Protes darurat militer di Korea Selatan, foto ist.
Jakarta, bakaba.co – Sejumlah pejabat senior di Korea Selatan (Korsel) telah ditangkap oleh pihak kepolisian menyusul pemberlakuan darurat militer yang mengejutkan publik pada awal Desember 2024. Kepala Komando Intelijen Pertahanan Korsel, Mayjen Moon Sang-ho, dan mantan Kepala Komando Intelijen Pertahanan, Noh Sang-won, menjadi dua pejabat yang ditangkap pada Minggu (15/12/2024) waktu setempat.
Dilansir dari Yonhap News Agency pada Senin (16/12/2024), penangkapan kedua pejabat ini terkait dengan dugaan keterlibatan mereka dalam pengerahan pasukan yang terjadi pasca pengumuman martial law oleh Presiden Yoon Suk Yeol pada 3 Desember 2024. Tim investigasi kepolisian menuduh Moon mengirimkan pasukan di bawah komandonya menuju kantor Komisi Pemilihan Umum Nasional di Gwacheon, yang terletak di selatan Seoul, hanya dua menit setelah pengumuman darurat militer tersebut.
Menurut polisi, tindakan Moon yang segera mengerahkan pasukan tersebut mengindikasikan bahwa ia mungkin sudah mengetahui rencana Presiden Yoon untuk mengumumkan martial law sebelumnya. Polisi menduga Moon telah terlibat dalam persiapan penerapan darurat militer atau mengetahui rencana tersebut sebelum pengumuman resmi dilakukan.
Selain Mayjen Moon, Noh Sang-won, yang merupakan mantan Kepala Komando Intelijen Pertahanan Korsel, juga ditangkap. Noh, yang dikenal sebagai pembantu dekat mantan Menteri Pertahanan Kim Yong-hyun, diyakini memiliki peran dalam mempersiapkan penerapan martial law tersebut. Partai Demokrat, partai oposisi utama di Korsel, berpendapat bahwa Noh turut terlibat dalam penyusunan dekrit militer yang dikeluarkan oleh Presiden Yoon tak lama setelah pengumuman darurat militer.
Baca juga: Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol Dilarang Bepergian, Terjerat Kasus Pengkhianatan
Mantan komandan tersebut juga diduga mendiskusikan langkah-langkah lebih lanjut bersama Kim setelah darurat militer dicabut. Tindakan ini memunculkan berbagai spekulasi mengenai keterlibatan pejabat militer dalam keputusan politik yang cukup kontroversial ini.
Berdasarkan ketentuan hukum yang berlaku, polisi Korsel diberi waktu 48 jam untuk menahan Mayjen Moon dan Noh Sang-won untuk diperiksa lebih lanjut. Jika dalam jangka waktu tersebut polisi tidak mengajukan surat perintah penahanan resmi kepada pengadilan atau pengadilan menolak pengajuan tersebut, kedua pejabat tersebut harus dibebaskan.
Penyelidikan yang sedang berlangsung ini telah memicu kekhawatiran tentang penyalahgunaan kekuasaan dan keterlibatan pihak militer dalam keputusan-keputusan politik yang melibatkan darurat militer. Tindakan cepat pihak kepolisian ini menunjukkan betapa seriusnya pemerintah Korsel dalam menangani dugaan pelanggaran hukum yang melibatkan pejabat tinggi militer.
Reaksi dari masyarakat dan partai oposisi terhadap peristiwa ini cukup keras. Partai Demokrat menuntut transparansi dalam penyelidikan ini dan mendesak agar semua pihak yang terlibat dalam penerapan darurat militer segera diperiksa secara menyeluruh. Sementara itu, masyarakat Korsel pun terbagi dalam pandangan mereka terkait keputusan Presiden Yoon yang mengumumkan darurat militer secara mendadak tanpa memberi penjelasan lebih rinci sebelumnya.
rst | bkb
KPK menyebut direksi LPEI menerima “uang zakat” sebesar 2,5% hingga 5% dari total kredit yang…
“Kami hormati proses hukum, seperti dulu kami bersama Kejaksaan selamatkan Garuda agar tetap terbang,” ujar…
“Kewenangan ini ada di tangan KPU RI. Untuk sementara, kami ambil alih sesuai PKPU Nomor…
Senator AS Lindsey Graham, yang menyebut pertemuan itu sebagai “bencana mutlak dan total.”
"Kalau kita punya budaya malu, kita semua harus mundur," tegasnya.
"Penyidik juga sedang menelusuri kemungkinan keterlibatan oknum jaksa lain yang menerima aliran dana dari AZ,"…