Opini

Kesinambungan Hubungan Intelektual Minangkabau dengan Mesir Awal Abad 20

Hubungan Intelektual Minangkabau – Pada pertengahan abad 19 M sampai dengan awal abad 20 M, dunia Islam mulai menunjukkan semangat revitalisasi untuk menjadikan Islam lebih modernis dan sebagai bukti bahwa Islam adalah agama yang dinamis dan bukan statis. Mesir pada waktu itu tampil sebagai pusat perubahan, dengan pionir pembaharuan dari Jamaluddin Al-Afghani dengan transmisi ide-ide pembaharuan bersama Muhammad Abduh dilanjutkan oleh Rasyid Ridha.

Kontribusi pemikiran ketiganya mencakup persoalan modernisasi pendidikan, keagamaan, hukum-hukum Islam, dan juga melahirkan jurnal Islam seperti Al-Urwatul Wutsqa dan Al-Manar. Kedua majalah tersebut berperan penting dalam kelahiran majalah Al-Imam yang didirikan oleh Syekh Jalaluddin Taher, tokoh asal Minangkabau yang pernah belajar di Mesir.

Kemunculan interelasi Minangkabau dengan Mesir pada akhir abad 19 M dan awal abad 20 M merupakan interaksi sosial yang mampu merombak sistem tradisionalis dan cara keberagamaan lokal. Pengaruh ini tidak hanya membangkitkan semangat nasionalisme kebangsaan di Minangkabau, melainkan juga menimbulkan berbagai konfrontasi atas berbagai pandangan tentang cara Islam seharusnya menyikapi perubahan, yang mana keseluruhannya meningkatkan iklim intelektualisme di Indonesia.

Kesadaran intelektualisme di Minangkabau pada awal abad 20 M dipengaruhi salah satunya oleh situasi yang terjadi di Mesir. Meminjam istilah Azra, “transmisi gagasan pembaharuan Islam” yang disebarkan melalui pendidikan dan pemikiran, adalah sebab kemunculan gerakan yang menginginkan perubahan. Tidak hanya itu, proses pergolakan dan pembaharuan ini kemudian memengaruhi model sosio-intelektual keberagamaan masyarakat Minangkabau setelahnya.

Peran Mesir semakin terlihat ketika semakin banyaknya pemuda yang memilih untuk menuntut ilmu di sana. Bahkan, Mahmud Yunus (pelajari Minangkabau) lebih memilih untuk belajar di Mesir daripada Mekah dengan alasan bahwa tidak ada hal baru yang bisa dipelajari di sana. Penyebaran paham pembaharuan ini menambah konfrontasi internal yang ada, seperti perebutan otoritas keagamaan antara Kaum Mudo dan Kaum Tuo. Perubahan juga terjadi dalam tatanan kehidupan masyarakat seperti sistem pendidikan dan munculnya konsep Islam dan kebangsaan (Fitri 2020).

Pembawa paham pembaharuan tersebut ke wilayah Minangkabau adalah “para perantau intelektual”. Merantau menjadi kebiasaan yang telah mentradisi dalam masyarakat Minangkabau hingga dewasa ini. Dimulai dari awal proses kehadiran Islam sampai kepada transmisi ide-ide kebangkitan, arus ini dibawa langsung oleh anak nagari Minangkabau yang melakukan perjalanan ke berbagai daerah.

Baca juga: Nabi Muhammad dan Politik Antroposentris

Dukungan dari pedagang, masyarakat lokal, dan guru-guru agama terhadap pelajar-pelajar Minangkabau yang memutuskan untuk belajar ke daerah-daerah di luar nagari (rantau), menjadi sebab utama banyaknya bermunculan tokoh-tokoh pembaharuan di wilayah ini (Fitri 2021), terutama dari pengaruh pembaharuan dari kalangan muda yang menyebarkan paham mereka tersebut ke berbagai wilayah terutama di Agam, Tanah Datar, dan Padang.

Ulama-ulama dari Kaum Muda telah menguatkan pengaruhnya sekitar tahun 1906, di waktu sebagian ulama mendapat pengaruh Majalah al-Urwatul Wusqa (yang dipimpin oleh Jamaluddin al-Afghani) dan al-Manar (diasuh oleh Rasid Ridha, Mesir). Salah seorang tokoh utama “Kaum Muda” Sumatera Barat (Minangkabau) ialah Syekh Doktor Fiddin Abdul Karim Amrullah (Inyiak De-er) atau Haji Rasul, beliau adalah ayahanda Buya Hamka (Marpuah 2020).

Gerakan reformis yang diusung oleh Abdul Karim Amrullah, atau yang lebih dikenal dengan “Kaum Mudo”, salah satunya banyak terinspirasi dari pemikir-pemikir pembaharu dari Mesir. Hamka, putera dari Abdul Karim Amrullah atau yang dikenal juga dengan Haji Rasul, menuliskan satu bab khusus yang membahas tokoh maupun faktor yang memengaruhi pemikiran dan gerakan ayahnya dalam bagian buku yang berjudul Ayahku. Pengaruh pemikirannya tersebut disampaikan melalui tulisan-tulisan dan ruang-ruang diskusi dengan para tokoh agama tradisionalis bersama kalangan tokoh agama modernis di Minangkabau.

Kemudian pengaruh pembaharuan Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha semakin terlihat ketika Haji Rasul merefleksikan pandangan ulama Kairo tentang dirinya dan Haji Abdullah Ahmad pada saat mengunjungi Kongres Mesir pada Maret 1926 dengan mengatakan “Tentu saja tidak! Terutama yang berpaham kuno tentu benci. Apatah lagi tersiar pula kabar bahwa kami banyak sekali menyetujui faham Syekh Muhammad Abduh dan Sayid Rasyid Ridha”.

Haji Abdullah Ahmad lahir di Padang Panjang pada tahun 1878 sebagai anak dari Haji Ahmad yang dikenal sebagai ulama dan juga seorang pedagang kecil. Ibunya berasal dari Bengkulu. Setelah menyelesaikan pendidikan dasarnya pada sebuah sekolah pemerintah, dan mendapat pendidikan agama di rumah dengan ayahnya. Pada tahun 1895, Haji Abdullah Ahmad pergi ke Mekah dan kembali ke Indonesia pada tahun 1899.

Sekembalinya dari Mekah, ia segera mengajar di Padang Panjang. Tindakan yang pertama dilakukannya adalah memberantas bid’ah dan tarekat. Ia tertarik pula untuk menyebarkan pemikiran pembaruan melalui publikasi dengan jalan menjadi agen dari berbagai majalah pembaruan, seperti Al-Imam di Singapura dan Al- Ittihad dari Kairo (Marpuah 2020). Ide pembaharuan tersebut tidak terlepas dari gagasan yang didapatkannya dari Mesir yakni Rasyid Ridha. Ide pembaharuan tersebut berimplikasi kepada semangat intelektualisme masyarakat Minangkabau menjadi berpikiran modernis tanpa menghilangkan Islamisme dalam diri mereka.

Dengan demikian hubungan intelektualisme antara Mesir dengan Minangkabau dua dekade awal abad 20 merupakan hasil upaya keras dan kemauan masyarakat Minangkabau untuk mendapatkan hal yang baru untuk kemajuan ilmu pengetahuan dalam kajian Islam yang selama ini dianggap konservatif dan tradisionalis dari ulama tuo, sehingga kaum mudo berperan penting untuk melakukan perubahan dengan gagasan yang baru menyesuaikan kondisi dan situasi zaman pada masa itu di Minangkabau.  

Penulis: Johan Septian Putra,
Peneliti dari Komunitas Magistra Kota Padang.
Email: johan.albusyro@gmail.com

redaksi bakaba

Share
Published by
redaksi bakaba
Tags: Abdul Karim AmrullahAl-ManarAl-Urwatul WutsqaBuya HamkaGerakan intelektual di Minangkabau pada masa kolonialHaji Abdullah AhmadHaji Abdullah Ahmad dan pembaruanHaji RasulHaji Rasul dan pembaruan IslamHubungan intelektualisme antara Mesir dan Minangkabau abad 19-20hubungan Minangkabau dan MesirIde-ide pembaharuan Islam dan kebangkitan intelektual Minangkabauintelektualisme Islam MinangkabauIslam dan modernisme di NusantaraJamaluddin Al-AfghaniJamaluddin Al-Afghani dan Muhammad AbduhJohan Septian Putrakaum muda dan kaum tua MinangkabauKaum Muda Minangkabau dan gerakan reformis awal abad 20kaum Mudokaum TuoKomunitas MagistraKonfrontasi antara Kaum Mudo dan Kaum Tuo Minangkabaukontribusi Buya Hamkamajalah Al-Imammajalah Al-Urwatul Wutsqa dan Al-ManarMesir pusat pembaruan IslamMinangkabau dan Mesirmodernisasi Islammodernisme Islam MinangkabauMuhammad Abduhnasionalisme Islam Minangkabaupembaruan Islampemikiran Rasyid RidhaPendidikan agama di Minangkabau pada abad 20 dan modernisasipendidikan Islam modernpendidikan Islam reformisPengaruh Jamaluddin Al-Afghani dan Muhammad Abduh di MinangkabauPengaruh Mesir dalam perkembangan pemikiran Islam Minangkabaupengaruh Mesir di Minangkabaupengaruh Mesir pada Islam IndonesiaPengaruh pembaharuan Islam dari Mesir terhadap MinangkabauPeran Haji Abdullah Ahmad dalam gerakan pembaharuan MinangkabauPeran majalah Al-Imam dalam menyebarkan pemikiran pembaharuan di MinangkabauPeran pendidikan Islam modern di Minangkabau pada awal abad 20Rasyid Ridhareformasi Islam awal abad 20reformasi Islam Minangkabausejarah intelektual Islam Indonesiasejarah intelektual Minangkabausejarah Islam IndonesiaSyekh Abdul Karim Amrullah (Haji Rasul) dan pemikiran reformisSyekh Jalaluddin TaherTokoh-tokoh pembaharuan Islam MinangkabauTradisi merantau Minangkabau dan pengaruh intelektualisme globaltransmisi gagasan pembaruan Islamtransmisi ide pembaruan Islam

Recent Posts

KPK Tetapkan 5 Tersangka Korupsi LPEI Rp900 Miliar

KPK menyebut direksi LPEI menerima “uang zakat” sebesar 2,5% hingga 5% dari total kredit yang…

7 bulan ago

Erick Thohir Bahas Korupsi Pertamina dengan Jaksa Agung

“Kami hormati proses hukum, seperti dulu kami bersama Kejaksaan selamatkan Garuda agar tetap terbang,” ujar…

7 bulan ago

DKPP Pecat Empat Komisioner KPU Banjarbaru, Kalsel Ambil Alih PSU

“Kewenangan ini ada di tangan KPU RI. Untuk sementara, kami ambil alih sesuai PKPU Nomor…

7 bulan ago

Pertemuan Trump-Zelensky Berubah Tegang, Picu Kemarahan Trump

Senator AS Lindsey Graham, yang menyebut pertemuan itu sebagai “bencana mutlak dan total.”

7 bulan ago

Deddy Sitorus Tuntut KPU Daerah Dipecat Gegara PSU

"Kalau kita punya budaya malu, kita semua harus mundur," tegasnya.

7 bulan ago

Kejati Jakarta Ungkap Penyelewengan Rp 11,5 Miliar oleh Jaksa AZ

"Penyidik juga sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan oknum jaksa lain yang menerima aliran dana dari AZ,"…

7 bulan ago