Dasar pemikiran sistem politik Islam dibangun di atas ketentuan al-Qur’an yang diwahyukan Tuhan kepada Muhammad S.A.W. Kehadiran Tuhan dalam perspektif Islam adalah sentral dan urgen membentuk sarwa Islami. Sebagai sebuah keyakinan, umat Islam dalam berpolitik tidak mungkin lepas dari adanya moralitas yang telah disampaikan dalam al-Qur’an dan praktik Muhammad S.A.W selama beliau hidup melaksanakan tugas kenabian dan kerasulannya.
Bagi umat Islam, memanifestasikan Tuhan dalam keseluruhan hidupnya, tidak terlepas juga persoalan politik adalah sebagai bentuk ketundukan al-Islam itu sendiri. Hampir dalam keseluruhan fakultas keilmuan Islam, sosial, ekonomi, budaya, seni, negara, keluarga, politik dan kekuasaan, adalah pancaran dari semangat ber-Tuhan yang tidak dapat digantikan dengan berbagai bentuk ideologi, maupun hasil pemikiran manusia.
Tuhan adalah titik episentrum yang memancar ke seluruh penjuru kehidupan umat Islam, yang menentukan arah, model, tipe dan karakteristik yang kemudian menjadi pembeda dengan rumusan-rumusan logika, maupun pemikiran para filosof dan ahli hikmah.
Ketika membicarakan teori politik Islam, dengan mengargumentasikan realitas objektif sebagai wacana ilmiah untuk menemukan berbagai jawaban atas problem kehidupan politik, relasi antara Tuhan dengan manusia tidak serta-merta berada dalam hubungan teokratis. Sebab, Tuhan bukan bekerja untuk mengurus manusia dalam persoalan-persoalan politik, negara dan kekuasaan yang dilaksanakannya.
Berbeda dengan keyakinan penganut agama lainnya, serta temuan-temuan pemikiran falsafi para filosof, Tuhan dalam pemikiran sistem politik Islam adalah objektif sebagai realitas yang melekat pada individu. Cipta, rasa dan karsa yang lahir sebagai respon terhadap problem politik yang dinamis dan manusiawi adalah realitas subjektif yang terpancar dari kesadaran objektif tertinggi.
Baca juga: Dekonstruksi Politik Islam di Era Negara-Bangsa
Relasi Tuhan dengan manusia yang diperantarai oleh wahyu dan kenabian, serta praktik sosial umat Islam yang tercerahkan oleh kebenaran objektif tertinggi menjadi formula bagi susunan pemikiran politik Islam. Sekalipun wahyu dan firman Tuhan itu mewujud dalam bahasa Muhammad S.A.W dan bersifat manusiawi, tidak lantas menghilangkan makna kesucian dan maupun kebenarannya sebagai idealitas yang disampaikan Tuhan.
Berbeda dengan umat Islam, pemikiran tentang Tuhan, oleh karena diterima secara “akal sehat” tanpa perlu pembuktian-pembuktian ilmiah, karena Tuhan itu sendiri sudah mewujud dalam sistem pemikiran ilmiah sebagaimana dikemukakan Muhammad S.A.W, “berfikirlah tentang makhluk, dan jangan engkau pikirkan tentang yang menciptakan makhluk”, mampu menstimulasi karakteristik pemikiran politik Islam berkarakter ke-Tuhanan.
Tuhan memberikan prinsip-prinsip tatanan bernegara yang oleh Tahir Muhammad Azhary ditemukan sebanyak sembilan prinsip, seperti adil, persamaan, negara hukum, serta musyawarah. Selanjutnya Tuhan juga mengajarkan kepada manusia terkait dengan penataan sistem kehidupan yang teratur dengan karakter-karakter khusus yang secara eksplisit disebutkan dalam al-Qur’an.
Adapun karakter ber ke-Tuhanan dalam politik Islam diimplementasikan pada: pertama; ideologi dasar dari negara adalah paham, pemikiran dan kesadaran akan adanya sesuatu yang menjadi sumber spirit dan kebijaksanaan sebagai pencipta manusia dan alam semesta yang mewahyukan tatanan kosmik manusia.
Kedua; oleh karena manusia adalah khalifah-Nya untuk mengurus urusan-urusan duniawi maka norma hukumnya bersumber dari wahyu, akal pikiran dan customary yang baik yang hidup di tengah-tengah masyarakat.
Ketiga; negara harus menciptakan lembaga-lembaga yang menjadi tempat menyelesaikan persoalan manusia yang terdiri dari orang-orang yang amanah, dengan melakukan musyawarah, dan jika tidak mampu menyelesaikan permasalahan dengan akal pikiran, maka lembaga tersebut mencari kebijaksanaan dari al-Qur’an.
Keempat; kekuasaan dijalankan untuk mengarustamakan kepentingan jiwa, akal pikiran, kehormatan, generasi, dan ekonomi.
Kelima; kezaliman adalah sebuah kebijakan yang secara terang-terangan berlawanan dengan Tuhan. Dan setiap orang mesti mendapatkan hukuman atas tindakan kezaliman tersebut.
Keenam; manusia harus diperlakukan sama dan diberi kesempatan yang sama untuk menjalankan kehidupannya secara adil dan berimbang.
Ketujuh; pemerintah menjalankan fungsi kekuasaannya untuk mencegah kerusakan terhadap manusia, alam, dan lingkungan.
Kedelapan; pemerintah bertanggungjawab untuk meninggikan derajat orang-orang yang berilmu pengetahuan dan melaksanakan fungsi ta’dib bagi manusia.
Kesembilan; pemerintah bertanggungjawab melaksanakan fungsi keadilan sosial melalui pemeliharaan terhadap fakir miskin, anak yatim, pengelola kegiatan keagamaan, orang-orang yang dalam keadaan susah dan berutang.
Kesepuluh; kekuasaan pemerintah harus menjaga terlaksananya kehidupan yang bermoral dan berakhlakul karimah. Kesebelas; pemerintah mesti menjaga agar para pedagang tidak mencurangi timbangan dan menukar barang dagangan yang baik dengan yang jelek.
Kedua belas; pemerintah harus menggalakkan kehidupan ilmu pengetahuan dengan melakukan penelitian-penelitian terhadap alam semesta ciptaan Tuhan. Ketiga belas; pemerintah harus mengambil dari orang-orang kaya dan berbagai macam jenis produksi zakatnya untuk dikelola sebagai modal peningkatan kesejahteraan dan pembangunan.
Keempat belas; pemerintah mesti mengelola kegiatan informasi melalui sistem tabayyun, menjauhkan kebiasaan fitnah dan menggunakan panggilan yang tidak beradab untuk manusia lainnya, sehingga terlaksana kaidah kehidupan yang saling menghormati satu dengan lainnya.
Terakhir, kelima belas; pemerintah menyelenggarakan proses administrasi yang dalam bentuk paling sederhana dilakukan terhadap pencatatan hutang piutang oleh dua belah pihak.
Dalam keseluruhan sistemik kehadiran Tuhan dalam tatanan politik Islam, melalui potensi akal pikiran dan sejarah yang diberikan Tuhan, kedudukan manusia sebagai khalifah yang hadir mengimplementasikan kebenaran hakiki tersebut dapat mewujudkan kebaikan dunia maupun di akhirat sebagai tujuan terpenting dalam kehidupan manusia.
~ Penulis, Irwan, S.H.I., M.H, Advokat & Peneliti di Pusat Kajian PORTAL BANGSA
~ Image by Maciej Cieslak from Pixabay