Seruas Pendek Jalan Tan Malaka di Kota Perjuangan

redaksi bakaba

Jalan yang memakai nama tokoh dan pahlawan itu, tidak lebih sepanjang 100 m, lebar sekitar 4 m. Dan banyak yang tidak tahu ada jalan Tan Malaka di Bukittinggi, kota perjuangan dan bersejarah itu.

jalan tan malaka di Bukittinggi
jalan tan malaka di Bukittinggi

bakaba.co, Bukittinggi – Ada dua ratusan ruas jalan di Kota Bukittinggi. Ruas jalan terpendek ternyata jalan Tan Malaka. Jalan yang memakai nama tokoh dan pahlawan itu, tidak lebih sepanjang 100 m, lebar sekitar 4 m. Dan banyak yang tidak tahu ada jalan Tan Malaka di Bukittinggi, kota perjuangan dan bersejarah itu.

“Tidak tahu, apa ya nama jalan ini. Benar, tidak tahu,” kata Mardison, yang ditanya nama jalan persis di depan sebuah kedai tempat dia sering nongkrong di daerah Belakang Balok, Bukittinggi.

Mardison hanya salah seorang dari beberapa orang yang ditanya bakaba.co. Banyak yang tidak tahu bahwa nama jalan di depan kedai tempat mereka sering ngopi adalah jalan Tan Malaka.

Dalam catatan ruas-ruas jalan PU Kota Bukittinggi, jalan Tan Malaka tercatat sebagai Ruas; 133. Posisi jalan Tan Malaka persis terletak di sebelah barat RS Ibnu Sina/Yarsi, Bukittinggi. Jika ada ambulan atau kendaraan membawa pasien gawat/darurat, pasti masuknya ke jalan Tan Malaka. Lalu, berhenti pas di IGD RS Ibnu Sina, yang letaknya di pertengahan ruas jalan Tan Malaka.

Di batas ujung arah selatan, di bagian sebelah kanan Jln. Tan Malaka berdiri Kantor Lurah Bukik Cangang, Kecamatan Aua Birugo Tigo Baleh (ABTB). Sementara lanjutan Jln. Tan Malaka ke arah utara adalah ruas jalan Batang Ombilin. Di ujung Batang Ombilin itu berdiri rumah dinas Walikota Bukittinggi.

Penetapan nama Jln. Tan Malaka di ruas jalan pendek tersebut kelihatannya sudah sejak tahun ’80. “Waktu kecil ketika ikut ibu di kedai ini, sudah itu juga nama jalannya. Ya, Jalan Tan Malaka. Dulu itu jalan di sini seperti gang saja, kecil,” cerita Ety Thamrin, anak pemilik kedai ‘Gulai Ikan’ yang terletak di Jln. Tan Malaka. Dia mengaku sudah sejak tahun 80-an ikut di kedai orangtuanya, setiap pulang sekolah sampai kedai tutup menjelang senja.

Bapak Republik

Kota Bukittinggi juga dijuluki ‘kota perjuangan’, kota bersejarah karena pernah menjadi Ibukota RI saat kondisi darurat atau PDRI 19 Desember 1948. Di kota ini, yang paling panjang ruas Jln. Sudirman, bahkan lebih panjang dibanding Jln. Soekarno-Hatta. Sebagai jalan protokol, Jln. Sudirman merentang mulai dari batas kota, Jambu aia ~ dari arah Padang ~ sampai ke Simpang Kangkuang, dalam kota. Panjangnya tidak kurang 3.000 m. Bandingkan dengan Jln. Tan Malaka, yang panjangnya cuma 100 m.

Sudirman dan Tan Malaka sama-sama pahlawan. Bahkan, Januari 1946, mereka pernah bersama-sama mendirikan Persatuan Perjuangan di Purwokerto, menghimpun 142 organisasi politik dan laskar rakyat. secara psikologis Tan Malaka lebih dekat dengan Bukittinggi dibanding Sudirman. Tan Malaka, tahun 1908 sekolah di Kweekschool (sekolah guru negara) di Fort de Kock, Bukittinggi. Dia tamat tahun 1913.

Direktur Tan Malaka Institute, Ben Tanur mengatakan, Tan Malaka yang mengonsep bahwa Indonesia merdeka harus berbentuk Republik. Gagasan itu; Naar De Republiek Indonesia atau Menuju Republik Indonesia. Konsep tersebut ditulis Tan Malaka ketika berada di Canton April 1925. “Waktu itu Tan Malaka dibuang, diusir imperialis Belanda dari negerinya,” kata Ben seperti ditulis di akun FBnya.

Buku “Menuju Republik Indonesia” ketika terbit, Prof. Moh. Yamin; sejarawan dan pakar hukum kenamaan, menulis dalam karya tulis dengan judul “Tan Malaka Bapak Republik Indonesia”. Yamin menyatakan Tan Malaka “Tak ubahnya daripada Jefferson Washington merancangkan Republik Amerika Serikat sebelum kemerdekaannya tercapai atau Rizal Bonifacio meramalkan Philippina sebelum revolusi Philippina pecah….”

Baca juga: Rohana Kudus, Akhirnya Ditahbiskan sebagai Pahlawan

Tan Malaka lahir 2 Juni 1897 di Nagari Pandam Gadang, Suliki, Kab. 50. Koto, Sumatra Barat. Setelah menamatkan Kweekschool (sekolah guru negara) di Fort de Kock, Tan Malaka yang tekun belajar bahasa Belanda, menjadi guru. Di Deli, Sumatera Timur, tahun 1919, saat mengajar para kuli kontrak, “Tan Malaka menawarkan Republik Indonesia merdeka kelak berbentuk Parlemen,” Ben Tanur mencatat dalam akunnya.

Masih berusia 25 tahun, Tan Malaka sudah memahami betapa pentingnya pendidikan. Pendidikan adalah kunci bagi rakyat Indonesia untuk merdeka. Tahun 1922 di Semarang dan Bandung, dia mendirikan Syarikat Islam School yang juga dikenal dengan Sekolah Tan Malaka.

Peran Tan Malaka terhadap Indonesia ditegaskan dengan Keputusan Presiden RI No. 53, yang ditandatangani Presiden Soekarno 28 Maret 1963, yang menetapkan Tan Malaka sebagai Pahlawan Nasional.

Lebih lengkap

Di antara para pejuang kemerdekaan Indonesia, Tan Malaka tidak berdiri di depan. Dia berada di atas dengan peran yang lengkap; dia pemikir, penulis, penggerak, idiolog, penerobos, pembangkang, revolusioner sekaligus visioner, dan misterius dalam arti yang sebenarnya.

Tan Malaka hilang pada tanggal 19 Februari 1949 saat mempertahankan Republik Indonesia yang terancam dilikuidasi melalui Perjanjian Linggarjati dan Renville menjadi Negara-negara bagian yang didirikan Van Mook dan Van Der Plaas dalam Agresi Belanda ke II.

Jejak besar perjuangan Tan Malaka bagi negeri ini terus dikerdilkan, dengan berbagai alasan subyektif. Ketika sosok pahlawan lain ketika dijadikan nama jalan, selalu dinukilkan di ruas jalan utama , Tan Malaka justru sebaliknya. Di Ibukota Republik, Jakarta, nama Tan Malaka hanya dibubuhkan pada ruas jalan kecil berupa gang dan tersuruk di kawasan Menteng. Begitu juga di Kota Padang, jalan Tan Malaka ditempatkan di ruas jalan yang menghubungkan Jln. Jend. Sudirman dan Jln. Perintis Kemerdekaan. Panjang jalannya sekitar 500 m, lebar sekitar 6 m.

Di Sumatera Barat, di kota Payakumbuh dan Kabupaten 50 Koto, nama Tan Malaka didedikasikan secara spektakuler pada nama jalan yang panjangnya 50 km. Jalan tersebut membentang dari Kota Payakumbuh sampai ke Kecamatan Gunuang Omeh, Kab. 50 Kota. Menyusuri jalan itu akan membawa kita sampai ke kampung halaman Tan Malaka; Nagari Pandam Gadang.

Mestinya penghargaan dan kenangan terhadap Tan Malaka juga tak putus-putus sebagai tanda bangsa ini tidak melupakan sejarah adanya seorang anak negeri yang ikut mendirikan republik ini. Namanya; Tan Malaka.

afs/bakaba

Next Post

Pemekaran Agam Tidak Lagi Sekedar Wacana

bakaba.co, Agam – Rencana pemekaran Kabupaten Agam atau pembentukan daerah otonom baru (DOB) memperoleh respon sangat positif dan antusias. Kondisi itu tergambar saat dengar pendapat (hearing) antara Komisi I DPRD Agam dengan Tim Pengkajian DOB dan […]
PETA AGAM

bakaba terkait