Suasana sidang Permohonan Fiktif Positif di PTUN

Pedagang Pasar Atas Siapkan Langkah Pidana dan Perdata

bakaba.co | Padang | Pedagang Pasar Atas Bukittinggi menyiapkan langkah hukum pidana dan perdata, setelah langkah hukum administrasi ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara) Padang ditolak.

“Meski heran dengan ditolaknya gugatan pedagang Pasar Atas oleh PTUN, kita tidak putus asa. Upaya hukum pidana, perbuatan melanggar hukum dan perdata akan ditempuh. Disiapkan. Langkah hukum ditempuh untuk memperjuangan hak pedagang pemilik kartu kuning karena jalan musyawarah tidak dikenal oleh Pemko dan Walikota.”

Demikian tanggapan Yulius Rustam, Ketua Perhimpunan Pemilik Toko Korban Kebakaran Pasar Atas (PPTKKPA) Bukittinggi kepada bakaba.co menanggapi hasil sidang PTUN Padang.

Gugatan pedagang Pasar Atas Bukittinggi ke PTUN memberikan kuasa hukum ke Kantor Hukum Oktavianus Rizwa, S.H. dan Rekan di Padang. Pedagang PPTKKPA menggugat Walikota Bukittinggi terkait ketentuan sepihak yang dikeluarkan bawahan Walikota yakni Kepala Dinas Koperasi, UKM, dan Perdagangan Pemko Bukittinggi atas nama Pemko Bukittinggi.

Gugatan pedagang yang berhimpun dalam PPTKKPA terhadap Walikota Bukittinggi mulai disidangkan 16 Desember 2019. Tanggal 10 Januari 2020 hakim mengeluarkan keputusan.

Tindakan Sepihak

Setelah kebakaran Pusat Pertokoan Pasar Atas, 30 Oktober 2017, sebanyak 763 pedagang pemilik Kartu Kuning yang jadi korban bencana, sudah merasakan betapa pemerintah kota tidak menganggap mereka ada. Semua, apapun dilakukan Pemko tanpa melakukan musyawarah dengan pemilik Kartu Kuning. Bahkan dengan DPRD pun, walikota tidak melakukan koordinasi.

Pembangunan kembali pertokoan Pasar Atas, yang sudah dikerjakan 80 persen, secara sepihak Pemko melalui Dinas UKM, Koperasi dan Perdagangan membuat ketentuan sendiri. Pembangunan Pasar Atas dengan dana APBN Pusat sebesar Rp292 miliar, itu karena terjadinya kebakaran. Pemerintah pusat pada dasarnya membantu pedagang yang mengalami musibah, bukan membantu pemerintah daerah. Sebab, Pusat Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi tidak milik Pemko. Tidak ada dana Pemko Bukittinggi terpakai untuk membangun kembali Pasar Atas yang terbakar tahun 1972 silam yang waktu itu berupa Pasar Sarikat Agamtuo. Waktu dibangun paska kebakaran tahun 1972, selesai tahun 1974, para pedagang membayar Rp4 juta sampai Rp5 juta per petak toko pada Bank BNI yang ditunjuk Bank Indonesia untuk menalangi biaya pembangunan. Uang pengganti biaya pembangunan yang dibayarkan pedagang waktu itu, 45 tahun lalu, setara 2,5 kilogram emas. Sementara Pemko Bukittinggi selama itu hanya pengelola, bukan pemilik pertokoan Pasar Atas.

Gugatan

Pengacara pedagang Pasar Atas pemilik kartu kuning, Oktavianus Rizwa, S.H., mengatakan, pejabat Pemerintah itu berkewajiban “membuat keputusan dan/atau tindakan sesuai dengan kewenangannya, mematuhi asas-asas umum pemerintahan yang baik dan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta memberikan kesempatan kepada warga masyarakat untuk didengar pendapatnya sebelum membuat keputusan dan/atau tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”.

Kewajiban pejabat Pemerintah itu diatur pada Pasal 7 ayat (2) huruf a, huruf b, dan f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan;

Gugatan terkait keluarnya Surat Pemberitahuan melalui Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kota Bukittinggi dengan Surat Pemberitahuan Nomor : 5112/677/DKUKMdP/X/2019, tertanggal 11 Oktober 2019. Surat itu ditujukan kepada Pedagang Pasar Atas Bukittinggi bagi yang memiliki Surat izin Pemakaian Toko (Kartu Kuning) sebagai bentuk tindakan administrasi pemerintahan yang dikeluarkan oleh bawahan Walikota selaku pejabat pemerintahan (Pasal 1 angka (8) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan);

Menurut penggugat, tindakan administrasi pemerintahan yang dikeluarkan Walikota Bukittinggi melalui Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kota Bukittinggi selaku Pejabat Pemerintahan telah bertentangan dengan hak-hak Pedagang Lama Pasar Atas Bukittinggi yang wajib diprioritaskan untuk mendapatkan toko yang telah direhabilitasi di Gedung Baru Pertokoan Pasar Atas Bukittingi.

Bahkan surat pemberitahuan dimaksud telah memberikan peluang kepada pedagang lain untuk menempati lokasi Gedung Baru Pertokoan Pasar Atas Bukittinggi, sehingga tindakan Walikota melalui Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kota Bukittinggi telah mengabaikan amanat ketentuan Pasal 7 ayat (1) Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2018 berkaitan dengan Rehabilitasi Bangunan Pasar Atas Bukittinggi;

Di samping itu, Walikota melalui Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kota Bukittinggi juga telah menetapkan harga pemanfaatan Gedung Baru Pasar Atas Bukittinggi secara sepihak dalam bentuk “sewa murni”. Tindakan itu tidak sesuai dengan amanat ketentuan Pasal 7 ayat (2) Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2018, yaitu menetapkan harga pemanfaatan yang terjangkau bagi Pedagang lama Pasar Atas Bukittinggi;

Dari semua tindakan Walikota melalui Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Kota Bukittinggi selaku Pejabat Pemerintahan bertentangan dengan ketentuan Pasal 7 ayat (1) dan (2) Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2018. Selain itu juga bertentangan dengan kewajiban hukum Walikota selaku Pejabat Pemerintahan dan Penyelenggara Administrasi pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) huruf f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, yang menyatakan “Pejabat Pemerintahan memiliki kewajiban : f. memberikan kesempatan kepada warga masyarakat untuk didengar pendapatnya sebelum membuat keputusan dan/atau tindakan sesuai dengan peraturan perundang-undangan”. Namun tidak pernah dilakukan oleh Walikota maupun oleh Kepala Dinas Koperasi, UKM dan Perdagangan Bukittinggi sebelum mengeluarkan Surat Pemberitahuan Nomor : 5112/677/DKUKMdP/X/2019, tertanggal 11 Oktober 2019; dengan tidak memberikan kesempatan kepada pedagang untuk didengar pendapatnya sebelum mengeluarkan surat pemberitahuan.

Tuntutan

Berdasarkan alasan-alasan gugatan, pengacara Oktavianus Rizwa yang dikuasakan pedagang Pemilik Kartu Kuning Pasar Atas meminta PTUN untuk menyatakan Walikota Bukittinggi wajib menerbitkan Keputusan yang menetapkan pedagang lama Pasar Atas Bukittinggi (korban kebakaran) yang terdaftar sebagai pemilik toko/pemegang kartu kuning sebagai pemegang hak atas Gedung Baru Pasar Atas Bukittinggi.

Selain itu meminta melalui PTUN agar Walikota menetapkan harga pemanfaatan yang terjangkau bagi pedagang lama Pasar Atas Bukittinggi berdasarkan kesepakatan bersama antara pedagang dengan Pemerintah Kota Bukittinggi dengan mengutamakan prinsip transparansi dan saling menguntungkan sebagaimana amanat Peraturan Presiden No. 64 Tahun 2018 tentang Rehabilitasi Bangunan Pasar Atas Bukittinggi.

Pedagang melalui kuasa hukum meminta PTUN mewajibkan Walikota Bukittinggi menetapkan pedagang korban kebakaran yang terdaftar sebagai pemilik toko/pemegang kartu kuning sebagai pedagang yang berhak untuk mendapatkan toko di Gedung Baru Pertokoan Pasar Atas Kota Bukittinggi.

Gugatan Fiktif-Positif

Sebelum menggugat ke PTUN, pedagang melalui pengacara menyurati Walikota Bukittinggi, bertanggal 4 November 2019. Isi surat intinya: meminta Walikota Bukittinggi membuat dan melakukan tindakan sejalan dengan Perpres 64 Tahun 2018. Dalam waktu 10 hari Walikota Bukittinggi tidak menjawab surat, akhirnya Walikota digugat ke PTUN. Walikota baru membalas surat tanggal 29 November 2019.

Menurut ahli yang dihadirkan di sidang PTUN kemarin, tindakan pemohon (penggugat, red) sudah benar. Menurut UU nomor 30 Tahun 2014, tentang Administrasi Negara, pasal 53, pejabat negara harus membalas surat dari masyarakat dan menetapkan sikap atas isi surat: menolak atau menerima dengan alasan sesuai aturan. Jika tidak dibalas dalam waktu maksimal 10 hari, maka permohonan dianggap dikabulkan secara Hukum.

Gugatan yang dilakukan pedagang terhadap Walikota Bukittinggi melalui lembaga peradilan PTUN dikenal dengan nama gugatan fiktif-positif. Artinya, melalui PTUN dimintakan penguatan atas tindakan Walikota yang mengakui atau mengabulkan permintaan pedagang melalui pengacara agar Walikota bertindak dengan dasar Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2018. Bukan dengan peraturan lain.

“Upaya mencari kebenaran ke PTUN terkait tindakan administrasi pemerintahan kota dan aparatnya. Jika tidak diterima, bukan berarti para pedagang berhenti perjuangkan hak. Masih ada jalan lain, terkait perbuatan melawan hukum oleh penguasa kota. Setiap langkah hukum bakal kita tempuh,” ujar Young Happy, salah seorang dari 52 pedagang yang menggugat Walikota ke PTUN Padang, kepada bakaba.co.

aFS/bakaba