Gambar oleh MoteOo dari Pixabay
“Ketika Masyarakat Tidak lagi Percaya dengan Kebenaran, Para Demagog Berhasil Menjual Idenya Menjadi yang Paling Benar, Masyarakatpun Akhirnya Menjadi Makhluk yang Tidak lagi Berpikir tentang Pentingnya Kebenaran”.
Pilkada di Sumatera Barat akan terjadi di 13 kabupaten/kota dan satu pemilihan gubernur untuk lima tahun ke depan. Paska pemilihan legislatif dan pemilihan presiden, banyak pengalaman politik dan kurenah politik yang menjadi catatan terhadap pelaksanaan dua iven demokrasi secara nasional itu.
Catatan KPU dan Bawaslu untuk pilkada di Sumatera Barat menunjukkan bagaimana proses demokrasi yang terlihat pada kedua pemilihan itu tercederai oleh ; 1) politik beli suara, 2) politik sektarianisme, 3) hilangnya kesadaran terhadap arti penting visi dan misi serta program kerja, 4) rendahnya kualitas kinerja KPUD dan Panwas, 5) tingginya angka kecurangan, 6) penggunaan isu-isu keagamaan yang berlebihan, 7) serang menyerang menggunakan bahasa-bahasa yang tidak demokratis di media sosial dan internet, dan, 8) timbulnya friksi-friksi non-demokratis yang memaksakan kehendak.
Penyimpangan-penyimpangan terhadap demokrasi yang berlangsung selama pemilihan legislatif dan eksekutif, sekalipun telah berakhir di level nasional dengan telah ditetapkannya anggota legislatif dan presiden terpilih. Benarkah hal itu menandai telah berakhirnya konflik horizontal dan vertikal serta ekses-ekses negatif yang terbangun dalam persepsi masyarakat terhadap kualitas dan arti penting ber-demokrasi.
Apabila tolak ukurnya adalah kedua pemilihan tersebut, maka tentu pemilihan kepala daerah yang akan berlangsung pada akhir tahun 2020 itulah yang kita jadikan sebagai barometer terkait dengan korelasi antara pelaksanaan pemilu legislatif dan presiden dengan berbagai kurenahnya itu pada pelaksanaan pemilihan kepala daerah.
Secara institusional, KPUD dan Panwas sebagai lembaga yang bertugas mengatur dan mengawasi pelaksanaan Pilkada dapat saja memperbaiki kinerja mereka setelah melihat bagaimana pelaksanaan pemilihan legislatif dan presiden.
Berbeda dengan masyarakat dan kelompok-kelompok politik yang memiliki kepentingan terhadap kepala daerah, pengalaman berpolitik dalam kedua iven demokrasi itu jelas memberi bekas terhadap model hubungan politik yang terbangun selama pemilihan legislatif dan presiden.
Hubungan-hubungan kontraktual, dengan mengabaikan proses berdemokrasi yang sehat melalui pendidikan, pembinaan dan pengayaan khazanah politik demokratis, eskalasinya akan semakin meningkat.
Apalagi jika ditambah dengan kekecewaan-kecewaan yang melekat akibat ketidakpuasan atas apa yang mereka peroleh. Beberapa kondisi politik yang terjadi dapat disebutkan sebagai berikut :
Perjanjian-perjanjian sosial yang oleh John Locke dianggap sebagai ikatan politik terkuat untuk menentukan kebijakan pemerintah (pemerintah daerah), dan bangunan partisipasi politik yang dianggap sebagai bentuk keberhasilan demokrasi, semuanya tampak semu dan cenderung absurd.
Lantas berhasilkah pertumbuhan demokrasi, atau oleh masyarakat Minangkabau disebut dengan Kepemimpinan Terhormat dan Berwibawa, serta Takah dan Tokoh. Atau jangan-jangan sebenarnya yang kita peroleh adalah kegagalan yang dipoles dengan rasionalitas keberhasilan.
Pilkada di Sumatera Barat dengan berbagai dinamika serta keterpegaruhannya dari resistensi politik yang terjadi, kebenaran gagasan dan fakta-fakta objektif yang menjadi keharusan terbentuknya politik demokratis dan masyarakat yang berkeadaban, dikalahkan oleh daya tarik emosional dan keyakinan-keyakinan yang di bentuk oleh pribadi-pribadi.
Kebenaran tidak lagi mengacu kepada pengalaman, teori-teori dan bahkan tradisi-tradisi politik relegius, kebenaran bahkan tidak begitu digandrungi sebagai suatu kekuatan dalam demokrasi itu sendiri. Pilkada ya untuk pilkada, ia tidak lagi mengandung logika-logika kekuatan demokrasi sebagai pengejawantahan dan pergantian kepemimpinan sebagai prasyarat terbangunnya kehidupan sosial politik masyarakat yang cerdas dan berkeadaban.(*)
Penulis: Irwan, S.H.I, M.H – Sekretaris Eksekutif Lembaga Kajian PORTAL BANGSA
Gambar fitur oleh Gambar oleh MoteOo dari Pixabay
KPK menyebut direksi LPEI menerima “uang zakat” sebesar 2,5% hingga 5% dari total kredit yang…
“Kami hormati proses hukum, seperti dulu kami bersama Kejaksaan selamatkan Garuda agar tetap terbang,” ujar…
“Kewenangan ini ada di tangan KPU RI. Untuk sementara, kami ambil alih sesuai PKPU Nomor…
Senator AS Lindsey Graham, yang menyebut pertemuan itu sebagai “bencana mutlak dan total.”
"Kalau kita punya budaya malu, kita semua harus mundur," tegasnya.
"Penyidik juga sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan oknum jaksa lain yang menerima aliran dana dari AZ,"…