bakaba.co, Mataram – Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka terus mengoptimalkan efisiensi anggaran pemerintah di berbagai kementerian dan lembaga negara. Kebijakan ini menuai pro-kontra, terutama terkait dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat.
Pro-Kontra Efisiensi Anggaran Pemerintah
Kebijakan efisiensi anggaran pemerintah dianggap sebagai langkah penting untuk meningkatkan akuntabilitas keuangan negara. Namun, kritik muncul dari sejumlah pihak yang khawatir dampaknya terhadap pelayanan publik dan proyek pembangunan.
Respons PDIP dan Dinamika Koalisi
Meski menjadi partai oposisi, PDIP terlihat tidak memberikan penolakan keras terhadap kebijakan ini. Menurut analisis politik, hal ini mengindikasikan dinamika koalisi yang tidak biasa antara PDIP dan pemerintahan Prabowo-Gibran.
Baca juga: APBN Dipangkas Rp306 Triliun, Sri Mulyani Beberkan Alasannya
Dampak pada Pertumbuhan Ekonomi 2025
Dekan FEB Universitas Mataram, Ihsan Ro’is, memprediksi kebijakan ini berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi hingga 0,5% pada 2025. Penurunan belanja pemerintah diprediksi mengurangi aliran dana ke sektor UMKM dan pariwisata.
Efek Domino di Daerah MICE
Daerah seperti Nusa Tenggara Barat (NTB) yang mengandalkan sektor MICE (Meeting, Incentives, Conferences, and Exhibitions) dikhawatirkan terdampak parah. Pemangkasan anggaran kementerian berpotensi menurunkan kunjungan ke hotel dan destinasi wisata.
Analisis Akademisi
Ihsan menyarankan pemerintah fokus pada efisiensi belanja non-operasional, seperti pengadaan barang mewah atau program yang tidak berdampak langsung pada masyarakat. “Efisiensi harus tepat sasaran, bukan sekadar pemotongan,” ujar Ihsan Ro’is.
Berdasarkan data BPS, pertumbuhan ekonomi Indonesia 2024 hanya mencapai 5,03%, lebih rendah dari target pemerintah. Efisiensi anggaran diarahkan untuk mengalokasikan dana ke proyek strategis seperti infrastruktur dan subsidi energi.
bgi | bkb
Feature Ilustration by Freepik