~Dr. Wendra Yunaldi, S.H., M.H.
Soekarno dan Tan Malaka termasuk tokoh brillian. Keduanya, di samping menuliskan gagasan-gagasan politiknya, juga mampu merumuskan model politik kebangsaan secara filosofis, teoritis dan praktis.
Melalui bukunya Madilog, Tan Malaka satu-satunya tokoh nasional yang menghadirkan filsafat materialisme-dialektika-logika untuk merumuskan upaya pembangunan bangsa melalui kemajuan berpikir. Esensi pemikiran Tan Malaka adalah urgensi ilmu pengetahuan dalam menghapuskan imperialisme ekonomi, kebudayaan, pendidikan dan ilmu pengetahuan. Sebagai masterpiece, Madilog menjadi fenomenal dilahirkan oleh seorang anak bangsa yang pemikirannya sejajar dengan tokoh-tokoh besar sosialis dunia.
Berbeda dengan Soekarno yang berhasil menulis 19 buah buku, mulai dari masalah pancasila, revolusi, perempuan, dan konsepsi Indonesia merdeka. Dari keseluruhan karya-karya Soekarno tersebut, Pantja Azimat merupakan karya sistematis yang ditulis dan dipersiapkan Soekarno semenjak tahun 1926.
Pantja Azimat berisi lima pokok pembahasan; 1) Nasionalisme-Islamisme-Marxisme tahun 1926 melihat adanya potensi ketiganya sebagai perekat persatuan sebagai syarat mutlak kemerdekaan. 2) Pancasila 1 Juni 1945 sebagai ideologi bangsa yang di rumuskan menjadi pembukaan UUD 1945. 3) Rediscover of Our Revolution (1959), yang disahkan sebagai manifesto politik (manipol) atau serupa GBHN. 4) Trisakti/Tahun Vivere Pericoloso tahun 1964, dan 5) berdikari tahun 1965.
Kelima azimat tersebut hanya sekedar penggaliannya, dua pertama dari masyarakat Indonesia dan tiga terakhir dari revolusi Agustus 45. Kelimanya menjadi blue print dari Indonesia merdeka yang dicita-citakan oleh Soekarno. Pantja Azimat adalah pengejawantahan daripada seluruh jiwa nasional kita, kata Soekarno.
Azimat Nasionalisme-Islamisme-Marxisme lebih ideologis, karena dibangun di atas dasar kepentingan mengelola potensi keberbedaan ideologi yang dianut bangsa Indonesia. Soekarno menyadari, bahwa ketiga ideologi ini tidak mungkin disatukan, namun sebagai potensi yang distingtif, ketiganya dapat diberdayakan mendorong kemerdekaan Indonesia, karena nasionalisme, islamisme dan marxisme menjadi jiwa dari pergerakan Indonesia.
Azimat pancasila adalah azimat paling sakti oleh karena di samping mengakomodir NIM, pancasila juga berisi tentang pelaksanaan berdemokrasi bagi bangsa Indonesia. Potensi NIM harus dikelola dengan politik demokratis melalui perwakilan politik yang dijiwai oleh semangat ke-Tuhan-an, sehingga dapat diwujudkan keadilan sosial bagi rakyat.
Azimat rediscovery of our revolution atau Manifesto Politik/UUD 1945/Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin, Ekonomi Terpimpin, dan Kepribadian Indonesia yang menjadi haluan negara Republik Indonesia. Artinya, Soekarno ingin menghadirkan sebuah “kitab suci” berbangsa yang tidak berbicara mengenai “rencana pembangunan, apakah jangka panjang, menengah ataupun pendek. Melainkan, keharusan sebuah negara memiliki grand design yang bersifat filosofis, ideologis dan kebangsaan.
Azimat trisakti/tahun vivere pericoloso (Trisakti Tavip) merupakan pidato yang disampaikan Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1964. Pidato yang membakar semangat revolusioner rakyat untuk terus berjuang. Seperti dikatakan Soekarno “mengalirlah, hai sungai revolusi Indonesia, mengalirlah ke laut, janganlah mandek, sebab dengan mengalir ke laut itu, kamu setia kepada sumber mu.”
“Kamu bukan bangsa cacing, kamu adalah bangsa berkepribadian banteng. Frasa vivere pericolos (Italia; vivere pericolosamente), hidup penuh dengan bahaya, ever onward teruslah maju, never retreat jangan pernah mundur,” kata Soekarno.
Azimat terakhir; berdikari, adalah tatapan masa depan bangsa Indonesia yang disampaikan Soekarno pada pidato 17 Agustus 1965. Setelah bangunan azimat pertama, kedua, ketiga dan keempat dipahami rakyat, tantangan masa depan mesti dibangun dengan semangat berdikari. Panjang dan berliku-liku jalan yang harus kita lalui, kata Soekarno.
Ada beberapa hal yang dapat kita simpulkan tentang penting Pantja Azimat bagi penguatan Ideologi Bangsa, 1) konsistensi berbangsa dan nasionalisme akan terpatri dengan baik, apabila setiap jiwa menyadari arti penting ke-Indonesiaan, 2) perlu secara simultan dan massif melakukan penyadaran ideologis kepada anak bangsa, 3) perlu penanaman kesadaran dan kebanggaan atas gagasan-gagasan bangsa sehingga menjadi spirit memperkuat kebangsaan, 4) pelajarilah sejarah perjuanganmu sendiri yang sudah lampau, agar supaya tidak tergelincir dalam perjuanganmu yang akan datang, dan 5) peganglah apa yang telah kita miliki sekarang yang adalah akumulasi daripada hasil semua perjuangan kita di masa lampau.
*Penulis, Dosen Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat
**Gambar fitur Soekarno via Wikimedia commons by Goverment of Padangpanjang Indonesia’s City [Public domain]