Dr. H. Wendra Yunaldi, S.H, M.H kritik Revisi UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi foto bakaba.co
Bukittinggi, bakaba.co – Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR-RI) telah mengesahkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) Nomor 30 Tahun 2002 pada 17 September 2019. Revisi ini menuai banyak kritik, karena dinilai melemahkan peran KPK sebagai lembaga independen yang bertugas memberantas korupsi.
1. Posisi KPK sebagai Bagian Eksekutif
Revisi UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi ini mengklasifikasikan KPK sebagai bagian dari cabang eksekutif pemerintah, mengurangi otonomi dan independensinya. Perubahan ini dianggap mengikis status khusus KPK sebagai lembaga yang dirancang untuk melawan korupsi secara tegas.
2. Pembentukan Dewan Pengawas
Dewan Pengawas baru dibentuk dengan anggota yang ditunjuk langsung oleh presiden. Tugas dewan ini mencakup mengawasi operasi KPK, yang dinilai membatasi kemampuan KPK bertindak secara independen.
3. Pengklasifikasian Pegawai KPK sebagai ASN
Pegawai KPK kini dikategorikan sebagai Aparatur Sipil Negara (ASN) dan berada di bawah kendali Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN-RB). Hal ini memunculkan kekhawatiran akan adanya pengaruh birokrasi terhadap operasional KPK.
4. Peraturan Penyadapan
Revisi UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi mensyaratkan KPK untuk mendapatkan izin dari Dewan Pengawas sebelum melakukan penyadapan. Aturan ini dianggap menghambat kemampuan investigasi KPK, terutama dalam menangani kasus korupsi besar.
5. Kebijakan Penghentian Kasus (SP3)
UU yang direvisi memungkinkan KPK menghentikan penyelidikan kasus (SP3) setelah dua tahun jika tidak dapat dilanjutkan ke tahap penuntutan. Aturan ini dikhawatirkan akan menyebabkan banyak kasus korupsi kompleks yang memakan waktu lama terhenti tanpa penyelesaian.
Revisi UU Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi memicu gelombang protes, terutama dari kelompok mahasiswa. Salah satu aksi demonstrasi berlangsung di Bukittinggi oleh mahasiswa Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat. Protes ini mencerminkan keprihatinan generasi muda terhadap isu nasional, khususnya korupsi.
Dr. Wendra Yunaldi, SH., MH. seorang pakar hukum, mengungkapkan kekhawatirannya atas dampak revisi tersebut. Menurutnya, revisi ini tidak hanya merombak KPK, tetapi secara mendasar menghancurkan pondasi lembaga tersebut.
Lihat juga wawancara lainnya : Kerja Bersama Berantas Korupsi
“Alih-alih memperbaiki kebocoran kecil, fondasi rumah ini dihancurkan,” ujar Wendra. Ia menilai bahwa langkah ini sangat membahayakan kemampuan KPK dalam memberantas korupsi di Indonesia.
Wendra Yunaldi menekankan pentingnya keterlibatan publik untuk memastikan KPK tetap menjadi lembaga yang kuat dan independen. Ia mengimbau masyarakat agar terus memperjuangkan pemerintahan yang bersih dan menolak revisi sebelum disahkan oleh presiden.
fra | bkb
Ikuti video wawancara selengkapnya di YouTube bakaba channel:
KPK menyebut direksi LPEI menerima “uang zakat” sebesar 2,5% hingga 5% dari total kredit yang…
“Kami hormati proses hukum, seperti dulu kami bersama Kejaksaan selamatkan Garuda agar tetap terbang,” ujar…
“Kewenangan ini ada di tangan KPU RI. Untuk sementara, kami ambil alih sesuai PKPU Nomor…
Senator AS Lindsey Graham, yang menyebut pertemuan itu sebagai “bencana mutlak dan total.”
"Kalau kita punya budaya malu, kita semua harus mundur," tegasnya.
"Penyidik juga sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan oknum jaksa lain yang menerima aliran dana dari AZ,"…