bakaba.co | Padang | Masyarakat adat Minangkabau memilih jalur hukum, melaporkan secara resmi pembuat pernyataan publik yang dinilai melecehkan, menghina orang Minang melalui media sosial Facebook atas nama akun Ade Armando.
“Ada dua dasar hukum yang dijadikan sebagai dasar laporan untuk menguji secara yuridis yaitu Pasal 28 UU ITE dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.”
Dasar pelaporan akun FB Ade Armando ke Polda Sumbar itu disampaikan Tim Kuasa Hukum Dr. Wendra Yunaldi, Boiziardi, SH.MH , dan Miko Kamal, SH, LLM, Ph.D serta rekan-rekan pengacara lain di Padang, Selasa, 9 Juni 2020.
Para pelapor datang ke Polda Sumbar kemarin, hadir langsung pengurus Badan Koordinasi Karapatan Adat Nagari (Bakor KAN), pengurus Mahkamah Adat Alam Minangkabau (MAAM), dan belasan pribadi sebagai orang Minangkabau. Para pihak memberikan kuasa hukum kepada belasan advokat/pengacara yang tergabung dalam Tim Hukum Penyelamat Adat Minangkabau.
Baca juga: Orang Minang Persoalkan Status FB Ade Armando
Pemicu diambilnya langkah hukum diatas terkait status akun di Facebook atas nama Ade Armando, Kamis, 4 Juni 2020. Status di akun Facebook itu menanggapi upaya Gubernur Sumbar menyurati Menkominfo agar menghapus aplikasi Injil Berbahasa Minang yang dipasang di Google Play Store. Tersebarnya aplikasi Injil berbahasa Minang itu di Google Play Store meresahkan orang Minang.
Akun Facebook dengan nama Ade Armando membuat status: Lho ini maksudnya apa? Memang orang Minang nggak boleh belajar Injil? Memang orang Minang nggak boleh beragama Kristen? Kok Sumatera Barat jadi propinsi terkebelakang seperti ini sih? Dulu kayaknya banyak orang pinter dari Sumatera Barat. Kok sekarang lebih kadrun dari kadrun?
Menghinakan
Dalam keterangan kepada wartawan di Mapolda Sumbar, Ketua Bakor KAN Sumbar Dr. Yuzirwan Rasyid Dt. Gajah Tongga mengatakan, pernyataan akun dengan nama Ade Armando di media sosial Facebook tentang orang Sumatera Barat lebih ‘kadrun daripada kadrun’ sangat menyinggung perasaan sebagai masyarakat Sumatera Barat yang berbudaya adat Minangkabau dengan filosofi Adat Basandi Syara’, Syarak’ Basandi Kitabullah.
Anggota tim pengacara Dr. Wendra Yurnaldi mengatakan, menyampaikan pendapat merupakan hak pribadi yang dijamin konstitusi. Tetapi tindakan seseorang yang membuat pernyataan terbuka dengan penggunaan istilah yang diketahui oleh umum seperti yang pernah dipakai dan dilakukan PKI terhadap umat Islam, jelas menimbulkan problem kultural dan konstitusional.

Sekarang, perbuatan dan pernyataan pada status Facebook, akun media sosial atas nama Ade Armando yang ditujukan pada orang Minang jika biarkan dan dianggap sepele, akan menjadi sejarah kelam bagi masyarakat Minangkabau secara umum dimanapun mereka berada.
Oleh karena itu, kata Wendra Yunaldi, ada dua dasar hukum yang dijadikan sebagai dasar pelaporan, dan untuk menguji secara yuridis yaitu Pasal 28 UU ITE dan Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
Hal senada dikemukakan Sultan Irwansyah selaku Imam Mahkamah Adat Alam Minangkabau yang datang ke Polda menggunakan pakaian masyarakat adat Minangkabau dan dikawal para dubalangnya.
Menurut Irwansyah, kalimat di akun facebook dengan nama Ade Armando tersebut adalah ungkapan yang menyakiti perasaan dirinya sebagai orang Minangkabau yang menghuni wilayah provinsi Sumatera Barat.
“Kami melaporkannya ke Polda Sumbar sebagai pengejawantahan hak kami sebagai masyarakat hukum adat yang dijamin konstitusi Pasal 28B ayat 2 UUD 1945,” kata Irwansyah.
Di bagian lain, Sekretaris Bakor KAN Dr. Yulizal Yunus mengatakan, setiap orang bebas berpendapat, namun pendapat itu tentu bukan sekedar enak ditulis oleh penulisnya.
“Pendapat harus mempertimbangkan akibat dan dampaknya terhadap orang lain, apalagi yang menulis status itu adalah seorang pakar komunikasi yang mesti mempertimbangkan esensi dari tulisannya,” kata Yulizar Yunus, pakar adat Minangkabau yang juga dosen di IAIN Imam Bonjol Padang.
Lebih jauh Yulizar Yunus mengatakan, bahwa respon orang Minangkabau yang menurut akun facebook dengan nama Ade Armando tidak sesuai dengan logikanya mengenai Injil yang ditulis dalam bahasa Minang, tidak lantas ia berhak menjudge nilai nilai yang disakralkan oleh masyarakatnya dengan menggunakan istilah yang merendahkan, “apalagi menyebut orang Minangkabau, orang Sumatra Barat sekarang terbelakang,” ujar Yulizar Yunus.
Laporan ke Polda Sumbar oleh Bakor KAN dan saksi dari MAAM diterima oleh Dumas (pengaduan masyarakat) Polda Sumbar, dan setelah menampung pengaduan Bakor KAN dan saksi dari MAAM dan Tim Kuasa Hukumnya untuk ditindak lanjuti oleh Subdit Cyber Crime Polda Sumbar. Pada pukul 18.00 WIB pelaporan baru selesai dan rombongan meninggalkan kantor Polda Sumbar.
~ Tedja/aFS/bakaba