Selamatkan Danau Maninjau, Moratorium Keramba

redaksi bakaba

Pemda jangan lagi berlindung pada ketiadaan dokumen tata ruang danau hingga saat ini, namun atasi dulu dampak yang ada

bakaba.co | Agam | Langkah untuk menyelamatkan Danau Maninjau diperlukan moratorium, menghentikan aktivitas ekonomi KJA, Keramba Jala Apung, untuk pemulihan danau.

“Tindakan moratorium harus diikuti dengan pengembangan ekonomi alternatif yang didampingi secara serius dan intensif.”

Zukri Saad, seorang aktivis lingkungan dengan tegas menyatakan itu pada diskusi zoom “Dilema Danau Maninjau, Wisata atau Keramba Apung?” yang diinisiasi MSTV, Sabtu, 18 Desember 2021, kemarin.

Diskusi mengenai berbagai fenomena sosial berkaitan dengan kebijakan publik digagas MSTV melalui Maota Lamak. Donny Magek Piliang (Direktur Media dan Komunikasi Indonesia’s Public Policy Research and Advocacy/IPPRA) selaku host diskusi mengatakan, Maota Lamak, istilah lain; ngobrol asyik ala jaman now.

Diskusi daring tentang masalah Danau Maninjau berlangsung dari pukul 20.00 hingga 22.30 WIB. Ikut-serta Bupati Agam Dr. Andri Warman, didampingi empat kepala dinas terkait yakni Kominfo, Pariwisata, Perikanan dan Lingkungan Hidup.

Selain Bupati Agam dan jajarannya, diskusi juga menghadirkan Prof. Dr. Hafrijal Syandri, M.Si yang memaparkan data hasil penelitiannya bersama tim.

Tegas Bertindak
Gagasan moratorium bisa dilakukan, kata Wan Sukri, sapaan akrab Zukri Saad, syaratnya Pemda Kabupaten Agam, bupati dan jajarannya harus tegas menindak pihak-pihak yang menghambat pengembalian fungsi danau sebagai kawasan tujuan lestari.

Pemda jangan lagi berlindung pada ketiadaan dokumen tata ruang danau hingga saat ini, namun atasi dulu dampak yang ada. “Kalau perlu buat skenario untuk jangka waktu enam bulan mengingat langkah-langkah yang akan dilakukan sudah jelas, asalkan kita semua konsisten,” kata Uwan Zukri.

Sementara Hafrijal Syandri memaparkan data, dari 35.548 Penduduk Tanjung Raya dengan jumlah Rumah Tangga sebanyak 8.641, sejumlah 1.636 di antaranya atau 19,93 adalah Rumah Tangga Perikanan (RTP). Mereka, sebanyak 65 persen berusaha Keramba dengan modal produksi KJA berasal dari luar. Juga diinformasikan, sejak 1997 hingga 2021, jumlah ikan mati di Danau Maninjau sudah mencapai 17.732 ton.

Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem (KSDAE) Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) Ir. Wiratno, M.Sc pada kesempatan itu menyatakan kesiapannya mendukung apapun langkah penyelamatan Danau Maninjau.

Dukungannya itu disampaikan setelah paparan Kepala Balai Konservasi dan Sumber Daya Alam (BKSDA) Provinsi Sumatera Barat, Ardi Andono, S.TP, M.Sc mengenai potensi sumber daya alam dan wisata di selingkar Danau Maninjau. 

Komitmen atas dukungannya itu akan diwujudkan dengan mengawal tindak lanjut pasca Maota Lamak kali ini dengan Direktorat Jenderal lain di KLHK serta kementerian lain seperti Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemen PUPR) dan Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf).

Bupati Agam diminta membuat surat dalam minggu ini dan mengirimkannya kepada Menteri LHK dengan tembusan ke para dirjen lain. Di Kementrian LHK itu ada Dirjen Pengelolaan DAS dan Rehabilitasi Hutan/Pedas RH, Direktur Konservasi Tanah dan Air serta Dirjen Pencemaran dan kerusakan lingkungan/PPKL).

Selain itu Bupati Agam juga diharapkan segera membentuk Tim Penyelamat Danau Maninjau yang terdiri dari pakar, praktisi, akademisi, aktivis lingkungan dengan berkoordinasi secara intensif dengan Gubernur Sumatera Barat.

Potensi Pariwisata
Berkaitan dengan pariwisata, I Gde Sughiarta dari Yayasan Wisnu Bali/Jaringan Ekowisata Desa (JED) yang diminta secara khusus memaparkan pengalaman dalam mengelola ekowisata desa memaparkan 3 prinsip dalam mengembangkan ekowisata desa.

Ketiga prinsip tersebut adalah berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman masyarakat terhadapi potensi dan permasalahan, kemauan mengelola dan bertanggung jawab mempertahankan keberlanjutan semua sumber daya yang dimilikinya.

I Gde Sughiarta menitikberatkan pada pentingnya melakukan kajian terhadap potensi dan daya dukung wilayah serta konsep pariwisata yang ditawarkan. Sebaiknya tidak hanya “menjual alam” yang hanya akan menjadi spot selfie seperti yang terjadi di banyak tempat saat ini. Harus lebih dari itu seperti mengemas cerita atau sejarah menjadi menarik, bekerjasama dengan Dinas pariwisata setempat.

“Dengan begitu, wisatawan akan lebih lama bertahan dan menimbulkan dampak baik terhadap pertumbuhan ekonomi lokal,” kata Sughiarta.

Salah seorang peserta diskusi, Harry Asmar Dt Pangulu Dirajo (Wakil Ketua Dewan Pembina Masyarakat Perantau Salingka Danau Maninjau ) mengatakan, perhatian terhadap masalah danau Maninjau mestinya bukan untuk menghabisi keramba, namun mencari keseimbangan di tengah konflik.

Begitu juga Irman Ismail Rajo Bodi, seorang tokoh masyarakat Maninjau mengatakan, yang perlu diingat dari masalah Keramba Apung di Danau Maninjau ini adalah dampaknya pada anak cucu kita 20 hingga 30 tahun ke depan. “Jadi jangan hanya dilihat saat ini saja,” kata Irman.

Beberapa orang peserta diskusi antara lain aktivis perempuan Rezki Khainidar, Agus Munir (anak nagari di Maninjau domisili Padang) Poppy Rajo Bintang (pelaku pariwisata), Dr. Isheni (akademisi, Aceh), Firdaus (anak nagari di Lubuk Basung) dan Yogi Yolanda (anak nagari Maninjau domisili Jakarta) menyatakan dukungan mereka terhadap rencana revitalisasi Danau Maninjau.

Beberapa pesan penting yang mereka sampaikan adalah soal pentingnya memastikan keterlibatan pihak lain yang berkepentingan seperti PLTA, memastikan pendataan keramba dan pentingnya keterlibatan masyarakat ­ Danau Maninjau berikut Ninik Mamak dan Wali Nagari dalam merumuskan strategi revitalisasi.

rel-IPPRA | bakaba

Next Post

Peran Media di Riau dan Kebijakan Pemda

"Selama konsep pembangunan itu memiliki orientasi positif bagi aspek kehidupan masyarakat, kita harus turut berpartisipasi dan mendukung melalui sharing komunikasi dan informasi yang jelas kepada masyarakat."

bakaba terkait