Istilah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sangat sudah menakutkan bagi pejabat negara dewasa ini, tidak saja pejabat-pejabat di pusat, mereka-mereka yang bekerja menggunakan uang negara sampai ke Desa-Desa pun sudah mulai gerah dengan sepak terjang KPK.
Sebagai lembaga yang memiliki kewenangan luar biasa untuk menangkap “pencuri berkelas”, ada pihak-pihak yang merasa gerah dan sekaligus ketakutan untuk menjalankan “misi kotor” nya menguras kekayaan negara.
Tanpa pandang bulu, KPK yang dulunya ber ‘situngkin’ mengejar koruptor kelas kakap, sekarang koruptor teri pun dijajal oleh lembaga negara ini. Siapa yang mencuri uang negara, maka siap-siap berhadapan dengan jala rompi oranye.
Ketakutan-ketakutan yang dibangun dengan persepsi super body KPK, dengan menempatkannya sebagai lembaga tak terkontrol menangkapi orang-orang yang mencuri uang negara, banyak pihak kemudian merasa gerah dan perlu melakukan tindakan-tindakan “bijaksana” untuk meredam semangat “45” KPK, agar kemudian korupsi dapat dinormalisasi sesuai kehendak politik dan kekuasaan.
- Baca juga: Habisnya Urat Malu Koruptor
Benarkah demikian, bagi rakyat jelata korban kejahatan “koruptor”, apa yang telah dilakukan KPK selama ini perlu lebih ditingkatkan dan jika perlu diberi kewenangan luar biasa untuk bekerja dengan hukum acara mereka sendiri.
KPK mesti memiliki peradilan, hukum materil, formil serta proses penyidangan dan penjara sendiri agar korupsi yang menggurita ini dapat pupus di bumi nusantara, itu kehendak rakyat.
Rakyat sudah gerah dengan kelakuan koruptor. Mereka diberi jabatan oleh kedaulatan rakyat, tapi dengan semena-mena kemudian mengambil uang rakyat untuk kepentingan pribadi dan maupun korporasi mereka.
Kejahatan yang dilakukan tidak semata-mata merugikan negara, akan tetapi, kejahatan koruptor telah menciptakan kemiskinan yang berkelanjutan, pendidikan yang berkemiskinan, pemerataan pembangunan kemiskinan, dan bahkan parahnya lagi, kejahatan koruptor telah menciptakan “hole chaos” bagi masa depan bangsa.
Oleh karena itu, korupsi tidak lagi sekedar kejahatan politik dan administrasi, akan tetapi lebih dari itu, korupsi telah menjadi kejahatan kemanusiaan yang merenggut masa depan anak-anak ibu pertiwi.
Lantas benarkah, revisi terhadap UU KPK merupakan sebuah jawaban untuk semakin memperkuat kinerja serta memberi keleluasaan untuk menindak siapa saja tanpa pandang bulu, Presiden, Menteri, DPR, Kepala Daerah, Anak Presiden, Menantu Presiden, Cucu Presiden dan sebagainya untuk ditangkap jika mereka korupsi.
Bagi rakyat jelata “wong cilik”, tentu dengan revisi UU KPK tidak lain keinginan mereka semata-mata adalah di samping negeri ini bersih dari koruptor, lebih penting dari itu adalah bagaimana kemudian uang negara benar-benar efektif digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteran dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Selama prinsip penegakkan hukum merata dilakukan KPK, tanpa pandang bulu dan tebang pilih, maka, lembaga ini akan mendapatkan dukungan penuh dan dipertahankan oleh masyarakat. Namun, jika kemudian KPK tidak lebih sebagai macan ompong, jaring laba-laba, menangkap yang kecil dan mengabaikan pelaku kejahatan yang besar dan elitis, maka hukum alam sendiri yang akan menghukum KPK tanpa perlu susah-susah untuk merobah ataupun menghapus UU KPK.
*)Penulis: Irwan, S.H.I, M.H., – Sekretaris Eksekutif PORTAL BANGSA