kata Rizal Ramli,
Selain tidak adanya perlindungan dan penetapan tarif atau harga atas produk petani, keranjingan pemerintah mengimpor hampir semua bahan pangan juga membuat petani negeri ini tidak mungkin mengandalkan hidup dari bertani.
“Apalagi lahan yang dimiliki petani di negeri ini rata-rata hanya sepertiga hektar. Dengan kepemilikan lahan sekecil itu produksi juga kecil. Pemerintah seperti tidak menginginkan kebutuhan pangan diproduksi sendiri oleh masyarakatnya sendiri,” papar Rizal Ramli yang pernah diangkat jadi Menko Kemaritiman Kabinet Jokowi.
Stop ekspor
Putra Minang yang lahir di Padang tahun 1954, dikenal keras dan konsisten mengkritisi kebijakan pemerintah yang dinilainya keliru. Ketika Abdurahman Wahid jadi presiden, Rizal Ramli diangkat jadi Kepala Bulog.
“Ketika memimpin Bulog saya buktikan, Indonesia tidak mengimpor beras. Ternyata produksi padi kita bisa memenuhi kebutuhan. Saya pernah mengimpor beras tapi karena terpaksa ketika musim kemarau sangat panjang,” kata Rizal Ramli.
Baca juga: Rizal Ramli ‘Manyilau Kampuang (1): Bangsa ini Tertinggal karena Tidak Inovatif
Untuk tercukupinya stok beras nasional kata Rizal Ramli, Bulog waktu dia pimpin, membeli padi milik petani dengan harga wajar. “Saya, Bulog waktu itu tidak membeli padi ketika harga gabah turun,” katanya.
Kebijakan sektor pertanian di mana pemerintah telah berusaha membangun irigasi, ada subsidi pupuk, juga memastikan ketersediaan pestisida, dinilai mantan Menko Kemaritiman ini sebagai hal yang sudah seharusnya.
“Tetapi semua itu tidak cukup. Petani akan tetap mengalami masalah karena harga diserahkan ke pasar. Pemerintah, jika ingin melindungi petani, tetapkan tarif atau harga hasil produk petani. Baiklah, tidak harus seluruhnya, lakukan dulu untuk sepuluh jenis bahan pangan utama,” kata mantan Ka.Bulog ini.
Dengan bahasa yang jelas Rizal Ramli mengatakan, dilihat statistik negeri ini, terlihat 20 persen penduduk sudah sangat baik ekonominya. Lalu 40 persen lagi sudah lumayan baik. Sisanya, empat puluh persen lagi, miskin.
“Negeri yang begini kaya, di anugerahi sumber daya alam yang besar, matahari hadir sepanjang tahun, tetapi rakyatnya yang miskin masih begitu besar,” kata Rizal Ramli dengan suara bernada berat.
Tindakan strategis
Malaysia ketika dipimpin Mahathir Mohamad kata Rizal Ramli, bertindak luar biasa ketika memberi lahan masing-masing seluas 5 hektar ke warganya yang miskin. Caranya, warga miskin diminta pindah ke daerah baru untuk berkebun sawit. Selama menunggu panen pemerintah memberi insentif biaya hidup.
“Dalam waktu lima tahun sawit sudah menghasilkan. Warga Malaysia yang sebelumnya miskin, jadi sejahtera, berpenghasilan besar setiap bulan, orang kaya baru Malaysia itu, yang semula rajin menyiapkan kebun sampai sawit berproduksi, akhirnya jadi pemalas. Nah, orang Indonesia mereka rekrut untuk jadi buruh kebun sawit. Sekarang lebih tiga juta orang Indonesia bekerja di kebun sawit orang Malaysia yang dulunya miskin,” ujar Rizal Ramli dengan nada suara prihatin.
Soal pemberian lahan, Indonesia berbeda dengan Malaysia. Pemerintah Indonesia bukan memberikan lahan ke warga miskin, tetapi menyerahkan lahan untuk ditanami sawit ke pengusaha kaya.
“Kita semua mengertilah, sejuta hektar lahan untuk perusahaan dan pengusaha ini, ratusan ribu hektar lahan di propinsi anu untuk pengusaha itu..,” ujar Rizal Ramli sambil mengacungkan jari tangan ke berbagai arah.
“Masyarakat petani di Thailand, di Jepang petani benar-benar diperhatikan pemerintah, juga oleh partai politik. Perdana Menteri Taksin di Thailand selalu menang pemilu karena dia menyejahterakan masyarakat petani. Bahkan keluarga Taksin begitu dicintai petani. Ketika Taksin dikudeta militer dan diusir, adiknya maju merebut kursi Perdana Menteri dan menang berkat dukungan petani.”
“Begitu juga di Jepang, partai LDP terus bertahan menguasai pemerintahan karena kebijakan LDP sangat pro-petani. Dan juga terbukti, ketika ada menteri kebinet LDP yang kebijakannya mengusik ketentraman petani, tidak menunggu lama, akan terlempar dari kursinya,” Rizal Ramli bercerita dengan retorika yang runtut.
Sementara di negeri ini, pemerintah bahkan presiden tidak bakal lama tertanam di memori rakyat, begitu berganti. Begitu juga partai politik, tidak akan bertahan sebagai pemenang setiap kali pemilu. “Mereka, baik pemerintah maupun partai politik, tidak melihat masyarakat petani penting diperhatikan, dimakmurkan hidup dan ekonominya,” ujar Rizal Ramli
Dalam keheningan suasana, peserta diskusi yang sebelumnya hanya dua orang yang bertanya, Rizal Ramli menutup pertemuan dengan ajakan; “Jika sebelumnya berharap diberi uang seratus ribu oleh calon pemimpin dan wakil rakyat yang sedang kampanye, sekarang doanya diubah dengan ‘Ya Allah, berilah kami pemimpin yang akan mengubah nasib kami, yang akan menyejahterakan hidup kami.”
» Asraferi Sabri
» M. Khairul Huda