bakaba.co | Bukittinggi | Penggemar rokok tradisional, yang tembakaunya di linting sendiri sebelum dihisap, tidak ikut ngomel-ngomel ketika harga rokok pabrik semakin mahal. Penjual tembakau dan ‘peragat’ pisok, rokok linting masih ada yang setia membuka dagangan. Toko tembakau ‘Sutan Marajo’, satu dari dua toko tembakau di Bukittinggi, yang istiqamah melayani pehobi rokok tradisional.
“Sudah puluhan tahun saya menggeluti usaha penjualan tembakau ini. Saya mewarisi usaha orang tua yang sudah berdagang tembakau sejak sebelum merdeka.”
Sutan Marajo, pemilik usaha tembakau yang memakai gelar sendiri bercerita pada bakaba.co, kemarin di tokonya di lantai 2 kompleks Pasar Aur Tajungkang, Bukittinggi.
Toko tembakau ‘Sutan Marajo’, berukuran 2.5 x 1.5 meter. Marajo, pria berperawakan sedang, kelahiran 1963 bersikap ramah melayani beberapa orang pembeli tembakau di tokonya.
Marajo mengingat, dia mulai berusaha tembakau sejak 1985. Dia meneruskan usaha bapaknya. Ayahnya, kata Marajo, dulu berdagang tembakau di Los Galuang Pasar Atas. Sejak tahun 1937, belum merdeka negeri ini. Tahun 1972 Pasar Atas terbakar, ayahnya pindah berjualan di kawasan Jalan Minangkabau dan kemudian pindah ke Pasar Bawah. Sekarang, di Aua Tajungkang, sudah sepertiga abad pula Marajo berusaha, meneruskan dagangan khas: tembakau.
“Timbangan itu dibeli ayah saya saat memulai usaha. Timbangan tembakau, buatan Jerman. Saya masih pergunakan sampai sekarang,” tutur Sutan Marajo, sembari memegang sebuah alat timbang, yang terbuat dari besi di sudut meja etalase tembakau.
Dulu, rokok pabrik belum begitu banyak beredar ke kampung-kampung. Setiap pekan banyak pembeli tembakau dalam partai banyak, untuk kebutuhan per minggu.
Sutan Marajo mengatakan, di Los Galuang, Pasar Atas Bukittinggi, ada seratus orang pedagang yang mata dagangnya tembakau. Sejak Pasar Atas terbakar tahun 1972, pedagang tembakau pindah, mencari lokasi berdagang sendiri-sendiri. Sekarang, cuma dua pedagang yang masih bertahan dan semata-mata menjual produk tembakau.
“Ya, kini tinggal saya dan toko itu satu lagi,” kata Sutan Marajo, sembari mengarahkan jari telunjuknya ke arah toko yang letaknya beberapa petak dari Toko Tembakau “Marajo” miliknya.
Seiring perkembangan zaman, gaya orang-orang yang merokok pun berubah. Rokok pabrikan lebih praktis tanpa harus “malintiang”, tinggal nyalakan korek api langsung dihisap. Kebiasaan atau tradisi pun mengikuti, ketika “manyaru” dulu orang pakai tembakau dan “daun anau” atau “daun nipah”, kemudian belakangan berubah menjadi rokok pabrik.
Produk Lokal Tradisional
Untuk tetap bisa melayani pelanggan dan pembeli, Sutan Marajo membeli tembakau iris asal Jawa atau Medan dari agen di Kota Padang. Selain tembakau, agen juga menyediakan bahan dan peralatan linting tembakau menjadi rokok seperti cengkeh, gulungan kretek, kertas, dan gabus filter .
Sementara tembakau iris lokal payakumbuh dibeli Marajo dari petani pengepul tembakau di Payakumbuh. Daun ‘anau’ dibeli dari Batusangkar, Tanah Datar, daun nipah dipesan dari daerah Pesisir Selatan.
“Daun anau lebih halus dan tipis. Daun nipah agak kasar dan tebal. Aroma rokok yang dilinting daun anau dan Nipah berbeda. Pembeli daun anau dan daun nipah ini jumlahnya berimbang,” Marajo bercerita.
Tembakau iris yang di linting jadi rokok tidak diketahui Marajo proses pengolahannya. Setiap produsen tembakau punya resep tersendiri, sehingga tembakau iris memiliki aroma khas dan unik. “Ada juga produk tembakau iris yang menyerupai rasa aroma rokok bermerek yang banyak beredar sekarang ini,” kata Sutan Marajo menyebutkan beberapa merek rokok yang populer.
Harga Murah
Toko Tembakau Marajo menyediakan banyak merek dan produk tembakau iris. Juga tersedia lengkap beberapa bahan dan peralatan pendukung untuk memproses tembakau iris menjadi batangan rokok.
Sejak awal tahun 2020 cukai rokok kretek mesin naik cukup tinggi sehingga harga rokok tambah mahal. Bahkan ada rokok pabrik yang harganya Rp. 30 ribu per bungkus.
Sutan Marajo mengatakan, ada beberapa pembeli baru yang datang membeli tembakau iris. Ada 10 persen peningkatan jumlah pembeli baru. “Rokok pabrik per bungkus sekarang begitu mahal. Nah, jika membeli tembakau iris jauh lebih hemat,” ujar Sutan Marajo.
Sutan Marajo menjelaskan, tembakau iris yang dijualnya mulai Rp6 ribu per bungkus dengan berat 70 gram. Ada juga yang harganya Rp200 ribu per kilo. Untuk peralatan penggulung tembakau menjadi kretek harganya Rp20 ribuan. Tembakau iris dengan bungkus 70 gram dengan alat penggulung, bisa dibuat menjadi 40 batang rokok. “Jauh lebih hemat,” kata Sutan Marajo.
~ rDa/bakaba.co