bakaba.co | Agam | Sertifikat Hak Pakai nomor 21 Tahun 2018 atas tanah Pasar Atas Eks. Pasar Serikat Agam Tuo di Bukittinggi yang diterbitkan Badan Pertanahan (BPN), mendapat sorotan Zulhefi, M.I.Kom St. Rajo Mangiang, Anggota DPRD Kabupaten Agam.
“Sejarah tidak bisà dihilangkan begitu saja. Menghilangkan sejarah Pasar Atas eks. Serikat Agam Tuo di Bukittinggi yang dimiliki oleh empat puluh Nagari Luhak Agam, sama saja menghilangkan jati diri.”
Zulhefi, anggota DPRD Agam dari Fraksi Gerindra mengatakan itu dalam wawancara dengan bakaba.co, Selasa, 31 Desember 2019 di Bukittinggi.
Kita semua kata Zulhefi, mengetahui sejarahnya Pasar Serikat ada karena 40 Nagari di Agam Tuo yang di dalamnya juga termasuk Nagari Kurai. Semua nagari Agam Tuo mendapatkan kompensasi, hasil dari keberadaan Pasar Serikat Agam Tuo.
Dalam sejarahnya, Pasar Serikat Agam Tuo telah ada jauh sebelum kolonial Belanda masuk ke Kurai. Nagari Kurai adalah salah satu nagari dari 40 Nagari Agam Tuo, Luhak Agam.
Bangunan Pasar Serikat berupa los-los yang diberi sesuai nama nagari-nagari di Luhak Agam. Jauh sebelum Belanda masuk ke Kurai/Bukittinggi Pasar Serikat Agam Tuo sudah jadi sentral perekonomian di Minangkabau daratan. Tahun 1784 di Pasar Serikat Agam Tuo niniak-mamak Agam Tuo bermusyawarah menyepakati penggantian nama kawasan pasar yakni dari bukik Kubangan Kabau menjadi Bukik nan Tatinggi. Tahun 1784, tepatnya tanggal 22 Desember, menjadi patokan dan dijadikan tanggal lahirnya nama Bukittinggi. Tahun 2019 kemarin, Bukittinggi berulang tahun ke-235.
Dalam sejarahnya, usai Perang Padri (1821-1838) Belanda di Luhak Agam berbasis di Nagari Kurai mulai menata pemerintahannya. Pasar Serikat Agam dikelola Belanda, catatan sejarah mengungkapkan melalui peristiwa musyawarah niniak-mamak Agam Tuo tahun 1952. Bahwa sebelumnya, tahun 1937, ada perjanjian niniak-mamak Agam Tuo dengan Belanda (Gemeente Fort de Kock = pemerintah Fort de Kock/Hindia Belanda) yang memberi izin Pasar Serikat Agam Tuo dikelola Gemeente Fort de Kock. Pemerintah Belanda membayar hasil pengelolaan Pasar Serikat kepada nagari-nagari di Agam Tuo melalui pengurus Komite Pasar/Sarikat Haq. Itu berlangsung sampai Belanda kalah. Kemudian Jepang berkuasa 2,5 tahun.
Di setiap zaman penjajahan: Belanda, Jepang serta masa kemerdekaan, komite Pasar Serikat yang ditunjuk mewakili 40 Nagari tetap ada, aktif. Tanah Pasar Serikat Nagari Agam Tuo tidak pernah berubah atau pindah kepemilikan ke pihak lain, baik pemerintah/negara; Belanda, Jepang maupun Republik Indonesia.
Tahun 1972 Pasar Serikat Agam Tuo terbakar. Ketika dibangun di bawah koordinasi pemerintah kota, selesai tahun 1974/1975, status tanah tidak berubah tetap sebagai tanah eks. Pasar Serikat Agam Tuo. Sampai tahun 2016, tanah Pasar Atas eks. Pasar Serikat Agam Tuo tidak tercatat di data pemerintah kota Bukittinggi sebagai aset kota, maupun aset pemerintah pusat/negara (baca: Sertifikat Tanah Pasar Atas dopersoalkan Niniak Mamak )
Pernyataan Sekda
Dalam penilaian Zulhefi, rekayasa mengubah status tanah Pasar Serikat Agam Tuo berawal dari Surat Pernyataan Sekretaris Daerah Pemko Bukittinggi. Melalui surat pernyataan bertanggal 7 Januari 2018, Sekda Pemko Bukittinggi Yuen Karnova membuat surat pernyataan dengan nomor : 590.23/DPUPR-PTNH/I-2018 tentang penguasaan tanah Pasar Atas sejak 1945 oleh Pemerintah Kota Bukittinggi yang diketahui oleh Lurah Benteng Pasar Atas, Ismet Fauzi.
Isi surat pernyataan Sekda, menyatakan: bahwa pemerintah Kota Bukittinggi telah menguasai sebidang Tanah Negara yang berasal dari bekas Pasar Fonds. Lokasi di Pasar Atas, Kelurahan Benteng Pasar Atas, Bukittinggi, luas tanah 17.840 m2; penggunaan tanah: Pertokoan Pasar Atas.
Batas-batas tanah di keempat sisinya berbatas pertokoan dan Jenjang dan Jam Gadang. Lalu di bawahnya ada teks penegasan: bahwa tanah tersebut telah dikuasai semenjak tahun 1945.
Surat pernyataan Sekda Yuen Karnova dilengkapi Surat Keterangan Lurah Benteng Pasar Atas. Surat Lurah menguatkan Surat Pernyataan Sekda. Tanggal kedua surat itu sama: 7 Januari 2018. Untuk melengkapi surat itu yang dinyatakan sebagai alas hak, dokumen pengajuan sertifikat ditandatangani Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Tata Ruang Kota Bukittinggi Ir. Oktavianus MT, tanggal 18 Januari 2018. Surat pengantar menerangkan tentang: Surat Peruntukan Ruang dengan Nomor : 590.50/DPUPR-PTNH/I-2018 sebagai bahan kelengkapan penerbitan sertifikat tanah oleh BPN yang terletak di Pasar Atas, luas tanah 18.740 m2.
Pada bulan Februari 2018, tak lebih dua bulan, sertifikat selesai: Sertifikat Hak Pakai Nomor 21 Tahun 2018.
“Lihatlah proses pembuatan sertifikat Pasar Atas itu, penuh dengan rekayasa dan itu jelas menghilangkan sejarah Luhak Agam,” kata Zulhefi, putra Nagari Balaigurah, Ampek Angkek
Bukti Milik Serikat
Pembuktian tanah Pasar Serikat Agam Tuo milik serikat/bersama nagari-nagari di Agam Tuo, bukan milik Negara seperti surat pernyataan Sekda Bukittinggi, terlihat dari dokumen resmi Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Tengah. Dokumen yang diperoleh bakaba.co:
Surat Ketetapan Dewan Pemerintah Daerah Propinsi Sumatera Tengah dengan nomor : 1/DPS/52 tentang pembayaran Pasarfonds Bukittinggi menerangkan tentang kompensasi pengelolaan pasar serikat untuk 40 Nagari.
Dalam surat tersebut juga memutuskan berdasarkan ketetapan residen Sumatera Barat tanggal 21 Oktober 1937 tentang pengesahan kebulatan kerapatan Nagari Biaro Gadang tertanggal 2 Februari 1937 Nomor 2 yang terdapat 4 poinnya adalah :
Pertama: Memerintahkan kepada Pemerintah Kota Bukittinggi untuk membayarkan pembagian Pasarfonds (dana) Bukittinggi setiap tahunnya kepada Nagari-Nagari Agam Tuo.
Kedua: Ketetapan bahwa pembayaran untuk tahun 1950 dan 1951 masing-masing tahunnya sebesar Rp.15.450,-.
Ketiga: Menentukan bahwa pembayaran untuk tiap-tiap tahun selanjutnya akan ditentukan menurut keadaan pendapatan Pasa Bukittinggi/Serikat oleh Dewan Pemerintah Daerah Sumatera Tengah setelah ada pemeriksaan.
Keempat: Bupati Kabupaten Agam harus:
a. Membagi-bagikan bantuan tersebut pada Nagari-Nagari Agam Tuo, dengan ketentuan bahwa uang tersebut tidak boleh digunakan untuk keperluan lain, selain untuk pembangunan nagari.
b. Memberikan pertangungjawaban kepada Dewan Pemerintah Sumatera Tengah tentang pembagian uang tersebut.
Adapun ketetapan tersebut berlaku terhitung 1 Januari 1950 serta ditanda tangani oleh Gubernur Propinsi Sumatera Tengah Roeslan Moeljohardjo.
Pemerintah Kota Bukittinggi melalui juru tulis Tata Usaha Umum menyalin sesuai surat aslinya pada tanggal 18 Januari 1952 oleh Dj. Tuanku Mudo, dan juru tulis TU DPRD Kota Bukittinggi juga menyalin surat ini sesuai aslinya pada 19 Januari 1952 oleh HH. Ponto Noer.
Berdasarkan Surat Keputusan tersebut pembagian hasil setiap Nagari adalah:
1. Wilayah Kurai V Jorong : Rp.15.450: Jorong Guguak Panjang, Jorong Mandiangin, Jorong Koto Salayan, Jorong Birugo, Jorong Tigo Baleh
2. Wilayah Baso :Rp.3.090: Padang Tarok, Simarasok, Koto Tinggi, Tabek Panjang, Bungo Koto Tinggi.
3. Wilayah IV Angkek Canduang Rp.3.090: Tjanduang Koto Laweh, Lasi, Bukik Batabuah, Panampuang, Lambah, Biaro Gadang, Balai Gurah, Batu Taba, Ampang Gadang.
4. Wilayah Tilatang Kamang : Rp. 3.090: Surau Koto, Aur, Magek, Koto Tangah, Kapau, Gadut, Pasia Laweh Nan Tujuah
5. Wilayah Banuhampu Sungai Pua : Rp.3.090: Batu Palano, Batagak, Tjingkariang, Padang Lua, Taluak, Padang Laweh, Kubang Putiah, Tangah Koto, Kapalo Koto, Sariak.
6. Wilayah IV Koto: Rp. 3.090: Sianok, Malalak, Sungai Landia, Koto Tuo, Balingka, Koto Gadang, Guguak, Koto Panjang.
Kebenaran Sejarah
Fakta sejarah yang direkayasa terkait kepemilikan tanah Pasar Atas eks. Pasar Serikat Agam Tuo, “Jangan sejarah Luhak Agam dihilangkan begitu saja,” kata Zulhefi.
Keberadaan dan kepemilikan tanah Pasar Serikat itu sebuah kebenaran. Nagari Kurai juga bahagian dari Luhak Agam di saat itu. Setiap Nagari mendapatkan hak dari hasil pengelolaan Pasar Serikat yang digunakan untuk kepentingan masyarakat banyak.
Selaku Anggota Dewan Fraksi Gerindra Kab.Agam, Zulhefi menegaskan, dia tidak ingin Sejarah Bukittinggi Koto Rang Agam hilang di tangan orang yang tidak memahami sejarahnya sendiri.
Adapun dari informasi yang beredar pada saat ini yang menyatakan bahwa orang Agam ingin mengambil tanah urang Kurai, itu tidak benar.
“Justru kita ingin memperjuangkan agar tanah tersebut kembali pada asal muasalnya sebagai milik empat puluh Nagari Agam seperti selama ini,” ungkap Zulhefi pada bakaba.co.
Zulhefi juga menambahkan bahwa terbitnya sertifikat tanah Pasar Atas Nomor 21 tahun 2018 pada bulan Februari setelah terjadinya kebakaran Pasa Ateh pada tanggal 30 November 2017, menandakan bahwa Pemko Bukittinggi bukan pemilik dari tanah Pasar Atas. Bahwa tanah Pasar Atas eks. Pasar Fonds adalah tanah negara, itu hanya klaim Sekda Bukittinggi yang tidak memiliki dasar, tetapi dilegalkan oleh BPN.
~Fadhly Reza