bakaba.co | Solok | Ternak Burung | Resesi ekonomi terjadi di berbagai negara. Pandemi Covid-19 telah melumpuhkan sendi-sendi ekonomi masyarakat. Beda dengan krisis ekonomi yang terjadi pada rentang 1997-1999. Krismon, lebih banyak menghantam korporasi besar. Sekarang, efek pandemi Covid-19 langsung menghujam ke jantung penghidupan masyarakat kecil.
Covid-19 membuat banyak usaha yang tiba-tiba harus tutup akibat kebijakan PSBB, Pembatasan Sosial Berskala Besar. Banyak karyawan berhenti, dirumahkan, dan di PHK. Masyarakat pun harus putar otak melakukan segala daya dan upaya agar tetap mampu mencari nafkah untuk bertahan hidup.
Rifki, 39 tahun, yang berusaha peternakan ayam kampung pun terkena imbas. Sejak PSBB diterapkan medio April lalu, permintaan langsung turun drastis. Biasanya bisa menjual 20 ekor ayam kampung per minggu. Pelanggannya pengusaha rumah makan. Ada juga pembeli yang langsung datang ke peternakannya. Sejak awal masa pandemi, langganannya pun berhenti memesan ayam kampung dari peternakannya.
“Ayam harus tetap diberi makan, kalau dikurangi jumlah pakannya ayam akan mudah jatuh sakit,” kata Rifki dalam perbincangan dengan bakaba.co di Solok, Minggu, 16 Agustus.
Rifki bercerita, setiap pekan dia keluarkan dana Rp300 ribu untuk beli pakan ayam. Sejak Covid-19 tak ada yang beli ayam, tak ada order yang masuk. “Pelanggan saya rata-rata pemilik rumah makan kecil yang juga tutup karena efek sepinya pembeli di saat PSBB,” ujar Rifki
Ternak Burung Kenari
Saat ini stok ayam Rifki dia kurangi 75 persen dari biasa. Dia sisakan sekitar 20 ekor saja. Dengan begitu, pengeluaran untuk pakan ayam pun berkurang. “Sekarang saya alihkan perhatian. Saya kini beternak burung kenari,” ujar Rifki.
Beternak burung kenari biaya pakannya jauh lebih murah. Tidak semahal dan sebanyak yang dibutuhkan jika ternak ayam. Harga jual burung kenari pun lebih mahal dibanding ayam. Burung kenari per ekornya bisa Rp150 ribu sampai Rp200 ribu, tergantung jenis dan peranakan kenari. “Kenari yang sudah ‘setengah jadi’, sudah mulai bagus berkicau, bisa mencapai sejutaan,” ujar Rifki
Saat ini Rifki baru memiliki koleksi dan ternakan kenari lokal. Untuk Kenari impor ada istilah F1, F2 dan AF, belum dimilikinya. “Saya belum punya indukan kenari impor. Mungkin dalam beberapa waktu ke depan saya akan beli indukannya,” kata Rifki.
Pewarta bakaba.co menanyakan, kenapa memilih ternak burung kenari, dan bukan burung ‘lovebird’. Rifki menerangkan, ‘lovebird’ harganya sudah jatuh, cuma Rp50 ribu sampai Rp75 ribu per ekor. Itu pun harga dikandang. ‘Lovebird’ sangat mudah kawin dan bertelur, perawatannya pun lebih gampang, tidak seperti burung kenari yang butuh perawatan agak ekstra.
Setelah 4 bulan Rifki menjalankan usaha ternak burung kenari, ada pembeli yang datang dari Padang. Bahkan dari Pekanbaru. Setelah melihat koleksi ternak burung kenari yang ada dikandang Rifki, rata-rata pembeli mencari ‘bahan’ (istilah pehobi burung kicau) untuk mereka latih agar bisa berkicau bagus dan ikut lomba. “Jika menang lomba burung kicau hadiahnya bisa puluhan juta,” ujar Rifki
Dalam menjalankan usaha beternak burung kenari, Rifki juga mendokumentasikan usahanya di channel youtube miliknya. “Lumayan buat nambah penghasilan dari google adsense. Beberapa kali google sudah transfer ke saya hasil dari iklan dari video saya,” ujar Rifki sembari menunjukkan link youtube channel-nya ke pewarta bakaba.co.
~ rDA/bakaba
~ Gambar oleh Capri23auto dari Pixabay