bakaba.co | Sejarah Minangkabau purba agak berbeda dengan pola periode zaman pra-sejarah Indonesia yang dibekukan dalam buku ajaran/akademi.
Pembagian sejarah purba Minangkabau dirumuskan Prof. Dr. R.P. Soejono dengan merujuk arkeolog H R. Van Heekern. Di mana Heekern membagi sejarah Indonesia zaman prasejarah, terbagi dalam periode: zaman batu tua (paleolitikum), zaman batu tengah (mesolitikum) dan zaman batu baru (neolitikum).
Pada zaman batu tua manusia memakai peralatan batu yang tidak diolah untuk membantu kepentingan kehidupannya. Zaman batu tengah, manusia memakai peralatan batu yang telah diolah secara kasar dan tulang atau kulit kerang untuk kepentingan kehidupannya. Pada zaman batu baru, di mana manusia memakai peralatan dari batu yang lebih halus, mereka telah bercocok tanam secara sederhana dengan memakai peralatan batu.
Setelah zaman batu, masuk ke zaman logam yang di kawasan Asia, termasuk Nusantara, berlangsung antara tahun 3000 – 2000 SM. Zaman logam dibagi tiga periode yakni zaman tembaga, perunggu dan zaman besi. Manusia di zaman tembaga telah bercocok tanam dan berburu dengan memakai alat dari tembaga. Pada zaman perunggu manusia bercocok tanam dan berburu memakai alat dari perunggu. Waktu zaman besi, manusia telah bercocok tanam dan berburu memakai alat dari besi.
Manusia Pemburu
Arkeologi Prof. Dr. Raden Panji Soejono membagi zaman prasejarah dengan merujuk pada aktivitas manusia sebagai pemburu dan bercocok-tanam.
Pertama, masa berburu tingkat sederhana. Kedua, masa berburu tingkat lanjut dan ketiga, masa bercocok-tanam sederhana dan empat, masa perundagian yakni masa ketika manusia sudah mengenal dan memiliki kemampuan mengolah logam.
Manusia yang hidup dengan berburu tingkat sederhana adalah ketika membunuh buruan dengan memukul memakai batu yang tidak diolah. Pada masa berburu tingkat lanjut, manusia membunuh buruannya dengan memakai batu yang telah diolah, meletakkan batu di ujung tombak kayu.
Kemudian, pada masa bercocok-tanam sederhana, manusia mulai hidup menetap, bercocok tanam dengan memakai alat dari batu. Di tahap masa perundagian, manusia yang hidup menetap, bercocok tanam dengan memakai alat dari logam.
Minang Nomaden
Manusia Minangkabau pada zaman prasejarah tidak sepenuhnya mengikuti alur kehidupan versi dua arkeolog H R. Van Heekern dan R.P. Soejono.
Zaman prasejarah, Minangkabau merujuk pada kondisi alam. Minangkabau yang terletak di pulau Sumatra bagian Tengah, alamnya berupa hutan lebat, belukar padat, berbukit terjal. Dengan keadaan alam seperti itu, kehidupan berburu sangat sulit. Sebaliknya, di hutan dan belukar itu banyak buah-buahan dan dedaunan yang baik untuk dimakan.
Orang Minang di zaman prasejarah hidup dengan hasil alam yang melimpah. Kondisi alam di wilayah Minangkabau membuat manusia penghuninya lebih mudah mempertahankan kehidupan. Mereka mencari buah dan daun kayu yang enak dan baik untuk dimakan daripada berburu binatang.
Apakah orang Minang saisuak tidak berburu? Ada juga. Manusia Minang ada juga berburu binatang-binatang kecil untuk tambahan makanan berupa daging.
Kondisi hutan yang lebat menyulitkan manusia Minangkabau zaman itu untuk pergi jauh-jauh. Jika mereka keluar agak menjauh, akan sangat sulit mencari jalan untuk kembali pulang menemui isteri dan keluarganya. Apa lagi kalau mereka telah berjalan sampai dua jam atau lebih.
Kehidupan pada zaman prasejarah Minangkabau dibagi dua periode yaitu periode kehidupan nomaden hutan dan kehidupan ladang berpindah.
Kedatangan bangsa asing ke wilayah Minangkabau untuk membeli hasil hutan seperti kamper (Cinnamomum camphora), lada, getah kayu labuai dan lainnya, kehidupan nomaden hutan orang Minang tetap berlanjut. Kehidupan yang sudah mulai berintegrasi dengan datangnya bangsa asing, pola hidup orang Minang mulai lebih modern. Meski pada zaman itu sebagian masyarakat hidup dengan ladang berpindah. Kemudian mereka hidup dengan ladang menetap dengan sistem pertanian yang modern.
Kehidupan nomaden hutan ini tidak sepenuhnya hilang. Masih ada kelompok-kelompok orang terbelakang sampai di zaman merdeka di wilayah Minangkabau. Salah satu bukti kehidupan kelompok Suku Anak Dalam di daerah Jambi.(*)
Penulis: H. Asbir Dt. Rajo Mangkuto, B.Sc, Penyusun Buku Direktori Minangkabau 2012
Editor: Asraferi Sabri