Kaum Suku Guci Somasi Pemko Bukittinggi

redaksi bakaba

“Kami juga mempersoalkan kenapa Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bukittinggi turut hadir dalam pertemuan tersebut,” ujar Zulhefrimen.

somasi - Rumah Dinas Walikota Bukittinggi - bakaba.co
Rumah Dinas Walikota Bukittinggi – bakaba.co

bakaba.co | Bukittinggi | Kaum Suku Guci Tangah Sawah menyampaikan somasi kepada Pemko Bukittinggi terkait belum adanya penyelesaian sisa pembayaran tanah Rumah Dinas Walikota Bukittinggi sejak 1974, kepada kaum Guci.

“Kami sudah menyampaikan surat somasi karena tidak adanya kata sepakat antara Pemko dengan klien kami tentang sisa pembayaran pembelian tanah kaum Guci.”

Demikian keterangan Zulhefrimen, SH., Kuasa Hukum Kaum Suku Guci Tangah Sawah kepada bakaba.co, Selasa, 3 Desember, kemarin.

Tim kuasa hukum yang dikuasakan kaum Guci: Zulhefrimen, SH., Ahmad Zacky, SH, dan Cori Amanda, SH., MH, menyampaikan somasi kepada Pemerintah Kota Bukittinggi tanggal 27 November 2019 dengan nomor: 95/SK-ZHLF/XI/2019.

Dalam somasi yakni teguran terhadap pihak calon tergugat pada proses hukum, kuasa hukum kaum Guci menuntut agar pihak Pemko segera menyelesaikan sisa pembayaran tanah mereka dalam waktu empat hari lamanya.

Apabila Pemko Bukittinggi tidak menyelesaikan sisa pembayaran dalam kurun waktu empat hari setelah somasi diterima, kaum suku Guci akan mengambil upaya hukum dengan membuat laporan polisi ke Polresta Bukittinggi.

“Kami juga akan melakukan gugatan secara perdata melalui Pengadilan Negeri Kota Bukittinggi,” ujar Zulhefrimen

Sementara Kuasa Kaum Suku Guci, Zamri Cs mengatakan pada bakaba.co surat somasi yang dikirim Tim Kuasa Hukum, itu merupakan bentuk ketidakpuasan anak kemanakan kaum suku Guci Tangah Sawah. Sebelumnya, ada pertemuan yang dilakukan, 28 November 2019 di Rumah Dinas Walikota Bukittinggi antara Perwakilan kaum Guci dengan pihak Pemko Bukittinggi.

Dalam pertemuan itu kata Zamri, pihak kaum Guci meminta mekanisme sisa pembayaran berdasarkan NJOP (nilai jual objek pajak). Namun pihak Pemko, dalam pertemuan tersebut menilai sisa pembayaran tanah hanya berdasarkan legal opini yang dibuat Kejaksaan Negeri Kota Bukittinggi semata.

“Kami tidak puas dengan hasil pertemuan yang di inisiasi oleh Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias itu. Bagaimana bisa Pemko akan membayar sisa tanah kami hanya merujuk pada legal opini kejaksaan,” ujar Zamri.

Legal Opini Kejaksaan itu kata Zamri, bukan ketetapan hukum. Kaum Guci meminta besaran pembayaran sisa sesuai rekomendasi yang dikeluarkan DPRD Kota Bukittinggi tahun 2009.

Menurut Zamri, dia heran atas sikap Walikota Bukittinggi ketika dia hubungi melalui hp ajudan, Walikota mengatakan apabila kasus ini dibawa ke ranah hukum, pihak Kaum Suku Guci tidak akan menang melawan Pemko.

Dari ucapan walikota tersebut merupakan ancaman nyata bagi kami Kaum Suku Guci Tangah Sawah. “Pernyataan Walikota itu membuat kami juga tidak akan main-main dalam memperjuangkan hak kami kaum Suku,” kata Zamri.

Baca juga: Pengacara Kaum Guci: Apa Walikota Tak Paham Hukum?

Ada Jaksa

Informasi diperoleh bakaba.co, pertemuan Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias di kediamannya dengan perwakilan Kaum Suku Guci Tangah Sawah, 27 November, juga dihadiri oleh Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bukittinggi Feritas, Wawako Bukittinggi Irwandi, Sekda Bukittinggi Yuen Karnova, Asisten I Sekda Z. Buyung, Kepala Satpol PP Safnir, Kesbangpol Bukittinggi Aldiasnur, dan staf bagian aset Pemko Bukittinggi. Pertemuan itu berakhir dengan tidak ada kata sepakat sama sekali dari kedua belah pihak.

Pertemuan perwakilan kaum Guci dengan Walikota dan Pejabat Pemko Bukittinggi dihadiri Kepala Kejaksaan Negeri Bukittinggi
Pertemuan perwakilan kaum Guci dengan Walikota dan Pejabat Pemko Bukittinggi dihadiri Kepala Kejaksaan Negeri Bukittinggi, foto. istimewa

Zulhefrimen, SH selaku Tim Kuasa Hukum Kaum Suku Guci Tangah Sawah menyampaikan pada bakaba.co, terkait pertemuan yang dilakukan Walikota Bukittinggi dengan Perwakilan Kaum Guci, tidak ada kesepakatan apapun terkait sisa pembayaran tanah.

“Kami juga mempersoalkan kenapa Kepala Kejaksaan Negeri Kota Bukittinggi turut hadir dalam pertemuan tersebut,” ujar Zulhefrimen.

Menurut Zulhefrimen, jika keikutsertaan Kajari selaku anggota Forkopimda, mestinya pertemuan itu dihadiri juga oleh Kapolres, Dandim, Ketua Pengadilan Negeri, Ketua Pengadilan Agama, Ketua DPRD sebagaimana diatur oleh UU nomor 23 tahun 2014, pasal 26.

Membaca isi surat undangan yang dibuat Sekda Kota Bukittinggi Yuen Karnova, tanggal 28 November 2019 dengan nomor : 590.1173 /DPUPR-PTNH /XI-2019 yang ditujukan pada perwakilan Kaum Guci, terkesan bahwa tanah kaum Guci yang belum selesai pembayaran sama sekali telah diklaim sepihak oleh Pemko Bukittinggi. Dalam surat undangan itu juga tidak membuat tembusan pada Forkopimda.

“Kami akan mengambil langkah hukum apabila tuntutan klien kami tidak diindahkan sama sekali. Kepada Kajari kami berharap agar menghindari sikap berat sebelah terkait pemberian pandangan hukum,” kata Zulhefrimen.

Rekomendasi DPRD

Sementara itu mantan Ketua DPRD Kota Bukittinggi periode 2004-2009 H.Trismon,SH mengatakan pada bakaba.co, surat rekomendasi tanggal 20 Januari 2009 dengan nomor: 13/DPRD-I/2009 terkait sisa pembayaran tanah kaum suku Guci Tangah Sawah berdasarkan NJOP, sah secara lembaga. Rekomendasi DPRD Bukittinggi tahun 2009 itu, berdasarkan rapat komisi-komisi yang ada di DPRD saat itu.

Rumah Dinas Walikota Bukittinggi - bakaba.co
Rumah Dinas Walikota Bukittinggi –  foto FR – bakaba.co

“Surat Rekomendasi itu sah secara lembaga. Sekarang, kami secara pribadi tidak bisa berkomentar banyak terkait penyelesaian sisa pembayaran tanah Kaum Suku Guci itu. Kami tidak jadi anggota DPRD Bukittinggi lagi. Jadi biarlah anggota DPRD yang sekarang mengomentari permasalahan tersebut,” kata Trismon.

Pemko melalui Wawako Bukittinggi Irwandi mengatakan pada bakaba.co (27/11) dalam berkunjungnya pada Rumah Dinas Walikota Bukittinggi bahwa Pemko akan mencarikan solusi yang terbaik untuk Kaum Suku Guci Tangah Sawah.

~ Fadhly Reza

Next Post

Ketika Kebodohan Telah Tiba

Salah satu fungsi literasi adalah membuka banyak perspektif untuk melihat persoalan dan jalan keluar.
Gambar oleh Anemone123 dari Pixabay

bakaba terkait