bakaba.co | Agam | Luhak Agam kembali berduka. Syahrul Tarun Yusuf (diakronimkan: Satayu), seniman legend pencipta lagu Minang ‘Gasiang Tangkurak’, meninggal dunia. Satayu menghembuskan nafas terakhir, sekitar pukul 06.00 WIB, Senin, 29 Juni 2020, dalam usia 78 tahun, di kampung halamannya: Nagari Balingka, Luhak Agam.
Kaba buruak bahambauan atas kepergian Syahrul Tarun Yusuf beredar luas di media sosial, Senin pagi. Harapan dan permintaan doa menggugah penerima kabar: “Kapado kito basamo handai tolan, bukaan pintu maaf yang selebarnya kiranya almarhum selamat dalam perjalanan menuju alam barzah.”
Syahrul Tarun Yusuf, lahir di Nagari Balingka, Kabupaten Agam, Sumatera Barat, 12 Maret 1942. Tarun Yusuf sudah mulai menciptakan lagu sejak 1960an. Ratusan lagu Minang telah dilahirkannya. Nama Tarun Yusuf, memang, tidak seterkenal lagu-lagu ciptaannya. Tetapi, Gasiang Tangkurak, judul salah satu lagu ciptaannya, sangat identik dengan Tarun Yusuf. Terdengar Gasiang Tangkurak, ingat Bang Tarun.
Baca juga: Maestro Dendang Sawir St. Mudo Mangkat
Dalam khasanah musik Minang, lagu-lagu karya Syahrul Tarun dibawakan dan membesarkan para penyanyi Minang; Nurseha, Elly Kasim, Lily Syarif, Tiar Ramon, Yan Bastian dan penyanyi Minang lain. Penikmat dan penggemar lagu-lagu karya Tarun Yusuf melintasi batas etnis. Selain orang Minang, di Sumbar dan rantau, lagu karya Tarun disukai di Malaysia, Singapura, dan orang di wilayah etnis Melayu lain.

Lagu ciptaan Syahrul Tarun, dari sisi lirik, syair memiliki kekuatan puitik dan pesan yang diramu tidak sepenuhnya dalam pakem pantun. Setiap lagu yang diciptakan mengandung kisah dan pengalaman tersendiri. Lagu ‘Bapisah Bukannyo Bacarai’, ‘Kasiah tak Sampai’, ‘Hujan’, ‘Batu Tagak’, merupakan karya yang tidak pupus sepanjang musim dan orde berganti.
Dalam berkarya Tarun Yusuf terlihat pilihan kata dalam lirik dilakukan secara cermat, menimbang aspek etik, estetika. Pesan dari kisah yang terkandung dalam lagu Tarun Yusuf punya daya, yang kuat menyentuh rasa orang yang mendengar.
Masa Senja
Dalam perjalanan hidupnya, Syahrul Tarun Yusuf juga pernah merantau, menjejakkan kaki ke berbagai kota. Tetapi, tetap lebih banyak hidup dan berdiam di ranah, di kampung halaman. Bahkan pernah juga jadi Kepala Desa di Balingka. Tarun Yusuf yang menikahi Misnani, wanita berdarah Makassar, memiliki tujuh orang anak dan sembilan orang cucu. Sejak belasan tahun ini, saat usia makin meninggi, Tarun sudah banyak di Balingka. Tarun Yusuf meninggal dengan mewariskan karya seni yang tak ternilai.
Lapeh nan dari kelok Sikabu
Di lingkuang bukik jo gunuang Singgalang
Balingka jorongnyo tigo
Batu Tagak takana juo
Mandeh, basabalah Mandeh dahulu
Lai taragak denai nak pulang
Nak basuo ayah jo bundo
Tapi kini sadang sansaro
Takana maso denai ka pai
Bundo malapeh denai jo ibo hati
Basabalah mandeh mananti
Di Batu Tagak nantikan denai
Itu, salah satu karya Syahrul Tarun Yusuf, Satayu; Batu Tagak. Bang Tarun sudah sampai, di batas, di batu tagak, tempat ibunya menunggu. Tanda itu, batu tegak, sebuah tanda yang lain untuk bang Tarun: Nisan.
~ Asraferi Sabri