~ Abdullah Khusairi
Coba ingat, sudah berapa lama tidak mengirim pesan pendek melalui fasilitas Short Message Service (SMS) kepada seseorang? Ingatlah kembali, kapan terakhir kalinya. Saya sudah amat lama tidak melakukannya. Sejak smartphone tiba. Sejak layanan chat tersedia di android.
Lalu coba ingat, berapa kali sehari dering pesan pendek ke inbox berbunyi? Seterusnya membukanya dengan menduga, pesan itu tidak penting-penting amat lagi. Kalau bukan promo pinjaman beragunan Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKB), minimal promo dari provider?
Pesan pendek sudah bernasib singkat. Segera dihapus. Tidak penting. Beda dengan masa jayanya, kehadiran pesan pendek sangat membantu untuk mengirit biaya pulsa seluler. Kini pesan pendek itu telah hanyut seiring datangnya teknologi informasi yang baru.
“Akhir-akhir ini sering ajang promosi dan penipuan. Saya langsung hapus kalau itu promosi. Saya biarkan jika itu dari transaksi SMS Banking,” ujar seorang teman.
Komentar ini datang ketika serbuan promosi melalui pesan pendek bertubi-tubi datang setiap saat akhir-akhir ini. Padahal, hajat hidup orang terhadap pesan pendek hampir menipis. Semua telah beralih ke WhatsApp.
Kini telah pesan pendek telah beralih fungsi tempat promosi. Saban hari ada-ada saja nomor baru ke inbox. Isinya tawaran pinjaman modal dengan agunan BPKB, sesekali dari dealer mobil menawarkan produk baru, jika melewati satu dua tokoh tiba-tiba masuk pesannya ke inbox. Dulu paling sering tawaran paha dada ayam. Kini furniture, hingga doughnuts, kue yang bolong di tengahnya.
Dampaknya pesan pendek jarang dilihat, jika berasal dari nomor tak dikenal atau mungkin juga nomor baru dan tidak tertera di handphone. Biar aja, kecuali seperti kata teman kita tadi, SMS Banking. Itu penting. Nomornya tertera hanya empat digit saja. Penanda atau bukti transaksi ekonomi. Lebih dari itu, pesan pendek segera dibersihkan dari layar atau dibiarkan.
Adakah yang tertarik dengan promo di SMS? Kata teman saya yang bernaluri bisnis, biasanya ada rezeki di situ. “Seratus disebar, masak tak ada agak lima yang tertarik. Usaha saja, sebar saja, konsumen itu perlu diberi tahu,” katanya tak pernah padam semangatnya mencapai target bulanan.
Apakah akan berakhir pula era pesan pendek berbasis software symbian ini? Seperti berhentinya era pager? Waktu akan menjawabnya, yang jelas beberapa tahun terakhir, kehidupan kita bergeser dari blackberry messenger (BBM) ke WhatsApp yang telah nyata meninggalkan SMS. Lalu SMS digunakan oleh pihak ketiga dari provider untuk menyebarkan berbagai promo.
Suatu hari, saya di jalan tol, melaju hingga sampai ke bandara. Saya dapat SMS dari sebuah Mall untuk singgah diskon ini dan itu. Bagaimana mungkin saya belok ke Mall, jalurnya tentu jauh. Lagi-lagi mesin-mesin memang hanya menjalankan tugas dari pengirim pesan. Saya satu dari sekian banyak yang kebetulan lewat terkena bom SMS, yang tentunya nasib pesan itu segera terhapus.
Begitulah nasib SMS di handphone jadul. Tak boleh penuh. Mungkin bisa terhapus sendiri tetapi begitu banyak dihapus ketika baru saja tiba. Itulah pesan paling naas yang bagi pemilik pesan tak peduli. Pokoknya, promo sajalah lewat SMS.
Apalagi? SMS sering digunakan untuk penipuan. Tiba-tiba kirim rekening. Minta dikirimin uang. Nah. Ada yang hobi mengupload nomor-nomor aneh itu ke media sosial. Lalu ditertawakan karena tak ada angin tak ada hujan mendapat city car.
Mari bertanya lagi, apakah ada peran negara di SMS? Tidak ada, aparatur negara sibuk memikirkan hal lain. Sibuk bekerja, mungkin. Lalu, yang bekerja urusan ini? Entah, entah diurus entah tidak. Walau itu sudah tugas dia. Nyamankah kita, kadang nyaman kadang tidak. Membiarkan semua lewat begitu saja.
Menyadari peran teknologi informasi yang terus mengalami perubahan juga perlu dalam rangka mengenang masa lalu, menangkap fenomena sosial komunikasi kita yang nyaris seperti tak terurus, dan memahami pesan sebagai sebuah peluru yang menembak maksudnya.
- Baca juga: Waktunya Berhenti Nyinyir di Media Sosial
Kita yang tak siap ditembak, bisa terpengaruh dan bisa saja langsung mentransfer sejumlah uang kepada yang telah mengirim pesan. Bagaimana kalau tertarik dengan isi promosi, datangi saja tempatnya, jangan cepat percaya dengan segala bentuk kata-kata yang ujungnya adalah iklan. Iklan itu cara halus produsen memaksa kita mengeluarkan uang dari dompet dan rekening.
Memahami perkembangan teknologi, seperti ini juga bagian dari kecerdasan bermedia. Media akan terus berubah seiring perkembangan pemikiran ummat manusia. Satu yang tak berubah, pesan disampaikan selalu punya maksud tertentu. Jika bersetuju dengan pesan itu maka harus rela apa yang terjadi selanjutnya. Buka dompet.
Terakhir, sesekali cobalah menggunakan menu pesan pendek melalui handphone jadul, apakah masih ada yang membalas? “Nomor WA berapa?” itu salah satu balasan yang mungkin akan diterima. Itulah tanda, peran pesan pendek kian bernasib singkat. Salam.*
*Penulis, Dosen Jurusan Komunikasi Penyiaran Islam (KPI) Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi (FDIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Imam Bonjol Padang
**Image by Katarzyna Tyl from Pixabay