Wakil Presiden Filipina, Sara Duterte, foto ist.
MANILA, Bakaba.co – Filipina diguncang krisis politik setelah Wakil Presiden Sara Duterte melontarkan ancaman serius terhadap Presiden Ferdinand Marcos Jr. Pernyataan kontroversial tersebut disampaikan dalam konferensi pers pada Sabtu (23/11), di mana Duterte secara terang-terangan mengungkapkan bahwa ia telah berbicara dengan seorang pembunuh bayaran dan memberikan perintah untuk menghabisi Marcos, ibu negara Liza Araneta, serta Ketua DPR Martin Romualdez jika dirinya terbunuh.
Duterte menegaskan bahwa perintah tersebut bukanlah gurauan. Ia menyampaikan hal itu dengan nada tegas dan emosi yang memuncak, mengindikasikan tingkat ketegangan yang luar biasa antara dua klan politik terbesar Filipina: keluarga Duterte dan keluarga Marcos. Pernyataan ini muncul setelah sejumlah netizen mengingatkan Duterte untuk tetap waspada, mengingat keberadaannya yang dianggap “di wilayah musuh” saat menghadiri sebuah acara di majelis rendah Kongres. Namun, Duterte tidak menyebutkan adanya ancaman langsung terhadap dirinya.
Menanggapi ancaman tersebut, pihak keamanan Filipina segera mengambil tindakan. Komando Keamanan Presiden meningkatkan protokol perlindungan bagi Presiden dan keluarga pertamanya. Dalam pernyataan resminya, lembaga itu memastikan bahwa langkah-langkah pencegahan terus dilakukan untuk mendeteksi, mencegah, dan menangkal potensi ancaman terhadap keselamatan Marcos dan keluarganya. Kepala Polisi Nasional Filipina, Rommel Francisco Marbil, juga menginstruksikan penyelidikan menyeluruh atas pernyataan Duterte, menegaskan bahwa ancaman terhadap nyawa Presiden harus ditanggapi dengan serius dan prioritas tinggi.
Ketegangan antara Duterte dan Marcos bukanlah hal baru. Sejak mengundurkan diri dari kabinet Marcos pada Juni lalu, Duterte kerap melontarkan kritik tajam terhadap kepemimpinan Presiden. Aliansi politik yang sebelumnya solid—dan berperan penting dalam kemenangan besar pasangan Marcos-Duterte pada Pemilu 2022—mulai runtuh. Hubungan keduanya semakin memburuk setelah Ketua DPR Martin Romualdez, sepupu Marcos, memangkas anggaran kantor wakil presiden hampir dua pertiga, memicu reaksi keras dari Duterte.
Pernyataan ancaman ini hanya mempertegas konflik antara dua tokoh politik utama Filipina. Pada Oktober lalu, Duterte bahkan menyebut Marcos tidak kompeten dan mengaku pernah membayangkan memenggal kepala sang Presiden. Konflik ini juga mencerminkan perbedaan mendasar dalam pandangan kebijakan kedua pihak, mulai dari isu luar negeri hingga pendekatan terhadap perang narkoba yang dirintis oleh mantan Presiden Rodrigo Duterte, ayah Sara Duterte.
Ketegangan politik ini mengingatkan kembali pada sejarah kelam Filipina terkait kekerasan politik. Salah satu peristiwa paling menggemparkan adalah pembunuhan Benigno Aquino, seorang senator yang menentang keras pemerintahan Ferdinand Marcos Sr., ayah Presiden Marcos Jr. Aquino tewas ditembak pada 1983, sesaat setelah turun dari pesawat di Manila. Filipina hingga kini masih menghadapi tantangan berat dalam mengatasi dinamika politik yang sering kali diwarnai oleh kekerasan dan konflik antar-elit.
lyn | bkb
KPK menyebut direksi LPEI menerima “uang zakat” sebesar 2,5% hingga 5% dari total kredit yang…
“Kami hormati proses hukum, seperti dulu kami bersama Kejaksaan selamatkan Garuda agar tetap terbang,” ujar…
“Kewenangan ini ada di tangan KPU RI. Untuk sementara, kami ambil alih sesuai PKPU Nomor…
Senator AS Lindsey Graham, yang menyebut pertemuan itu sebagai “bencana mutlak dan total.”
"Kalau kita punya budaya malu, kita semua harus mundur," tegasnya.
"Penyidik juga sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan oknum jaksa lain yang menerima aliran dana dari AZ,"…