Jakarta, bakaba.co – Mahkamah Konstitusi (MK) telah menyelesaikan sidang sengketa Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU) Tahun 2024, sebanyak 40 putusan sengketa Pilkada telah diputuskan dan diumumkan oleh Majelis Hakim Konstitusi pada Senin, 24 Februari 2025. Sidang yang dihadiri oleh sembilan hakim konstitusi. Ketua Majelis Hakim Suhartoyo, menyatakan sidang terbuka untuk umum dan menjadi trending topik ditengah diluncurkannya Danantara dan Kasus Korupsi Pertamina, karena melibatkan berbagai isu, mulai dari keabsahan dokumen pencalonan hingga dugaan pelanggaran terstruktur, sistematis, dan masif (TSM), dari berbagai daerah di Indonesia yang masih menunggu putusan ini untuk mengetahui siapa kepala daerahnya.
Putusan MK: Tidak Ada Penetapan Pemenang Langsung
Dalam sidang perkara PHPU Gubernur, Bupati, dan Walikota, tidak ada satupun perkara yang berlanjut ke tahap pembuktian yang menetapkan pemohon sebagai pemenang langsung. MK mengabulkan sebagian permohonan dalam beberapa kasus, dengan memerintahkan Pemungutan Suara Ulang (PSU) di sejumlah daerah. Dari berbagai macam amar putusan, PSU ini harus dilaksanakan maksimal 60-180 hari sejak putusan dibacakan, dan menjadi tanggung jawab Komisi Pemilihan Umum (KPU) di masing-masing daerah, yang harus di supervisi oleh Bawaslu dan diamankan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia
Alasan dan Pertimbangan Hakim
Pertimbangan hukum MK dalam putusan-putusan ini sangat beragam. Beberapa di antaranya mencakup selisih perhitungan suara di tingkat TPS, kecamatan, hingga kabupaten/kota; keabsahan dokumen pencalonan seperti ijazah dan surat keterangan pengadilan; perhitungan masa periode jabatan kepala daerah; serta ketidaksesuaian domisili dengan KTP terhadap surat-surat keterangan yang menyebabkan diskualifikasi pasangan calon tertentu. Dalam kasus lain, MK juga mempertimbangkan dugaan pelanggaran serius seperti politik uang, intimidasi pemilih, hingga manipulasi anggaran pemilu.
Kasus Menarik dalam Putusan MK
Sejumlah putusan MK menarik perhatian publik karena kompleksitasnya. Di Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, misalnya, sidang sesi pertama yang dimulai pukul 08.00 WIB memutuskan diskualifikasi Calon Wakil Bupati Anggit Kurniawan Nasution, S.I.Kom., M.Sc., akibat ketidaksesuaian dalam Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana. Sementara itu, di Kabupaten Mahakam Ulu, MK menyoroti dugaan politik uang melalui kontrak politik dengan ketua RT. Di Kabupaten Jayapura, PSU ditetapkan di 10 TPS karena pelanggaran dalam pemungutan suara, sedangkan di Kabupaten Puncak Jaya, MK memerintahkan rekapitulasi ulang akibat gangguan proses pemilu. Di Kabupaten Tasikmalaya, penetapan pasangan calon dibatalkan karena dokumen pencalonan yang tidak sesuai.
Kasus lain yang menjadi sorotan adalah sengketa Pilkada Bupati Serang. MK membatalkan hasil perolehan suara setelah menemukan indikasi manipulasi anggaran pemilu yang menguntungkan salah satu pasangan calon. Sementara di Aceh Timur, meskipun pemohon mendalilkan adanya intimidasi dan pembakaran mobil tim pemenangan, MK menolak dalil tersebut karena kurangnya bukti yang meyakinkan. Putusan serupa juga terjadi di Kabupaten Pesawaran dan Kepulauan Talaud, di mana permohonan pemohon hanya diterima sebagian atau ditolak karena bukti yang tidak cukup kuat.
Implikasi Putusan Sengketa Pilkada
Putusan MK ini menegaskan komitmen untuk menjaga integritas pemilu. Dengan keputusan yang bersifat final dan mengikat, sejumlah daerah kini bersiap menggelar PSU sesuai amar putusan. Keputusan ini juga menjadi pengingat bahwa setiap pelanggaran, baik administratif maupun pidana seperti politik uang dan intimidasi, akan ditangani sesuai hukum yang berlaku. Dari isu ijazah, KTP, Surat Keterangan, hingga dugaan TSM, putusan-putusan ini diharapkan dapat memperkuat demokrasi lokal di Indonesia, dan menjadi cambuk untuk kinerja penyelenggara Pemilu di masa datang.
rst | bkb