bakaba.co | Jakarta – Kuasa hukum Tom Lembong resmi melaporkan dua ahli pidana yang dihadirkan oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam sidang praperadilan ke Polda Metro Jaya. Laporan ini diajukan atas dugaan pemberian keterangan palsu di bawah sumpah dalam sidang yang digelar Jumat, 22 November 2024.
Dua Ahli Pidana yang Dilaporkan
Ahli pidana yang dilaporkan adalah Hibnu Nugroho, guru besar Fakultas Hukum Universitas Jenderal Soedirman, dan Taufik Rachman, dosen hukum pidana dari Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Dalam sidang praperadilan yang digelar di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, kedua ahli disebut menyampaikan pendapat yang dianggap tidak sesuai fakta hukum.
“Pada sidang tanggal 22 November 2024, kedua ahli yang dihadirkan termohon memberikan keterangan tertulis yang digabungkan dengan pendapat mereka di persidangan. Ini kami anggap sebagai satu kesatuan keterangan yang tidak terpisahkan,” ujar Ari, salah satu kuasa hukum Tom Lembong, Senin, 25 November 2024.
Respons Hibnu Nugroho dan Taufik Rachman
Menanggapi laporan tersebut, Hibnu Nugroho memilih untuk tidak banyak memberikan komentar. Ia meminta agar segala pertanyaan mengenai laporannya diarahkan kepada Kejaksaan Agung yang memanggilnya sebagai ahli dalam sidang praperadilan tersebut.
“Mohon ditanyakan ke Kejagung saja ya. Terima kasih,” kata Hibnu singkat saat dihubungi pada Senin, 25 November 2024.
Sementara itu, Taufik Rachman belum memberikan tanggapan resmi atas laporan yang diajukan oleh tim kuasa hukum Tom Lembong.
Kejagung Tanggapi Laporan Kuasa Hukum Tom Lembong
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, memberikan pernyataan terkait laporan tersebut. Ia menegaskan bahwa pendapat yang diberikan oleh kedua ahli dalam persidangan tidak dapat dianggap melanggar hukum.
“Yang berhak menilai adalah hakim, dan hakim tidak terikat dengan pendapat yang diberikan oleh ahli,” kata Harli.
Harli juga menjelaskan perbedaan antara pendapat ahli yang diberikan secara lisan di persidangan dan jawaban tertulis yang disampaikan. Menurutnya, pendapat ahli digunakan untuk menjawab pertanyaan yang berkaitan dengan objek praperadilan, sementara jawaban tertulis hanya berisi poin-poin utama.
Klaim Kejagung Soal Naskah Affidavit
Terkait dugaan pelanggaran prosedur, Harli menegaskan bahwa jawaban tertulis dari kedua ahli bukan merupakan alat bukti atau affidavit. Ia juga menampik tuduhan adanya pelanggaran hukum dalam penggunaan naskah affidavit yang sama oleh kedua ahli.
“Yang dinilai oleh hakim hanya pendapat yang diucapkan oleh saksi ahli di persidangan, bukan dari keterangan tertulis yang mereka buat,” tegas Harli.
rst | bkb