Proyek RSUD Bukittinggi (Foto: Fadhly Reza)

Proyek RSUD Diteruskan, Berpotensi Rugikan Negara

bakaba.co | Bukittinggi | Proyek pembangunan RSUD Bukittinggi yang tahun lalu putus kontrak, kemudian sertifikat tanahnya dibatalkan PTUN, kembali diteruskan Pemko Bukittinggi. Walikota Bukittinggi mengabaikan berbagai pendapat hukum dan aturan di mana pemerintah tidak boleh membangun di atas lahan yang sedang bermasalah dan status-quo.

“Pemko Bukittinggi berpotensi merugikan keuangan negara dengan ketidakpastian hukum yang terkait pada status tanah RSUD.”

Pendapat tersebut disampaikan Dr. Wendra Yunaldi, SH. MH, dosen Fakultas Hukum Muhammadiyah Sumatera Barat kepada bakaba.co.

Lebih jauh Wendra mengatakan, seharusnya Pemko Bukittinggi menunggu selesainya permasalahan hukum yang masih bergulir. Tidak melakukan tender ulang pembangunan RSUD. “Apalagi kondisi tanah RSUD Kota Bukittinggi ini telah status quo dengan pembatalan sertifikat oleh PTUN,” kata Wendra Yunaldi.

Gugatan Hukum

Pembangunan RSUD Bukittinggi bernilai Rp 102 miliar lebih dikerjakan PT Bangun Kharisma Prima (PT BKP), Jakarta. Proyek tiga tahun anggaran APBD: 2018, 2019 dan 2020: April mestinya rampung. Tetapi kontraktor PT BKP tidak menyelesaikan proyek. Saat bobot sekitar 25 persen proyek ditinggalkan. Tanggal 7 Oktober 2019 PPK membuat surat pemutusan kontrak. Bangunan RSUD yang masih berupa rangka menganga, dibangun di atas tanah eks. Pusido (sertifikat Hak Pakai Nomor 22 tahun 2017) di pinggir Jalan Bypass, Gulai Bancah, jadi bahan pembicaraan warga kota.

Pencanangan Zona Integritas Kejari Bukittinggi (foto: Fadhly Reza)
Pencanangan Zona Integritas di Kejari Bukittinggi (foto: Fadhly Reza)

Sehari menjelang bulan berganti, 30 Oktober 2019, PTUN Padang mengeluarkan Keputusan Nomor 19/G/2019/PTUN.PDG: Membatalkan Sertifikat Hak Pakai Nomor 22 Tahun 2017, seluas 33.972 m2 atas nama Pemerintah Kota Bukittinggi.

Keputusan PTUN itu terkait gugatan Soni Effendi Cs, suku Guci Gulai Bancah atas tanah tempat RSUD Bukittinggi dibangun. Gugatan ke BPN dilakukan karena tanah Soni Effendi Cs. seluas ± 7347 m2 dimasukkan ke dalam sertifikat Hak Pakai Nomor 22 tahun 2017 tersebut.

Keluarnya keputusan PTUN tersebut, selain membatalkan sertifikat atas nama Pemko, BPN juga diperintahkan menerbitkan sertifikat tanah Soni Effendi Cs. Perintah PTUN tidak langsung dijalankan, BPN Bukittinggi mengajukan banding ke PTTUN Medan.

Keputusan PTUN terkait dibatalkannya sertifikat tanah lokasi RSUD yang sedang terbengkalai setelah putus kontrak, tidak diacuhkan Pemko Bukittinggi. Walikota Bukittinggi tetap mengajukan anggaran pembangunan lanjutan RSUD ke DPRD. Anggaran sebesar Rp 81,9 miliar lebih disetujui DPRD dianggarkan pada APBD Bukittinggi tahun anggaran 2020.

Mendapat legalitas DPRD, Pemko Bukittinggi melalui ULP segera melakukan lelang/tender proyek lanjutan RSUD. Awal Desember 2019 lelang dibuka, 3 Februari 2020 perusahaan pemenang tender RSUD ditetapkan: PT Mitra Andalan Sakti (PT MAS) dari Semarang dengan nilai penawaran Rp. 80.747.593.932. Pekan terakhir Februari 2020, PT MAS sudah mulai aktivitasnya di proyek RSUD.

Fakta dan Pendapat Hukum

Keputusan PTUN yang membatalkan sertifikat tanah RSUD, Nomor 22 itu, pihak BPN Bukittinggi mengajukan banding ke PTTUN.

Kepala BPN Bukittinggi Yulizar Yakub ( foto : Fadhly Reza )
Kepala BPN Bukittinggi Yulizar Yakub ( foto : Fadhly Reza )

“Kami masih menunggu hasil PTTUN Medan. Kami menghormati proses hukum yang berlangsung,” kata Kepala ATR/BPN Bukittinggi, Dr. Yulizar Yakub, SH.MH kepada bakaba.co di ruang kerjanya, Rabu 12 Februari 2020.

Terkait Pemko Bukittinggi yang tetap melanjutkan tender untuk pembangunan RSUD Bukittinggi yang tanahnya dalam kondisi status quo atau dalam ranah pengadilan, “itu bukan tanggung jawab saya untuk berkomentar. Tetapi, yang pasti, sesuai petunjuk BPN Pusat bahwa tanah yang dalam berperkara menjadi status quo dengan terjadinya pembatalan sertifikat,” kata Yulizar pada bakaba.co.

Kuasa hukum Soni Effendi Cs., suku Guci Gulai Bancah, Hangky Mustav Sabarta, S.H.,M.H. mengatakan, pihaknya juga masih menunggu hasil banding BPN ke PTTUN Medan. Putusan tingkat PTUN Padang sudah jelas, Sertifikat Nomor 22 tahun 2017 dibatalkan dan BPN diperintahkan menerbitkan sertifikat hak milik atas tanah Soni Effendi, Cs.

“Terjadinya pembatalan sertifikat, tentu tanah jadi status quo. Jika ada pihak yang masih melakukan kegiatan di atas lahan yang masih dalam sengketa, seharusnya orang itu memahami proses hukum yang sedang berlangsung,” kata Hangky pada bakaba.co.

Suara Dewan

Sikap Walikota yang terus melelang untuk melanjutkan proyek RSUD yang tanahnya sedang bermasalah, dalam pandangan Wendra Yunaldi wajib disikapi DPRD Kota Bukittinggi agar tidak timbul permasalahan hukum dan kerugian negara nantinya.

Melihat kondisi sekarang tambah Wendra, Walikota dan Pemko Bukittinggi terlalu berani melanjutkan pembangunan RSUD setelah dibatalkan Sertifikat Hak Pakai nomor 22 tahun 2017 oleh PTUN Padang. Sertifikat itu merupakan dasar hak pemakaian atas tanah untuk pembangunan RSUD. Hak itu yang telah dibatalkan PTUN.

“Pentingnya asas kehati-hatian untuk kembali melaksanakan pembangunan RSUD itu. Jangan gegabah, berpotensi merugikan keuangan negara nantinya,” ungkap Wendra pada bakaba.co.

Wakil Ketua DPRD Kota Bukittinggi

Rusdy Nurman yang dihubungi bakaba.co mengatakan, selaku anggota DPRD dia telah mengingatkan Pemko Bukittinggi terkait proyek RSUD.

“Kami sudah sering mengingatkan Pemko, sudah kering, malah pecah-pecah bibir kami. Jika nanti timbul masalah hukum tentu Pemko Bukittinggi yang akan bertanggung jawab,” ujar Rusdy Nurman.

Baca juga: 5 dari 6 Fraksi di DPRD Persoalkan Masalah RSUD

Sementara Ketua DPRD Kota Bukittinggi Herman Sofyan saat ditemui bakaba.co di ruang kerjanya menyampaikan pendapat berbeda. Kata Hernan, objek sengketa tanah RSUD tidak terkait dengan pembangunan RSUD Kota Bukittinggi saat ini.

“Meski begitu, kalau ada permasalahan hukum tentu mutlak Pemko Bukittinggi yang bertanggung jawab terkait kondisi tersebut,” kata Herman Sofyan pada bakaba.co

Herman Sofyan, Ketua DPRD Bukittinggi (foto: Fadhly Reza)
Herman Sofyan, Ketua DPRD Bukittinggi (foto: Fadhly Reza)
Sikap Walikota

Walikota Bukittinggi Ramlan Nurmatias ketika diwawancarai bakaba.co, Senin 24 Februari 2020 saat acara pakta integritas di Kantor Kejaksaan Negeri Bukittinggi mengatakan, yang digugat itu bukan area yang dibangun RSUD saat ini.

“Yang mengatakan status quo dengan pembatalan sertifikat itu pernyataan sepihak. Kondisi saat ini kan masih proses hukum. Kalau BPN Bukittinggi mengatakan status quo tentu sikap Pemko Bukittinggi lain lagi,” ujar Ramlan.

Ramlan mempertanyakan, siapa yang mengatakan status quo? Kenapa sekarang digugat setelah puluhan tahun. “Kalau BPN Bukittinggi mengatakan status quo, Pemko Bukittinggi memiliki sikap lain. Kita hanya penerima hibah dari Pusido,” kata Ramlan.

Ramlan Nurmatias, SH. Walikota Bukittinggi (foto: Fadhly Reza)
Ramlan Nurmatias, SH. Walikota Bukittinggi (foto: Fadhly Reza)

Pembatalan sertifikat ujar Ramlan, ada proses dan ketentuan. “Tentu Pengadilan Negeri yang berhak membatalkan. Kalau PTUN hanya secara administrasi. Sekarang BPN berani nggak membatalkan sertifikat tersebut” ungkap Ramlan Nurmatias pada bakaba.co

Atas sikap Walikota yang berbeda memahami pembatalan sertifikat, pengamat Hukum Zulhefrimen, SH. saat diwawancarai bakaba.co, Senin tanggal 29 Februari 2020 mengatakan, Pemko Bukittinggi dalam hal ini Ramlan Nurmatias selaku Walikota, tidak memahami hukum dan asas kehati-hatian dalam pembangunan.

Kejaksaan Menunggu

Permasalahan lanjutan pembangunan RSUD dan dibatalkannya sertifikat tanah RSUD, Kepala Kejaksaan Negeri Bukittinggi Feritas, S.H., M.Hum mengatakan, Pemko Bukittinggi tidak ada lakukan permintaan LO (legal opini) atau LA (legal assistant) terkait kondisi pembatalan sertifikat nomor 22 tahun 2017 itu kepada kejaksaan.

“Kami akan tetap melakukan pengawasan namun tidak dalam rangka pendampingan seperti dulu lagi,” kata Feritas.

Kepala Kejaksaan Negeri Bukittinggi - bakaba.co
Feritas, SH, M.Hum M.Si Kepala Kejaksaan Negeri Bukittinggi – (Foto: Fadhly Reza)

Sejauh itu kata Feritas , kasus RSUD Bukittinggi belum masuk pada ranah kejaksaan. Kejaksaan akan tetap melakukan pengawasan pembangunan dan keuangan daerah. “Kami akan proses kalau permasalahan tersebut sudah masuk dalam ranah kejaksaan,” kata Feritas pada bakaba.co

Dari kondisi yang berkembang, praktisi hukum Zulhefrimen, SH mengatakan, kita bisa melihat carut marutnya permasalahan yang ada di kota Bukittinggi. “Dan kita berhak bertanya, ada apa dengan Walikota, DPRD, dan Kejaksaan? Apakah patut diduga ada mufakat jahat serta melindungi perbuatan seseorang?” ujar Zulhefrimen.

Fadhly Reza | bakaba