industri kretek Indonesia - Gambar oleh hartono subagio dari Pixabay
JAKARTA, bakaba.co – Industri kretek, yang menjadi komoditas strategis nasional, kini menghadapi tantangan serius, terutama dengan munculnya gerakan anti-tembakau yang semakin kuat. Ketua Umum Masyarakat Pemangku Kretek Indonesia (MPKI), Homaidi, mengungkapkan bahwa tekanan terhadap industri ini juga datang dari regulasi pemerintah yang dapat membahayakan kelangsungan sektor kretek. Salah satu regulasi yang dianggap akan mengancam adalah Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) yang mengatur pengamanan zat adiktif, termasuk aturan-aturan turunannya.
Homaidi mengungkapkan bahwa PP 28/2024 menyasar pembatasan kandungan tar dan nikotin pada produk tembakau, serta pelarangan bahan tambahan dan penyeragaman kemasan. Ia berpendapat bahwa kebijakan ini tidak sesuai dengan karakteristik produk kretek Indonesia yang berbahan baku tembakau lokal dan cengkeh. “Jika bahan tambahan dilarang, maka petani tembakau dan cengkeh akan kesulitan menjual hasil panennya,” ujar Homaidi.
Baca juga: Rokok Naik Harga Lagi! Solusi Murah, Beralih ke Tembakau Linting Sendiri?
Pemerintah Indonesia juga dituntut untuk mengaksesi Framework Convention on Tobacco Control (FCTC), yang menjadi sorotan bagi MPKI karena dianggap merongrong kedaulatan bangsa. Menurut Homaidi, Indonesia memiliki alasan kuat untuk tidak meratifikasi FCTC, mengingat sektor kretek menyumbang penerimaan Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang signifikan, yakni Rp 216,9 triliun pada 2024, dan memberikan lapangan pekerjaan bagi lebih dari 6 juta orang di seluruh Indonesia.
Kepala Kajian dan Advokasi MPKI, Agus Surono, menambahkan bahwa industri kretek, yang merupakan sektor strategis nasional, seharusnya mendapatkan perlindungan dari pemerintah, sesuai dengan amanat UUD 1945. MPKI juga memberikan tiga rekomendasi penting kepada pemerintah untuk melindungi sektor ini. Pertama, melakukan dialog berkelanjutan dengan pemangku kepentingan guna merancang kebijakan industri hasil tembakau yang memberikan kepastian usaha. Kedua, menolak segala bentuk intervensi terkait FCTC yang mengancam kedaulatan nasional. Ketiga, melindungi industri kretek dari kebijakan yang dapat merusak keberlanjutannya.
Kretek dianggap sebagai warisan budaya asli Indonesia yang tidak dimiliki negara lain, dan sudah selayaknya dilestarikan sebagai bagian dari budaya bangsa. Oleh karena itu, MPKI mendorong agar pemerintah menjaga dan melindungi industri kretek dari berbagai tekanan yang berpotensi menghancurkannya.
Di sisi lain, anggota Komisi VII DPR RI, Eric Hermawan, juga mendorong pengembangan industri tembakau di Madura, terutama untuk meningkatkan ekspor dan pendapatan negara. Eric, yang merupakan legislator Partai Golkar dari Dapil Jawa Timur XI (Madura), mengusulkan agar pelaku UMKM di Pamekasan mengembangkan inovasi tembakau, seperti produksi cerutu, mengingat kualitas tembakau Madura yang sangat baik. Ia juga mendukung pengembangan sektor tembakau sebagai langkah untuk meningkatkan kesejahteraan petani tembakau di wilayah tersebut.
Selain itu, sektor pertambakauan Indonesia juga menghadapi tantangan dari regulasi yang memberatkan, seperti Peraturan Menteri Keuangan Nomor 97 Tahun 2024 yang mengatur kenaikan tarif Harga Jual Eceran (HJE) rokok sebesar 10,07 persen, yang berlaku pada Januari 2025. Ada pula rencana pengenaan PPN 12 persen pada rokok yang berpotensi mengancam kelangsungan hidup industri ini. Samukrah, Ketua DPC APTI Pamekasan, berharap Presiden Prabowo Subianto dapat memperhatikan kebijakan yang mendukung kesejahteraan petani tembakau dan keberlanjutan industri ini.
Pentingnya Perlindungan untuk Industri Kretek
Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Islam (PB HMI), M. Jusrianto, menilai bahwa ada empat poin penting yang perlu diperhatikan untuk melindungi industri kretek nasional. Pertama, industri kretek menyerap 5,98 juta tenaga kerja dari sektor hulu hingga hilir. Kedua, industri ini melibatkan petani tembakau dan cengkeh lokal dengan tingkat kandungan dalam negeri (TKDN) hingga 90 persen. Ketiga, Cukai Hasil Tembakau (CHT) menyumbang sekitar 10 persen dari penerimaan negara. Keempat, 89 persen pekerja di sektor pengolahan tembakau adalah perempuan, banyak di antaranya lulusan SD/SMP.
Tantangan dan Harapan ke Depan
Industri kretek Indonesia dihadapkan pada berbagai tantangan, baik dari segi regulasi maupun tekanan global. Namun, para pemangku kepentingan berharap bahwa pemerintah akan memberikan perhatian serius dalam melindungi sektor ini, yang tidak hanya berperan penting dalam ekonomi negara, tetapi juga dalam melestarikan budaya dan kearifan lokal Indonesia.
rst | bkb
Gambar oleh hartono subagio dari Pixabay
KPK menyebut direksi LPEI menerima “uang zakat” sebesar 2,5% hingga 5% dari total kredit yang…
“Kami hormati proses hukum, seperti dulu kami bersama Kejaksaan selamatkan Garuda agar tetap terbang,” ujar…
“Kewenangan ini ada di tangan KPU RI. Untuk sementara, kami ambil alih sesuai PKPU Nomor…
Senator AS Lindsey Graham, yang menyebut pertemuan itu sebagai “bencana mutlak dan total.”
"Kalau kita punya budaya malu, kita semua harus mundur," tegasnya.
"Penyidik juga sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan oknum jaksa lain yang menerima aliran dana dari AZ,"…