DALAM memori kolektif masyarakat di Sumatera Barat, istilah palasik menunjuk kepada suatu perilaku ke-ilmu-an menyimpang yang dimiliki orang tertentu.
Palasik merupakan ilmu kepandaian dalam memakan bayi dalam kandungan sehingga bayi lahir tanpa ubun-ubun, punya kepandaian menghisap darah bayi yang masih rapuh sehingga si bayi terus menerus mengalami sakit berkepanjangan sampai kemudian meninggal dunia. Bahkan ada juga yang memakan mayat bayi atau balita yang baru meninggal dunia.
Sikap orang-orang yang memiliki ilmu dan kepandaian ini tidak menyerang ataupun melakukan tindakan kasar. Mereka cenderung memperlihatkan sikap lembut tapi tajam terhadap bayi-bayi yang berada di rumah warga atau pun yang sedang digendong ibunya.
Dengan pendekatan kasih sayang orang yang punya ilmu ini akan mendekati si anak dengan ibunya, dan kemudian secara diam-diam pemilik ilmu ini secara otomatis dengan ilmunya (secara kasat mata) menarik (baca: menghisap) darah si anak dari ubun-ubunnya. Tidak jarang anak yang terkena palasik akan mengalami penurunan kesehatan secara drastis. Bahkan, tidak jarang kemudian berakibat kematian si anak.
Baca juga: Identitas Kultural Orang Minangkabau
Palasik sebenarnya bukanlah sesuatu yang aneh dan asing bagi masyarakat Sumatera Barat. Bahkan di daerah-daerah lain pun, dengan nama yang berbeda. Ditengarai banyak dimiliki oleh masyarakat yang mendalami ilmu hitam.
Ilmu ini adalah ilmu yang regeneratif dalam lingkungan keluarga, diturunkan dari salah seorang keluarga yang memiliki ilmu ini. Palasik merupakan ilmu yang sekali pun tidak dapat dibuktikan secara kasat mata. Namun ia ada dan dianggap oleh masyarakat sebagai kejahatan terhadap balita.
Penghisap
Istilah palasik, secara sosiologis, dengan pendekatan fenomenologis terhadap gejala-gejala penyakit sebagai penghisap darah, mematikan, dan tidak pandang bulu, anak-anak pun dijadikan korban/sasaran.
Melihat gejala perilaku yang sama secara simbolik antara politik dengan palasik dan akibat yang ditimbulkannya, maka istilah palasik politik dapat dilekatkan kepada orang-orang yang berpolitik namun politiknya cenderung menghisap hak-hak dan kehidupan masyarakat.
Beberapa gejala persamaan antara politik kotor dengan ilmu palasik menunjukkan bagaimana politikus palasik hanya peduli dengan keinginan dan nafsu mereka tanpa merasa iba dengan akibat yang dirasakan korban.
Sebagaimana istilah lintah darat yang dilekatkan kepada penghisap ekonomi dan kesejahteraan rakyat, palasik politik juga sama-sama menghisap hak-hak kedaulatan rakyat untuk kepentingan pribadi mereka.
Dengan tanpa merasa iba, palasik politik akan melakukan apa saja, pendekatan, kasih sayang, kepedulian, sikap simpatik, terhadap mangsanya. Mereka dengan penuh kesabaran mendekati korbannya dan tidak jarang korban akan digendong diberikan jajanan untuk kemudian mereka hisap darahnya sampai kemudian korban mengalami sakit dan mati.
Perilaku palasik sebenarnya telah merambah dunia perpolitikkan kita dewasa ini. Politik yang disimbolkan dengan art of possible, seni tentang kemungkinan, dengan segala pendekatan dan cara menggunakan taktik dan strategi guna menggolkan tujuan dan kepentingan mereka.
Ada yang melakukan politisasi terhadap berbagai persoalan sehingga dengan kisruh yang muncul mereka diuntungkan dengan situasi yang terjadi. Ada juga yang dengan terangan-terangan melakukan aksi politiknya untuk mendapatkan keuntungan, ujungnya, atas seluruh tindakan dan perbuatan, mereka mendapatkan keuntungan individual maupun kelompok atas tindakan yang mereka lakukan.
Palasik politik, bukan parasit dan bukan pula lintah darat. Palasik politik adalah fenomena dalam dunia politik yang tanpa pandang bulu melakukan aksi mereka untuk mendapatkan keuntungan, sekalipun kemudian dengan keuntungan yang mereka peroleh itu mengorbankan hak-hak dan kedaulatan rakyat.
Itulah ‘palasik’ politik, yang tidak akan pernah habis karena sifatnya yang regeneratif, turun temurun. Selama ada kepentingan yang hendak dijalankan, maka selama itu pula mereka akan bergentayangan melakukan aksi mereka untuk bertahan hidup.(*)
*)Penulis, Irwan, S.H.I, M.H., Advokat dan Sekretaris Eksekutif di Portal Bangsa Institute
**)