bakaba.co | Penghulu, khususnya di Kanagarian Situjuh Batua penting untuk terus menerus melakukan peningkatan kapasitas untuk memperkuat peran Limbago Adat dalam nagari.
“Hukum adat akan berjalan dan berfungsi efektif jika penghulu memiliki kemampuan dan pengetahuan yang baik tentang adat itu sendiri.”
Demikian disampaikan Dr. Wendra Yunaldi, SH, MH dalam kegiatan ‘Penguatan Limbago Adat dan Pemahaman Adat’ di Nagari Situjuah Batua, Kabupaten 50 Koto, 3 Desember kemarin.
Kegiatan yang digelar Pemerintahan Nagari Situjuah Batua bersama Portal Bangsa Institute itu, menghadirkan dua narasumber: Musra Dahrizal Katik Rajo Mangkuto atau Mak Katik selaku Cadiak Pandai Adat dan Dr. Wendra Yunaldi, SH, MH pakar Hukum Konstitusi Masyarakat Adat.
Acara yang dibuka Tuo Adat dan Wali Nagari Situjuah Batua Dt. Tan Marajo itu, berlangsung pukul 09.00-16.00 WIB. Kegiatan dibagi dua: sesi pertama khusus bagi penghulu ka-ampek suku di kanagarian Situjuah Batua dan sesi kedua dikhususkan bagi perempuan, bundo kanduang.
Secara Adat
Wendra Yunaldi mengatakan, berfungsi efektifnya para penghulu, apapun persoalan yang dihadapi oleh kaum ka-ampek suku di Situjuah Batua dapat diselesaikan secara adat dan tidak melibatkan pihak-pihak lain.
“Hukum adat merupakan hukum yang komplit dan komprehensif memberikan penyelesaian terhadap sengketa yang dihadapi oleh masyarakat,” kata Wendra.
Paparan Wendra Yunaldi diperkuat Mak Katik dalam curah adat pada sesi kedua. Mak Katik banyak menyorot fungsi hakiki oleh seorang penghulu dalam kaum dan nagari.
Penghulu bukan sekedar gelar dan sako untuk bergagah-gagahan. Pada diri seorang penghulu terpikul beban berat untuk menyangga adat dan membina kaumnya,” ujar Mak Katik.
Seorang penghulu yang gagal melakukan fungsinya kata Mak Katik, alamat kekacauan dan ketidakharmonisan dalam kaum akan sering terjadi.
- Baca juga: Papua Ta’at Hukum Adat, Sumbar Dilanda Ragu
Seorang penghulu mesti menjadi contoh dan suri tauladan bagi kaum dan kampungnya. Penghulu itu tidak mesti seorang yang bersikolah tinggi ataupun bergelar dan berpangkat tinggi. Sebab, yang dibutuhkan dari seorang penghulu adalah wisdom dan akhlak serta sikap. Untuk apa penghulu memiliki sekolah tinggi dan jabatan hebat, jika ia tidak cakap dan pintar menyelesaikan masalah-masalah kecil yang ada di kaumnya.
“Jika ada penghulu setelah dilewakan memimpin kaumnya, namun, kemudian tidak peduli dengan kaumnya, baik karena kesibukan pekerjaan ataupun tidak menetap di kampung tempat anak kemenakannya berdomisili, alamat kaumnya akan seperti ayam kehilangan induk,” papar Mak Katik.
Lebih jauh, menurut Mak Katik, tugas seorang penghulu sama seperti tugas seorang nabi. Meluruskan yang bengkok, menyilau yang miskin, dan memberi pengajaran budi pekerti agar anak kemenakannya memiliki jiwa sahino samalu dalam nagari.
“Penghulu merupakan suluh yang akan menerangi kaumnya dan sekaligus menjadi tampek batanyo dan tampek maminta sifat agar anak kemenakan menjadi manusia yang baik, untuk diri, keluarga, kampung, negeri dan bangsa,” kata Mak Katik.
Jauh dari Adat
Setelah sesi soal penghulu berakhir pukul 12.00 WIB, acara dilanjutkan pukul 13.30 WIB. Sesi dengan peserta bundo kanduang Kanagarian Situjuh Batua. Dalam paparannya, Mak Katik menguraikan tentang, kenapa banyak generasi muda yang semakin jauh dari adat dan agama dewasa ini.
Menurut Mak Katik, faktor utama masalah generasi muda terletak pada semakin rendahnya tanggungjawab seorang ibu dalam rumah tangga melakukan pendidikan sejak kecil kepada anak-anak di rumah.
Seorang Ibu di Minangkabau dewasa ini kata Mak Katik, tidak lagi mengenal Sumbang Duo Baleh sebagai sistem ajaran adat Minangkabau terhadap perilaku seorang perempuan, mulai dari cara duduk, berdiri, bajalan, berkata, makan, berpakaian, bekerja, bertanya, menjawab, bergaul, bertingkah laku.
“Ajaran Sumbang Duo Baleh merupakan pedoman bagi bundo kanduang sebagai bentuk pendidikan kepribadian untuk menjadi modal dalam membina rumah tangga dan keluarganya,” kata Mak Katik
Sebelum acara usai pukul 16:00 WIB, Mak Katik, bundo kanduang sepakat untuk kembali dilaksanakannya kegiatan ini. Para kaum perempuan merasa banyak hal yang terkait dengan bundo kanduang dalam adat Minangkabau yang tidak mereka pahami dan mengerti, seperti sumbang duo baleh yang telah dipaparkan Mak Katik. Belum lagi masalah pakaian adat, pakaian pesta, dan pakaian bundo kanduang dalam acara-acara adat yang benar-benar sesuai dengan adat Minangkabau.
~iRB/bakaba