bakaba.co | Pedagang pemilik toko, kios di Pasar Aur Bukittinggi merasa semakin ‘diteror’ dengan keluarnya SP-3 (Surat Peringatan ke-3) terkait retribusi. Para pedagang di Aur Kuning semakin resah. Retribusi toko, kios yang dinaikkan pemerintah kota secara sepihak sampai ratusan persen dari biasa, itu sangat memberatkan pedagang.
“Sekarang pedagang diancam, tujuh hari setelah surat peringatan tiga dikeluarkan, pedagang yang menunggak retribusi, toko dan kios akan disegel. Atas ancaman itu pedagang merasa tertekan dan takut. Kami, pedagang akan berhenti berdagang jika toko, kios disegel. Kami, para pedagang minta perlindungan hukum kepada lembaga kepolisian, Polres, sesuai aturan berlaku.”
Demikian disampaikan perwakilan pedagang di bawah koordinasi organisasi PPAK (Persatuan Pedagang Pasar Aur Kuning) drg. Rinaldo saat bertemu jajaran Polresta Bukittinggi, Kamis, 14 November 2019.
Tidak hanya minta perlindungan hukum pada lembaga kepolisian, para pedagang Aur Kuning juga mendatangi DPRD Kota Bukittinggi. Pertemuan dengan Komisi 2 DPRD Bukittinggi, perwakilan PPAK diterima ketua dan anggota komisi.
Dalam pertemuan itu, para pedagang memaparkan masalah yang dihadapi pedagang. Di mana, pemerintah kota melalui Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan; Muhammad Idris, mengeluarkan SP-3 kepada pedagang tentang pembayaran retribusi toko, kios.
“Komisi di legislatif yang membidangi ekonomi waktu pertemuan mengaku, tidak bisa berbuat. Komisi dua hanya akan mencoba berkomunikasi dengan pihak eksekutif,” kata Haji Acin, salah seorang Pengurus PPAK kepada bakaba.co.
SP berturut-turut
Masalah retribusi toko, kios, toko grosir, lapak, dan PKL yang dinaikkan Pemko Bukittinggi dengan Perwako nomor 40 dan 41, tertanggal 21 Desember 2018, secara kolektif ditolak para pedagang. Berkali-kali para pedagang melakukan demo dan menyampaikan aspirasi ke DPRD Bukittinggi tidak membuahkan hasil. Pemko Bukittinggi tetap tidak bergeming.
Penolakan para pedagang atas retribusi itu karena retribusi dinaikkan secara sepihak oleh Pemko. Kenaikan nilai retribusi sampai 600 persen dibanding besaran retribusi sebelumnya, sangat memberatkan pedagang. Retribusi toko berdasar Perda Nomor 16 tahun 2013 Rp. 12.000/m2/bulan, dengan Perwako Nomor 41 tahun 2018 dinaikkan menjadi Rp. 60.000/m2/bulan.
Tanpa pernah menghiraukan keberatan dan aspirasi pedagang, Pemko melalui Dinas koperasi, UKM dan Perdagangan mengejar retribusi dengan tarif baru berdasarkan Perwako.
Dalam beberapa bulan berturut-turut Surat Peringatan (SP) diterbitkan Dinas Koperasi. SP-1 diterbitkan tanggal 3 Mei 2019, SP-2 tanggal 18 Juli 2019 dan SP-3 tanggal 12 November 2019. Dalam SP-3 ada ancaman yang isinya: jika SP-3 tidak diindahkan, dalam jangka waktu 7 (tujuh) hari setelah surat SP-3 diterima, maka akan dilakukan tindakan Pembekuan Izin Sementara disertai penyegelan toko, kios dan lapangan bulanan dalam bentuk pengembokan atau tanda resmi tertentu oleh Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kota Bukittinggi.
Aturan Baru
Melihat pada Peraturan Daerah Nomor 15 dan 16 tahun 2013 tentang Retribusi Pasar Grosir dan Pertokoan serta Retribusi Pelayanan Pasar, tidak ada pasal pun yang menetapkan sanksi penyegelan jika retribusi menunggak.
Sanksi yang diatur pada kedua Perda itu hanya berupa sanksi denda 2 persen dari nilai tunggakan. Tidak ada sanksi penyegelan toko. Pada Perda Nomor 15 tahun 2013 dan Perda Nomor 16 tahun 2013, sama-sama diatur pada pasal 15, ayat (1) berbunyi: dalam hal wajib retribusi tidak membayar tepat pada waktunya atau kurang membayar dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2 (dua) persen dari retribusi yang terutang atau kurang bayar.
~afs/bakaba