bakaba.co | Bukittinggi | Pemko Bukittinggi menyatakan banding terkait putusan Pengadilan Negeri Bukittinggi atas menangnya gugatan Yayasan Fort de Kock terkait tanah lokasi pembangunan gedung DPRD Bukittinggi.
Pilihan akan melakukan banding itu disampaikan Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias dalam jumpa pers di Balaikota Bukittinggi, Kamis, 12 Maret 2020.
Ramlan Nurmatias mengurai alasan bahwa Pemko Bukittinggi pada 6 Desember 2007 telah membeli tanah seluas 5.528 m2 pada Syafri St. Pangeran, Suku Sikumbang, Manggis Ganting Bukittinggi.
Tanah yang dibeli oleh Pemko tersebut merupakan hak milik dengan nomor: 655/Manggis Ganting dan Surat Ukur No.12/MG/2007 yang dikeluarkan 25 Mei 2007.
Ramlan Nurmatias menceritakan proses Pemko Bukittinggi membeli tanah tersebut pada Syafri St. Pangeran. Dengan memiliki surat pernyataan, sertifikat hak milik atas nama Syafri St. Pangeran yang belum dibaliknamakan, Akta Jual Beli dengan Syafri St. Pangeran merupakan dasar kepemilikan yang diklaim oleh Pemko Bukittinggi.
Ramlan Nurmatias juga memperlihatkan surat pernyataan Syafri St. Pangeran dan SHM yang jadi pegangan Pemko Bukittinggi pada wartawan. Ramlan Nurmatias juga mengakui bahwa sertifikat yang menjadi pegangan belum dibaliknamakan atas nama Pemko Bukittinggi.
“Untuk banding sendiri sudah kita daftarkan dan dibayar. Kita akan banding. Kita uji dan masih ada upaya hukum. Apapun putusan pengadilan kami akan terima,” kata Ramlan Nurmatias.
Pemko juga menampilkan data gambar tata ruang melalui proyektor agar bisa dilihat secara bersama-sama dengan insan pers.
Duduk Perkara
Perkara perdata yang diajukan Yayasan Fort de Kock berupa gugatan wanprestasi antara Penggugat Nazaruddin, SKM melalui kuasa hukumnya Didi Cahyadi Ningrat, SH, Fanny Fauzi, SH, MH, Khairul Abbas, SH, S.Kep, MKM menggugat Syafri St. Pangeran (Tergugat 1), H. Arjulis Dt. Basa (Tergugat 2), Muhammad Nur (Tergugat 3) Pemko Bukittinggi (Tergugat 4), Notaris Hj. Tessi Levino, SH (Tergugat 5). Gugatan wanprestasi kepada Para Tergugat bahwa Penggugat telah membeli sebidang tanah lebih kurang 12.000 m2 yang terletak di Bukik Batarah, Kelurahan Manggis Ganting, Kecamatan Mandiangin Koto Selayan , Bukittinggi dengan Tergugat 1, Tergugat 2, Tergugat 3 berdasarkan Perjanjian Jual Beli (PPJB) Nomor 150/D/XI/2005 yang dilegalisasi oleh notaris Hj.Tessi Levino, SH selaku Tergugat 5.
Bentuk dari keseriusan Penggugat untuk tanah dimaksud, Penggugat memberi panjar/uang muka sebesar Rp. 425 juta dan pelunasan dibayar setelah sertifikat diterbitkan.
Namun pada tahun 2007 Syafri St. Pangeran selaku Tergugat 1 menjual sebagian tanah kepada Pemko Bukittinggi, dalam hal ini Tergugat 4, dan baru sebagian yang diserahkan kepada Penggugat. Berangkat dari permasalahan itu, Penggugat menggugat Para Tergugat untuk mendapatkan haknya kembali.
Dalam pokok gugatan Yayasan Fort de Kock di PN Bukittinggi dalam perkara No. 28/Pdt.G/2019/PN Bkt, Majelis Hakim telah mengabulkan gugatan dengan menyatakan: PPJB yang dibuat untuk pembelian tanah di Bukit Batarah berlaku mengikat dan sebagai undang-undang.
Adapun perbuatan Pemko Bukittinggi yang membeli tanah yang telah terikat PPJB antara Yayasan Fort De Kock dengan Kaum Syafri St. Pangeran adalah sebagai bentuk pembeli yang tidak beriktikad baik, sehingga tidak perlu dilindungi oleh hukum.
Terkait dengan gugatan balik atau re-konvensi dari tergugat dalam hal ini Pemko Bukittinggi, ditolak oleh Majelis Hakim. Dengan fakta itu, artinya tanah yang sekarang dan sebagian tanah yang dulu sudah terikat jual beli antara Yayasan Fort de Kock dengan Syafri St. Pangeran (Tergugat 1), H. Arjulis Dt. Basa (Tergugat 2), Muhammad Nur (Tergugat 3) selaku pemilik asal tanah merupakan sah milik Yayasan Fort de Kock.
Tanggapan Fort De Kock
Kuasa Hukum Yayasan Fort De Kock, Didi Cahyadi Ningrat, SH., mewakili tim menanggapi sikap Pemko melakukan banding atas putusan Pengadilan Negeri. “Banding merupakan tindakan dan upaya yang sah dalam berperkara di pengadilan. Tidak masalah,” kata Didi.
Didi Cahyadi lebih mempersoalkan publikasi yang disampaikan Walikota dan Pemko terkait kasus yang bergulir, telah keluar dari konteks permasalahan yang ada.
Walikota tidak menjelaskan apa yang menjadi posisi hukumnya terkait perkara ini. “Pihak Pemko itu, dalam sidang tidak mampu membuktikan bahwa mereka sebagai pihak yang benar. Kita bisa baca keputusan hakim bahwa Pemko dinilai sebagai pembeli yang tidak beriktikad baik, sehingga tidak perlu dilindungi oleh hukum,” kata Didi
Didi Cahyadi Ningrat mengingat pihak Pemko, dalam membentuk opini dan publikasi jangan digeser pada masalah IMB Gedung Fort De Kock yang masih diuji pada Pengadilan Tata Usaha Negara.
Janganlah kembali mengulang perbuatan yang terindikasi menyesatkan publik dengan ekspos yang tidak sesuai konteks. “Terkait masalah hukum jangan terkesan Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias menempatkan seperti masalah pribadi dengan Yayasan Fort de Kock,” kata Didi Cahyadi Ningrat.
lebih jauh Didi Cahyadi Ningrat mengingatkan, Pemko jangan ngomong panjang lebar tanpa substansi yang jelas sehingga memperkeruh suasana kehidupan, ekonomi, politik, sosial dan kepastian hukum berusaha di Kota Bukittinggi.
“Ngomong yang tidak jelas, itu merupakan cara-cara yang tidak bijak yang dilakukan oleh Pemko Bukittinggi. Logika hukum macam apa yang dipakai oleh Pemko saat ini,” ulas Didi Cahyadi Nigrat.
Didi Cahyadi Ningrat juga menambahkan bahwa pernyataan Walikota kontra-produktif dan bisa menimbulkan akibat hukum baru bagi Pemko Bukittinggi sendiri.
“Seharusnya Pemko fokus untuk membuktikan bagaimana proses pengadaan tanah yang mereka lakukan sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku atau tidak,” ujar Didi Cahyadi Ningrat.
Sebab, sebelumnya sudah ada permasalahan hukum pada tanah Syafri St. Pangeran itu dan telah berkekuatan hukum tetap pada mantan Walikota Bukittinggi Drs. Djufri terkait pengadaan tanah. “Prosesnya dulu itu ditetapkan pengadilan sebagai perbuatan melawan hukum dan ada indikasi kerugian negara,” Didi mengingatkan.
Sekarang Ramlan Nurmatias sebagai Walikota membuka kembali lembaran masalah tersebut dengan berbekal sertifikat, surat pernyataan atas nama Syafri St. Pangeran. “Jangan membuka permasalahan, ini semua bisa menjadi tipikor jilid dua nantinya,” kata Didi Cahyadi Ningrat.
~ Fadhly Reza