Dr. Agus Aditoni: Bahasa Arab, Bahasa Budaya Islam

redaksi bakaba

bakaba.co | Meski Al-Qur’an sebagai kalam Allah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, tetapi bahasa Arab (al-Qur‘an) tetap merupakan bahasa manusia. Atau produk budaya bangsa Arab. “Bahasa Arab bukanlah semata bahasa Tuhan atau malaikat.”

Hal itu disampaikan Dr. Agus Aditoni, Dekan FAHUM-UINSA pada Kuliah Umum FAH UIN IB Padang, Rabu, 9 Oktober 2019 di Padang.

Kuliah Umum yang digelar Fakultas Adab dan Humaniora UIN Imam Bonjol Padang bertajuk ‘Pengembangan Kajian Ilmu-ilmu Keadaban dan Humaniora’.

Kegiatan ini mengawali penandatangan perjanjian kerjasama dengan Fakultas Adab dan Humaniora  UIN Sunan Ampel (FAHUM UINSA) Surabaya, di Aula FAH UIN Imam Bonjol Padang.

Dalam paparannya, Agus Aditoni yang tampil sebagai pembicara pertama kuliah umum menegaskan, Al Qur’an di satu sisi mesti dipelajari dan dipahami sesuai dengan maksud Allah ketika mewahyukannya. Namun, jangan  berhenti sampai tahap menyakralkannya sebagai bahasa kitab suci.

Bahasa Arab, kata Agus Aditon, lebih jauh merupakan bahasa budaya Islam, lughah al-tsaqâfah al-Islâmiyyah. Karena itu, sebagai akademisi kita masih dapat mempelajari pesan al-Qur’an dengan pendekatan kebudayaan. “Bagaimanapun, bahasa adalah bagian dari sistem kebudayaan,” katanya.

Bahasa Arab sebagai produk dan subsistem budaya mempunyai dimensi linguistik, humanistik, sosio-kultural, dan pragmatik. Bahasa Arab pada dasarnya tunduk kepada sistem linguistik yang telah menjadi kesepakatan penutur bahasa Arab, nâthiq bi alArabiyyah. Pandangan ini mengisyaratkan bahwa bahasa Arab adalah sebuah sistem sosial-budaya yang terbuka untuk dikaji, dikritisi, dan dikembangkan.

“Karena itu, bahasa Arab menjadi relevan sebagai basis pengembangan studi kebudayaan Islam,” ujar Aditoni.

Seruan Ilahiyah
Dalam forum yang sama, Dr. Nasaruddin, M.Ed, Wakil Dekan bidang Kemahasiswaan dan Kerjasama FAHUM UINSA menyampaikan pokok-pokok pikirannya tentang bagaimana membangun epistemologi kajian ilmu-ilmu keadaban melalui ekspolarasi konsep yang bersumber dari lafadz al Qur’an.

Dalam slide presentasinya, bertajuk “Konsep Ta’aaruf Dalam Alquran dan Pengembangan Kajian  Ilmu-ilmu Keadaban” Nasaruddin menguraikan secara ringkas tentang konsep “ta’aruf” dalam konteks ayat 13 Surat Al-Hujurat, untuk dijadikan sebagai landasan teologis dan filosofis bagi pengembangan kajian ilmu-ilmu keadaban, terutama kajian bahasa dan budaya.

Konsep ta’aruf yang dieksplorasi Nasarudin lebih ditujukan sebagai  landasan pengembangan bahasa asing, termasuk bahasa Arab.  Khitab “Waja’alnaakum Syu’uuban Wa Qabaaila Lita’arafu” dalam surat Hujurat ayat 13, secara tersirat menegaskan bahwa manusia diciptakan untuk berkomunikasi dengan bahasa yang berbeda satu sama lain. “Artinya, keberadaan bahasa asing adalah bagian tak terpisahkan dari penciptaan manusia,” kata Nasarudin.

Jika ta’aaruf antara suku bangsa adalah seruan ilahiyyah, maka belajar dan menguasai bahasa yang berbeda-beda sebagai media harus dipandang sebagai seruan ilahiyyah.

“Karena itulah, belajar bahasa asing merupakan media vital bagi proses ta’aaruf di antara mereka,” kata Nasaruddin, Alumni S3 Universitas Nelain Sudan itu.

*Muhammad Nasir

Next Post

Tentang Idealisme dalam Sebuah Amplop

Wartawan itu ditakuti dan disegani karena mata pena yang tajam. Inilah kekuasaan publik yang sulit dimiliki orang biasa. Menjadi wartawan berarti bisa memberitakan, hal itu bisa menakutkan bagi orang yang tak siap.
Matthias Schild dari Pixabay

bakaba terkait